Jakarta (ANTARA) - Salah satu perusahaan rintisan (startup) yang bergerak di bisnis penjualan sayuran via daring, Sayuranch mengaku mengalami peningkatan omzet sekitar 30-35 persen selama penerapan bekerja dari rumah (work from home/WFH) selama pandemi COVID-19.
"Jumlah pesanan meningkat saat WFH, sekitar 30-35 persen dibandingkan sebelum WFH. Peningkatan berasal dari pelanggan tetap Sayuranch, mereka stok banyak sayuran untuk WFH," ujar Operational Manager Sayuranch Lucy ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kementan gandeng "startup" bantu pasarkan produk hortikultura petani
Ia mengemukakan sayuran hasil penanaman hidroponik mengalami permintaan yang cukup tinggi. Pasalnya, sayuran hidroponik seperti seledri batang, pakchoy, kailan, dan kale
dinilai konsumen lebih bersih
Ia mengatakan persediaan produk sayuran hingga saat ini relatif masih cukup. Pihaknya selalu mendapatkan pasokan setiap minggunya dari sejumlah mitra petani.
"Sejauh ini stok masih cukup. Namun sampai berapa lamanya, kami memang bergantung kepada mitra petani kami yang tersebar di daerah-daerah," katanya.
Terkait harga, Lucu mengaku, produk yang dijual sedikit lebih mahal dibandingkan pasar tradisional. Namun, ia menjamin kesegaran dan daya simpan sayuran yang lebih baik.
"Produk yang kami jual adalah produk hidroponik dan masih fresh yang panen setiap hari. Walaupun lebih mahal, dapat dijamin kesegarannya. Untuk daya simpan juga lebih lama, satu minggu sayur masih segar. karena kami menerapkan standar kepada semua mitra kami untuk tidak melepas media tanam hidroponik tersebut (rockwool)," paparnya.
Lucy mengatakan salah satu tantangan menjual sayur hidroponik yakni sulitnya memberikan edukasi ke konsumen bahwa sayuran hidroponik itu lebih segar, dapat bertahan lebih lama, dan aman untuk dikonsumsi.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga harus memastikan sayur yang dikirim dari mitra petani tetap segar.
"Kendala biasanya terjadi hanya saat pengiriman dari mitra petani ke pelanggan," katanya.
Secara terpisah, peneliti lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan perusahaan-perusahaan startup penjual sayur daring diharapkan juga menyerap bahan baku dari pasar tradisional agar keberadaannya tetap eksis.
"Bisa ambil barang dari pasar tradisional, jadi enggak mati mereka, tidak hanya dari petani," ucapnya.
Baca juga: 11 pasar tradisional Bekasi terapkan transaksi online
Baca juga: Konsultan: Peritel besar mulai bereksperimen dengan konsep toko kecil
"Jumlah pesanan meningkat saat WFH, sekitar 30-35 persen dibandingkan sebelum WFH. Peningkatan berasal dari pelanggan tetap Sayuranch, mereka stok banyak sayuran untuk WFH," ujar Operational Manager Sayuranch Lucy ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kementan gandeng "startup" bantu pasarkan produk hortikultura petani
Ia mengemukakan sayuran hasil penanaman hidroponik mengalami permintaan yang cukup tinggi. Pasalnya, sayuran hidroponik seperti seledri batang, pakchoy, kailan, dan kale
dinilai konsumen lebih bersih
Ia mengatakan persediaan produk sayuran hingga saat ini relatif masih cukup. Pihaknya selalu mendapatkan pasokan setiap minggunya dari sejumlah mitra petani.
"Sejauh ini stok masih cukup. Namun sampai berapa lamanya, kami memang bergantung kepada mitra petani kami yang tersebar di daerah-daerah," katanya.
Terkait harga, Lucu mengaku, produk yang dijual sedikit lebih mahal dibandingkan pasar tradisional. Namun, ia menjamin kesegaran dan daya simpan sayuran yang lebih baik.
"Produk yang kami jual adalah produk hidroponik dan masih fresh yang panen setiap hari. Walaupun lebih mahal, dapat dijamin kesegarannya. Untuk daya simpan juga lebih lama, satu minggu sayur masih segar. karena kami menerapkan standar kepada semua mitra kami untuk tidak melepas media tanam hidroponik tersebut (rockwool)," paparnya.
Lucy mengatakan salah satu tantangan menjual sayur hidroponik yakni sulitnya memberikan edukasi ke konsumen bahwa sayuran hidroponik itu lebih segar, dapat bertahan lebih lama, dan aman untuk dikonsumsi.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga harus memastikan sayur yang dikirim dari mitra petani tetap segar.
"Kendala biasanya terjadi hanya saat pengiriman dari mitra petani ke pelanggan," katanya.
Secara terpisah, peneliti lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan perusahaan-perusahaan startup penjual sayur daring diharapkan juga menyerap bahan baku dari pasar tradisional agar keberadaannya tetap eksis.
"Bisa ambil barang dari pasar tradisional, jadi enggak mati mereka, tidak hanya dari petani," ucapnya.
Baca juga: 11 pasar tradisional Bekasi terapkan transaksi online
Baca juga: Konsultan: Peritel besar mulai bereksperimen dengan konsep toko kecil
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kelik Dewanto