Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat penambahan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) 100 hingga 500 kasus per hari yang tersebar di berbagai daerah Indonesia.
"Kalau kita lihat secara keseluruhan ada 68 ribu kasus demam berdarah di seluruh Indonesia," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Senin.
Baca juga: Kemenkes ingatkan masyarakat kondisi bahaya peningkatan kasus DBD
Ia mengatakan biasanya puncak demam berdarah tersebut terjadi setiap bulan Maret. Namun, pada 2020 ada perbedaan di mana jumlah kasus masih terus bertambah hingga bulan Juni.
"Artinya angka ini sesuatu yang agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Nadia.
Baca juga: Kasus DBD di Jakarta Pusat turun 25 persen
Selain itu, dari analisis yang dilakukan Kemenkes ditemukan bahwa provinsi yang jumlah kasus COVID-19 tinggi juga memiliki kecenderungan angka kasus DBD tinggi pula.
Provinsi-provinsi tersebut di antaranya Jawa Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.
Baca juga: Sudinkes Jakarta Pusat catat 212 kasus DBD hingga April 2020
Lebih rinci lagi, dari 460 kabupaten dan kota yang melaporkan adanya kasus DBD, sebanyak 439 di antaranya juga melaporkan adanya kasus COVID-19 di daerah itu.
"Jadi ini ada infeksi ganda," katanya.
Dari jumlah akumulatif secara nasional sebanyak 68 ribu tersebut, Kemenkes mencatat angka kematian yaitu 346 jiwa yang tersebar di berbagai daerah terutama provinsi dengan kasus COVID-19 tinggi.
Baca juga: DBD di Sumsel tembus 1.542 kasus dalam tiga bulan
Ia mengatakan jika melihat kembali asal penyakit tersebut pertama kali ditemukan di Tanah Air pada 1968 kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan pandemi COVID-19.
"Angka kematian dan angka kesakitannya 50 persen," katanya.
Namun pada saat ini pemerintah sudah bisa menurunkan angka kematian akibat demam berdarah bahkan hingga di bawah satu persen dengan target tidak ada kematian lagi.
Baca juga: Gugus Tugas minta masyarakat waspadai DBD saat pandemi COVID-19
Sementara itu upaya penurunan angka kesakitan diakui Nadia masih berfluktuasi. Apalagi, pada 2016 Indonesia pernah mengalami kejadian luar biasa yakni angka kesakitan masih cukup tinggi.
"Sebelum kejadian luar biasa itu kita bisa menekan di bawah 20 persen dan jangan sampai kejadian di 2016 terulang kembali," katanya.
Baca juga: Kasus DBD di Bantul merebak saat pandemi COVID-19
"Kalau kita lihat secara keseluruhan ada 68 ribu kasus demam berdarah di seluruh Indonesia," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Senin.
Baca juga: Kemenkes ingatkan masyarakat kondisi bahaya peningkatan kasus DBD
Ia mengatakan biasanya puncak demam berdarah tersebut terjadi setiap bulan Maret. Namun, pada 2020 ada perbedaan di mana jumlah kasus masih terus bertambah hingga bulan Juni.
"Artinya angka ini sesuatu yang agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Nadia.
Baca juga: Kasus DBD di Jakarta Pusat turun 25 persen
Selain itu, dari analisis yang dilakukan Kemenkes ditemukan bahwa provinsi yang jumlah kasus COVID-19 tinggi juga memiliki kecenderungan angka kasus DBD tinggi pula.
Provinsi-provinsi tersebut di antaranya Jawa Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.
Baca juga: Sudinkes Jakarta Pusat catat 212 kasus DBD hingga April 2020
Lebih rinci lagi, dari 460 kabupaten dan kota yang melaporkan adanya kasus DBD, sebanyak 439 di antaranya juga melaporkan adanya kasus COVID-19 di daerah itu.
"Jadi ini ada infeksi ganda," katanya.
Dari jumlah akumulatif secara nasional sebanyak 68 ribu tersebut, Kemenkes mencatat angka kematian yaitu 346 jiwa yang tersebar di berbagai daerah terutama provinsi dengan kasus COVID-19 tinggi.
Baca juga: DBD di Sumsel tembus 1.542 kasus dalam tiga bulan
Ia mengatakan jika melihat kembali asal penyakit tersebut pertama kali ditemukan di Tanah Air pada 1968 kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan pandemi COVID-19.
"Angka kematian dan angka kesakitannya 50 persen," katanya.
Namun pada saat ini pemerintah sudah bisa menurunkan angka kematian akibat demam berdarah bahkan hingga di bawah satu persen dengan target tidak ada kematian lagi.
Baca juga: Gugus Tugas minta masyarakat waspadai DBD saat pandemi COVID-19
Sementara itu upaya penurunan angka kesakitan diakui Nadia masih berfluktuasi. Apalagi, pada 2016 Indonesia pernah mengalami kejadian luar biasa yakni angka kesakitan masih cukup tinggi.
"Sebelum kejadian luar biasa itu kita bisa menekan di bawah 20 persen dan jangan sampai kejadian di 2016 terulang kembali," katanya.
Baca juga: Kasus DBD di Bantul merebak saat pandemi COVID-19
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Agus Salim