Tarakan (ANTARA) - Suasana tenang dan damai di semua kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) terlihat jelas. Mereka tenang dalam melakukan aktivitas baik untuk bisnis maupun menjalankan ibadah sesuai agama masing – masing.
Siapa menyangka bahwa provinsi termuda di Indonesia ini, pada tahun 2010 kota Tarakan di Kaltara pernah terjadi bentrok antar warga yang mengatasnamakan suku. Kesiapsiagaan aparat keamanan TNI dan Polri berhasil mengendalikan situasi dan suasana aman dan damai sampai saat ini.
Hubungan yang baik antar agama dan suku yang ada di Kaltara terjalin dengan baik, hal ini tentu mempererat tenun dan rasa toleransi. Hal ini mencegah dan menangkal berbagai kegiatan, aksi maupun gerakan radikalisme baik yang berbasis radikalisme agama maupun radikalisme berbasis etnik.
Kemenag RI merilis indeks KUB, dimana hasilnya nilai rata-rata nasional di angka 73,83 untuk rentang 1 sampai 100. Provinsi Kaltara menempati posisi ketujuh dengan indeks KUB 78,0 atau di atas rata-rata nasional (kategori rukun tinggi).
Survei KUB sendiri dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kemenag.
Ada tiga dimensi yang disoroti dalam survei, yaitu toleransi, kesetaraan dan kerja sama di antara umat beragama. Indeks KUB menarik beberapa rumusan.
Diantaranya kerukunan umat beragama yakni keadaan atau kondisi kehidupan umat beragama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan beribadah masing-masing.
Capaian tersebut menunjukkan bahwa kehidupan beragama di Kaltara sangat harmonis. Seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang berperan dalam menjaga kerukunan umat beragama, seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), para tokoh agama, tokoh masyarakat dan terutama lagi masyarakat Kaltara.
Sedangkan Kota Tarakan sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memiliki ragam suku dan agama, juga berhasil mendapatkan peringkat ketujuh indeks kerukunan terbaik di Indonesia tahun 2020.
Kepala Kementerian Agama Kota Tarakan, Saberah, mengatakan bahwa indeks kerukuran di Tarakan terbilang cukup baik, hal tesebut berdasarkan hasil penelitian dari Litbang Kementerian Agama Pusat dan Makassar.
“Jadi ini dilakukan secara menyelusup. Dari semua umat, baik Islam, Kristen, Katolik, dan agama lain juga ditanyakan dan didapatkan hasilnya baik dan mendapat peringkat ketujuh. Alhamdulillah, indeks kerukunan kita cukup tinggi, termasuk daerah Malinau di Kaltara,” kata Saberah.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Tarakan Muhammad Haris mengatakan Tarakan memang unik karena keragaman dan kebhinekaannya luar biasa. Dan Tarakan boleh dikatakan sebagai miniaturnya Indonesia.
“Oleh karena itu peran Kesbangpol sangat penting, karena Kesbangpol yang memiliki jaringan sosial politik. Kami intens sesuai tugas dan fungsi kita untuk deteksi dini,” kata Haris di Tarakan, Jumat (13/11).
Dijelaskannya bahwa potensi radikal itu, bukan hanya masalah antar suku saja, tapi karena masalah ketimpangan ekonomi dan rasa ketidakadilan. Namun bagaimana pun peran sebagai anak bangsa tentu ingin Indonesia tetap jaya dan tetap bangkit sesuai harapan bersama.
Apalagi program Wali Kota Tarakan, Khairul yaitu Terwujudnya Tarakan Sebagai Kota Maju dan Sejahtera Melalui Smart City. Tentu smart living itu penting untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
Peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sangat penting bukan hanya bertumpu pada Wali Kota, tapi SKPD harus bisa jadi kepala daerah kecil di masing – masing SKPD. Hal tersebut mampu menetralisir terjadinya sebuah potensi radikalisme dan memecah belah bangsa.
Dijelaskannya bahwa identitas politik tidak dikubur habis, tapi tetap dirawat dan dipelihara untuk mewujudkan kesejahteraan Bersama. Dengan melakukan komunikasi secara intens dan berkala.
“Hanya saja dengan adanya bencana COVID-19 ini, maka silaturahmi kita kurang intens. Tentu semua daerah mengharapkan daerahnya aman, nyaman dan kondusif,” kata Haris. Harapan itu bisa diwujudkan bila masing – masing punya peran sesuai yang penting, karena menjadi forum berkomunikasi.
Menurutnya potensi terjadinya radikal bukan masalah agama, tapi adanya ketimpangan masalah ekonomi. Apalagi agama dalam Islam adalah rahmatan lil alamin. Tidak ada alasan untuk tidak menghargai agama lain, tolerasi antar agama itu saling menhargai. Setiap agama tentu tidak pernah mengajak umatnya berbuat di hal- hal di luar ketentuan.
“Kita mengimbau kepada seluruh elemen bangsa khususnya di Kota Tarakan, agar menjaga situasi agar tetap kondusif jangan terprovokasi dengan isu – isu yang ingin memecah belah,” kata Haris.
