Jakarta (ANTARA) -
"Bahaya laten ‘politisasi Agama’ perlu kita waspadai bersama-sama. Karena politik identitas dan agama yang dipolitisir, adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat," kata Imam dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) H Imam Pituduh SH MM mengatakan politik identitas, terutama praktik politisasi agama, merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama terutama menjelang momentum politik, karena bisa menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horisontal berkepanjangan.
"Politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas yang favorit untuk diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas religius. Dalil-dalil agama selalu dijadikan justifikasi untuk mengambil langkah-langkah politik bagi mereka yang menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas," katanya.
Menurut dia, sikap pembiaran terhadap politisasi agama dan politik identitas justru membuka lebar-lebar bagi berkembangnya permainan semu (shadow game) yang menjajah cara berfikir masyarakat dan seakan-akan adalah hal yang lumrah, sehingga praktik yang demikian juga digunakan oleh oknum berkepentingan sebagai komoditas yang menjanjikan.
Baca juga: Pengamat: Politik identitas sudah tidak relevan untuk Pilpres 2024
Tidak hanya itu, lanjutnya, praktik politik identitas kian diperparah pasca perubahan kehidupan sosial masyarakat yang lekat dengan media sosial, serangan dan bombardir isu politisasi agama dan ideologisasi radikal juga bergerak masif melalui jalur online.
"Para 'buzzer' dan robot kelompok radikal, selalu berusaha bergerak secara masif menguasai jalur digital. Mereka menggunakan 'neuroscience' untuk membidik dan mempengaruhi anak muda dan para pemilih mayoritas, agar dapat dipengaruhi, diinfiltrasi dan dikendalikan alam bawah sadar dan 'lifestyle' masyarakat," jelasnya.
Untuk mewaspadai dan mempersiapkan masyarakat dari maraknya isu politik identitas ke depannya, dirinya menilai perlu digelolarakan pemahaman terhadap isu politisisasi agama dan wawasan kebangsaan agar masyarakat memiliki imunitas dan daya dobrak untuk melawan segala bentuk ideologisasi radikal dan politisasi agama yang seiring sejalan.
"Masyarakat sebagai garda depan perlawanan harus di perkuat dalam kesatuan komando dan dilapisi dengan imunitas wawasan kebangsaan yang kuat dan dipersenjatai dengan pemahaman keagamaan yang moderat, ramah damai dan toleran. Karena Perlawanan ini tidak bisa sendiri sendiri," ujar mantan Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Wasekjen PBNU) ini .
Dia melanjutkan bahwa juga diperlukan militansi masyarakat yang solid untuk mampu memfilter isu, opini, dan segala narasi negatifdari kelompok oknum berkepentingan, hingga tidak ada lagi terdengar 'noice' di sosial media politisasi agama dan ideologisasi radikal.
"Oleh karenanya, filterisasi isu, opini, berita dan segala narasi perlu dilakukan oleh semua fihak terutama pemerintah, masyarakat dan seluruh 'stakeholder' bangsa. 'Check andrecheck', koordinasi, dan tabayun harus selalu di lakukan," kata Imam.
Baca juga: Polri antisipasi politik identitas jelang Pemilu 2024
Baca juga: Airlangga: Politik identitas memecah belah persatuan umat
Pewarta: Joko Susilo
Berita Terkait
Pedoman Dewan Pers tentang pemberitaan cegah politik identitas
Rabu, 18 Januari 2023 6:06
Masihkah politik identitas relevan pada Pilpres 2024 ?
Kamis, 16 Juni 2022 5:36
Prabowo-Gibran unggul 36 provinsi, Anies-Muhaimin dua provinsi
Rabu, 20 Maret 2024 21:08
Kompolnas Mengecek Pengamanan Pasca Pemilu 2024 di Polda Kaltara
Selasa, 19 Maret 2024 3:33
Kapolda Kaltara hadiri pembukaan pleno rekapitulasi hasil suara Pemilu
Jumat, 8 Maret 2024 5:43
Polda sterilisasi lokasi rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 Kaltara
Kamis, 7 Maret 2024 16:05
Pj Wali Kota Tarakan Mengapresiasi Petugas Pelaksana Pemilu
Minggu, 3 Maret 2024 18:01
Bawaslu Tarakan Tidak Menemukan Potensi PSU di TPS 02 dan 88
Selasa, 27 Februari 2024 19:22