Jakarta (ANTARA) - Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga Persaudaraan Ormas Keagamaan (LPOK) mengharapkan pemerintah menerbitkan Instruksi presiden tentang pelarangan ideologi yang bertentangan dengan Ideologi Pancasila.
"Kami mengharapkan pemerintah segera mengeluarkan Inpres agar lebih efektif sampai ke bawah. Inpres ini sangat penting sebagai ‘payung’ untuk melakukan pencegahan sampai ke tingkat paling bawah di masyarakat," kata Ketua LPOI dan LPOK KH Said Aqi SIroj dalam keterangannya diterima di Jakarta, Selasa.
Inpres itu dibutuhkan sebagai "payung besar" untuk memproteksi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kiai Said mengatakan kelompok-kelompok pengusung ideologi anti-Pancasila telah nyata-nyata merongrong, melawan, dan berpotensi mengganggu stabilitas nasional.
Bahkan, menurut dia mereka menggunakan isu agama sebagai komoditas politik dengan tujuan mengubah dasar negara dan mengambil alih kekuasaan negara. Pergerakan mereka, kata dia harus segera dihentikan sehingga dibutuhkan payung hukum seperti Inpres di atas.
Selain itu, kelompok radikal dan intoleran juga secara masif dan tertutup, telah mengeksploitasi sumber dana, pembiayaan dan mempengaruhi kebijakan strategis di lingkungan pemerintahan, BUMN, lembaga-lembaga negara, institusi swasta, yang digunakan untuk menyemai perlawanan terhadap negara dengan dalih dan atas nama agama.
"Yang jelas radikalisme apalagi terorisme adalah musuh agama sekaligus musuh negara. Tidak ada agama yang membenarkan kekerasan. Justru agama diturunkan di muka bumi untuk membangun tatanan kehidupan yang harmonis menghormati perbedaan, suku, agama, ras, dan seterusnya," ucapnya.
Justru, lanjut dia yang paling zalim adalah orang yang melakukan kerusakan atau kekerasan atas nama agama dengan alasan ijtihad, mati syahid, atau perang suci.
"Tidak ada perang yang suci. Perang itu kotor, perang itu membunuh, berdarah, merusak, menghancurkan. Mana ada perang suci, mana perang suci," tutur Said.
Selain Inpres tersebut, kata Kiai Said pada Rakornas Gugus Tugas Pemuka Agama juga menindaklanjuti dan mengimplementasikan secara nyata dan mengawal Surat Edaran (SE) Kepala BNPT Nomor 24 Tahun 2022, 31 Mei 2022.
Rakornas tersebut, juga mendorong lahirnya peraturan-peraturan sejenis Surat Edaran BNPT itu dalam lingkungan pemerintah dan lembaga negara, BUMN dan swasta.
Salah satunya, SE Kapolri Nomor: SE /8/VII/2022 tanggal 27 1uIi 2022) yang mendukung terhadap segala upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme, intoleransi, liberalisme, ekstremisme dan terorisme, secara terstruktur, sistematis, masif dan berkelanjutan.
“LPOI, LPOK dan Gugus Tugas Pemuka Agama siap di garda depan, menjadi sabuk pengaman sosial dan benteng pertahanan ideologi, sekaligus menjadi penyapu ranjau radikalisme, intoleransi, liberalisme, ekstremisme dan terorisme yang membahayakan keutuhan, keamanan dan kedaulatan NKRI,” katanya.
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengapresiasi dukungan dari LPOI dan LPOK yang tergabung dalam Gugus Tugas Pemuka Agama. Ia sepakat dengan pernyataan KH Said Aqil Siroj bahwa terorisme yang dijiwai oleh radikalisme adalah musuh agama dan musuh negara.
"Musuh agama karena tindakan, perbuatan, atau ideologi yang diusungnya jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama yang mewajibkan budi pekerti yang baik, luhur, akhlakul karimah, cinta tanah air dan bangsa, mewajibkan toleransi persatuan, dan harmoni Indonesia," kata dia.
