Jakarta (ANTARA) - “Indonesia memiliki potensi penyerap karbon berbasis alam, dari makanan, penggunaan lahan, peluang hutan, bakau, dan ekonomi biru,” katanya dalam Talkshow Summit Y20 Jakarta yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Managing Director Bank Dunia Mari Elka Pengestu menyebut Indonesia berpeluang untuk benar-benar mencapai pembangunan yang inklusif, resilien, dan rendah karbon yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Ia menyebutkan pemerintah Indonesia juga dapat mendorong transisi energi kepada energi baru dan terbarukan (EBT) secara adil, antara lain dengan meninggalkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Indonesia juga dapat terus memperluas pengurangan emisi karbon dari sektor transportasi.
Indonesia juga dapat membangun perencanaan investasi yang benar-benar dapat mengurangi emisi karbon dari perluasan kota dan hilangnya tutupan pohon di hutan.
“Jadi banyak peluang dan yang benar-benar dibutuhkan adalah komitmen politik dan dukungan dari semua orang, komunitas internasional dan sektor finansial,” katanya.
Ia juga berharap para pemuda terus mengingatkan generasi yang lebih tua agar pembangunan berkelanjutan dapat terus berjalan ke depan.
“Anda pemuda harus terus mengingatkan kami agar pembangunan berkelanjutan ini benar-benar berjalan ke depan,” ucapnya.
Adapun sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia telah menerbitkan obligasi hijau dengan total 4,8 miliar dolar AS sejak 2018 termasuk obligasi syariah hijau atau sukuk.
Obligasi hijau tersebut diterbitkan untuk membiayai proyek-proyek pengentasan perubahan iklim yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Bank Dunia sumbang 26 miliar dolar AS untuk pendanaan iklim di 2021
Baca juga: Bank Dunia: Negara berkembang butuh 4 triliun dolar AS kurangi emisi
Managing Director Bank Dunia Mari Elka Pengestu menyebut Indonesia berpeluang untuk benar-benar mencapai pembangunan yang inklusif, resilien, dan rendah karbon yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Ia menyebutkan pemerintah Indonesia juga dapat mendorong transisi energi kepada energi baru dan terbarukan (EBT) secara adil, antara lain dengan meninggalkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Indonesia juga dapat terus memperluas pengurangan emisi karbon dari sektor transportasi.
Indonesia juga dapat membangun perencanaan investasi yang benar-benar dapat mengurangi emisi karbon dari perluasan kota dan hilangnya tutupan pohon di hutan.
“Jadi banyak peluang dan yang benar-benar dibutuhkan adalah komitmen politik dan dukungan dari semua orang, komunitas internasional dan sektor finansial,” katanya.
Ia juga berharap para pemuda terus mengingatkan generasi yang lebih tua agar pembangunan berkelanjutan dapat terus berjalan ke depan.
“Anda pemuda harus terus mengingatkan kami agar pembangunan berkelanjutan ini benar-benar berjalan ke depan,” ucapnya.
Adapun sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia telah menerbitkan obligasi hijau dengan total 4,8 miliar dolar AS sejak 2018 termasuk obligasi syariah hijau atau sukuk.
Obligasi hijau tersebut diterbitkan untuk membiayai proyek-proyek pengentasan perubahan iklim yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Bank Dunia sumbang 26 miliar dolar AS untuk pendanaan iklim di 2021
Baca juga: Bank Dunia: Negara berkembang butuh 4 triliun dolar AS kurangi emisi
Pewarta: Sanya Dinda Susanti