Jakarta (ANTARA) - DI salah satu cafe dalam Mall Yorum, Istanbul, Turki, perhatian saya tertuju pada Sumatra Mandheling. Nama ini tercantum dalam daftar kopi yang tersedia di cafe ini.

Saya langsung memesannya. Nikmat sekaligus bangga. Berjarak sekitar  8.500km dari Istanbul, kopi yang ditanam petani Mandeling, Tapanuli Selatan, Sumatara Utara, kami nikmati di sini dalam cuaca sedikit hangat, awal Mei 2012.

Harga per gelas kecil kopi ini, 6 Turki Lira (TL) atau sekitar Rp 40 ribu saat itu. Harga ini sama dengan kopi Brazil Sul de Minas, Columbia Excelso, dan Ethopian Mocha Sidamo. Harga Sumatra Mandheling lebih mahal dari kopi lokal, Turk Kahvesi, seharga 4 TL.

Baca juga: Catatan Asro Kamal Rokan - Merdeka setelah pesta teh
Baca juga: Catatan Hendro Basuki - Sensitivitas lidah penikmat kopi
Baca juga: Catatan Hendro Basuki - Demokrasi di warung kopi

Kopi arabika Mandailing salah satu kopi terkenal di dunia. Ditanam petani di lereng pergunungan Bukit Barisan, kopi ini memiliki keasaman sedang dan kental. Di Istanbul, saya menikmatinya dalam kekentalan agak berbeda. Dengan harga 6 TL, saya tidak tahu persis tingkat kemurniannya. Yang penting, rindu terobati dan juga bangga.

Penulis sejarah soal kopi, William H. Ukers (New York, 1922), memposisikan kopi Mandailing ini sebagai kopi paling bagus dan mahal. Kopi Mandailing diekspor ke Amerika, Korea, Jepang, dan Eropa. 

Setiap pulang ke Medan, saya membeli kopi ini dalam kemasan 1.000 gram. Saat ini harganya sekitar Rp 250 ribu. 

Setelah sarapan, minum kopi Mandailing, maka menulis artikel pun, InsyaaAllah  lancar Amang …

Jakarta, 13 Agustus 2021



*) Asro Kamal Rokan adalah wartawan senior, pernah menjadi Pemimpin Redaksi Republika (2003-2005) dan Pemimpin Umum LKBN ANTARA (2005-2007) 

Baca juga: Catatan Hendro Basuki - Lelaki, Prostat, dan Kopi
Baca juga: Catatan Ilham Bintang -Bersantap Kuliner Ndeso di Resto Kopi Klotok Menoreh
Baca juga: Tren Kopi susu kekinian tahun 2020
 

Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024