Kemudian, lanjut dia menjadi musuh negara karena memang bertentangan dengan konsensus nasional yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
Baca juga: Baju adat dari 34 provinsi warnai Rakornas FKPT di Bogor
Baca juga: Telaah - Antara musik dan pemuda, gaya baru tangkal virus radikalisme
Baca juga: Telaah - Cegah radikalisme di ruang pendidikan dan dunia maya
'Dan ini menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat bangsa dan negara," kata Nurwakhid.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPOI-LPOK harap terbitnya Inpres larangan bagi ideologi anti Pancasila
Inpres itu dibutuhkan sebagai "payung besar" untuk memproteksi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kiai Said mengatakan kelompok-kelompok pengusung ideologi anti-Pancasila telah nyata-nyata merongrong, melawan, dan berpotensi mengganggu stabilitas nasional.
Bahkan, menurut dia mereka menggunakan isu agama sebagai komoditas politik dengan tujuan mengubah dasar negara dan mengambil alih kekuasaan negara. Pergerakan mereka, kata dia harus segera dihentikan sehingga dibutuhkan payung hukum seperti Inpres di atas.
Selain itu, kelompok radikal dan intoleran juga secara masif dan tertutup, telah mengeksploitasi sumber dana, pembiayaan dan mempengaruhi kebijakan strategis di lingkungan pemerintahan, BUMN, lembaga-lembaga negara, institusi swasta, yang digunakan untuk menyemai perlawanan terhadap negara dengan dalih dan atas nama agama.
"Yang jelas radikalisme apalagi terorisme adalah musuh agama sekaligus musuh negara. Tidak ada agama yang membenarkan kekerasan. Justru agama diturunkan di muka bumi untuk membangun tatanan kehidupan yang harmonis menghormati perbedaan, suku, agama, ras, dan seterusnya," ucapnya.
Justru, lanjut dia yang paling zalim adalah orang yang melakukan kerusakan atau kekerasan atas nama agama dengan alasan ijtihad, mati syahid, atau perang suci.
"Tidak ada perang yang suci. Perang itu kotor, perang itu membunuh, berdarah, merusak, menghancurkan. Mana ada perang suci, mana perang suci," tutur Said.
Selain Inpres tersebut, kata Kiai Said pada Rakornas Gugus Tugas Pemuka Agama juga menindaklanjuti dan mengimplementasikan secara nyata dan mengawal Surat Edaran (SE) Kepala BNPT Nomor 24 Tahun 2022, 31 Mei 2022.
Rakornas tersebut, juga mendorong lahirnya peraturan-peraturan sejenis Surat Edaran BNPT itu dalam lingkungan pemerintah dan lembaga negara, BUMN dan swasta.
Salah satunya, SE Kapolri Nomor: SE /8/VII/2022 tanggal 27 1uIi 2022) yang mendukung terhadap segala upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme, intoleransi, liberalisme, ekstremisme dan terorisme, secara terstruktur, sistematis, masif dan berkelanjutan.
“LPOI, LPOK dan Gugus Tugas Pemuka Agama siap di garda depan, menjadi sabuk pengaman sosial dan benteng pertahanan ideologi, sekaligus menjadi penyapu ranjau radikalisme, intoleransi, liberalisme, ekstremisme dan terorisme yang membahayakan keutuhan, keamanan dan kedaulatan NKRI,” katanya.
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengapresiasi dukungan dari LPOI dan LPOK yang tergabung dalam Gugus Tugas Pemuka Agama. Ia sepakat dengan pernyataan KH Said Aqil Siroj bahwa terorisme yang dijiwai oleh radikalisme adalah musuh agama dan musuh negara.
"Musuh agama karena tindakan, perbuatan, atau ideologi yang diusungnya jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama yang mewajibkan budi pekerti yang baik, luhur, akhlakul karimah, cinta tanah air dan bangsa, mewajibkan toleransi persatuan, dan harmoni Indonesia," kata dia.
Kemudian, lanjut dia menjadi musuh negara karena memang bertentangan dengan konsensus nasional yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
Baca juga: Baju adat dari 34 provinsi warnai Rakornas FKPT di Bogor
Baca juga: Telaah - Antara musik dan pemuda, gaya baru tangkal virus radikalisme
Baca juga: Telaah - Cegah radikalisme di ruang pendidikan dan dunia maya
'Dan ini menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat bangsa dan negara," kata Nurwakhid.