Malinau (ANTARA) - Lembaga Adat Bulungan Kabupaten Malinau menampilkan prosesi perkawinan adat Bulungan dalam rangkaian Festival Budaya IRAU ke-11 dan peringatan HUT ke-26 Kabupaten Malinau di Panggung Budaya Padan Liu’ Burung, Kamis.

Pertunjukan yang dikemas dengan penuh khidmat ini menyoroti nilai-nilai luhur tentang komitmen, kesetiaan, dan kehormatan keluarga yang menjadi inti dari kehidupan masyarakat Bulungan.

Ketua Lembaga Adat Bulungan, Datu Misrah, menjelaskan bahwa prosesi ini menampilkan tahapan lengkap perkawinan tradisional, mulai dari beseruan atau lamaran hingga lungkap tabir atau buka tirai dalam persandingan.

“Setiap tahapan menggambarkan bagaimana hubungan dua keluarga dijalankan dengan rasa hormat dan tanggung jawab,” kata Datu Misrah.

Dalam prosesi beseruan, pihak laki-laki datang membawa niat baik untuk meminang, yang kemudian ditandai dengan pemberian seloham emas berbentuk cincin sebagai simbol ikatan janji.

“Kalau manusia pegang janji, kalau hewan pegang tali artinya janji itu harus dijaga seumur hidup,” tutur Datu Misrah penuh makna.

Tahapan berikutnya dikenal dengan ngantot sangot atau antar jujuran, yakni penyerahan cincin atau logam emas kepada pihak perempuan sebagai simbol penguatan janji sebelum menuju pernikahan.

Selanjutnya, masyarakat Bulungan menjalankan tradisi malom berpupur atau malam pupuran, yakni prosesi pembersihan diri menjelang akad nikah. 

Tradisi ini melambangkan kesiapan lahir dan batin kedua calon mempelai.

“Pupuran adalah lambang kesiapan spiritual menuju hari dau sengedau atau hari pelaksanaan akad,” tambahnya.

Puncak acara ditandai dengan prosesi lungkap tabir atau buka tirai, bagian paling sakral dalam adat perkawinan Bulungan. 

Tujuh lapisan tirai menutupi mempelai perempuan, dan setiap lapisan hanya bisa dibuka setelah pihak laki-laki memenuhi syarat dari penjaga tirai.

Simbolisme ini menggambarkan perjuangan dan ketulusan seorang laki-laki dalam memperjuangkan cintanya, sekaligus mencerminkan sistem kehormatan keluarga yang kuat. 

Setelah semua tirai terbuka, kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan, disambut dengan tarian pesisir Jepen dan ulun benna yang menggambarkan sukacita dan kebersamaan.

Rangkaian adat berlanjut hingga tiga malam setelah pernikahan. Pada malam ketiga, atau ketelu malom pengantin beru, dilakukan lungkap seluar simbol penghormatan bagi mempelai perempuan melalui pemberian cincin emas.

Setelah itu, dilaksanakan prosesi sempung ampi atau pengantin satu sarung, yang melambangkan persatuan lahir batin, dan diakhiri dengan acara ngengkiban atau bemertua sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua perempuan.

“Setiap tahap mengajarkan kesungguhan, kesetiaan, dan nilai kekeluargaan yang masih relevan hingga kini. Kami ingin generasi muda memahami bahwa adat bukan sekadar seremonial, tetapi pedoman hidup yang menjaga martabat manusia,” kata Datu Misrah.
Baca juga: Target Perputaran Uang di Festival Budaya Irau Malinau Sebesar Rp50 Miliar
Baca juga: Festival Irau Malinau 2025 Sebagai Pelestarian Budaya


Pewarta : Redaksi
Editor : Susylo Asmalyah
Copyright © ANTARA 2025