Sedangkan Ketua DPRD Provinsi Kaltara, Norhayati Andris mengatakan pihaknya turut membantu TNI , Polri dan instansi lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme.
“Diantaranya menghimbau pada warga dengan melaporkan bila ada gerak – gerik yang mencurigakan. Kemudian bila ada orang luar atau tamu yang masuk ke Kaltara harus wajib lapor,” kata Norhayati.
Kaltara merupakan wilayah perbatasan dengan negara Filipina dan Malaysia, dimana memiliki potensi kerawanan baik terorisme, narkotika maupun perdagangan manusia (human trafficking) yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Walaupun saat ini wilayah Malaysia masa pandemi COVID-19, dimana pemerintah Malaysia mengeluarkan kebijakan Movement Control Order (MCO) atau lockdown. Namun warga tidak boleh lengah, tetap waspada. Harapannya TNI dan Polri memberikan jaminan keamanan.
Apalagi Kaltara saat ini dilaksanakan Pemilihan Gubernur (Pilgub), masyarakat Kaltara jangan sampai terkontaminasi dengan isu – isu SARA dan masalah sensitif lainnya.
“Intinya masyarakat Kaltara itu merupakan satu kesatuan, jangan sampai karena pilkada kita dipecah belah orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Kita adalah satu kesatuan tidak boleh ada yang memanfaatkan situasi pilkada ini untuk bisa memecah belah persaudaraan masyarakat Kaltara,” kata Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Tarakan.
Dia mengatakan bahwa tidak memandang suku apa pun di Kaltara, ketika berada di Kaltara merupakan masyarakat Kaltara. Jadi untuk saling menghargai dan menghormati, saling toleransi antar suku yang ada di Kaltara itu yang utama.
“Serta menjunjung tinggi rasa persaudaraan walaupun di Kaltara ada berbagai macam suku,” kata Norhayati yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Kaltara.
Serta perlunya pemahaman soal multikultural di masyarakat terutama dalam sektor pendidikan non formal. Hal tersebut Bertujuan untuk menanamkan sikap bertoleransi terhadap perbedaan - perbedaan yang ada.
Hal tersebut dinyatakan Muhammad A.S. Hikam dari President University dalam Global Jurnal Politik Internasional, Volume 17 Nomor 1 Tahun 2015 dengan judul “Pendidikan Multikultural Dalam Rangka Memperkuat Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Radikalisme di Indonesia”.
Bahwa realitas Indonesia sebagai negara yang majemuk dan plural jelas membutuhkan pendidikan berbasis budaya untuk menghindari konflik vertikal, terutama yang terkait dengan perbedaan suku dan ras.
Konflik rawan terjadi manakala masyarakat Indonesia tidak mampu memahami keberagaman, sehingga tidak dapat menghadapi dengan bijak perbedaan - perbedaan dalam lingkungan sosial.
Hal inilah yang menunjukkan bahwa kemajemukan pun dapat menjadi bumerang apabila pemerintah tidak segera memberikan perhatian yang lebih melalui pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural juga dapat dipersepsikan sebagai jembatan untuk mencapai cita - cita kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa yang kini dihadapkan pada beragam jenis tantangan dalam era globalisasi.
Baca juga: FKUB Harus Jadi Wadah Pemersatu Bangsa
Baca juga: FKUB Tarakan setiap minggu mengunjungi rumah sakit untuk berdoa
Siapa menyangka bahwa provinsi termuda di Indonesia ini, pada tahun 2010 kota Tarakan di Kaltara pernah terjadi bentrok antar warga yang mengatasnamakan suku. Kesiapsiagaan aparat keamanan TNI dan Polri berhasil mengendalikan situasi dan suasana aman dan damai sampai saat ini.
Hubungan yang baik antar agama dan suku yang ada di Kaltara terjalin dengan baik, hal ini tentu mempererat tenun dan rasa toleransi. Hal ini mencegah dan menangkal berbagai kegiatan, aksi maupun gerakan radikalisme baik yang berbasis radikalisme agama maupun radikalisme berbasis etnik.
Kemenag RI merilis indeks KUB, dimana hasilnya nilai rata-rata nasional di angka 73,83 untuk rentang 1 sampai 100. Provinsi Kaltara menempati posisi ketujuh dengan indeks KUB 78,0 atau di atas rata-rata nasional (kategori rukun tinggi).
Survei KUB sendiri dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kemenag.
Ada tiga dimensi yang disoroti dalam survei, yaitu toleransi, kesetaraan dan kerja sama di antara umat beragama. Indeks KUB menarik beberapa rumusan.
Diantaranya kerukunan umat beragama yakni keadaan atau kondisi kehidupan umat beragama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan beribadah masing-masing.
Capaian tersebut menunjukkan bahwa kehidupan beragama di Kaltara sangat harmonis. Seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang berperan dalam menjaga kerukunan umat beragama, seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), para tokoh agama, tokoh masyarakat dan terutama lagi masyarakat Kaltara.
Sedangkan Kota Tarakan sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memiliki ragam suku dan agama, juga berhasil mendapatkan peringkat ketujuh indeks kerukunan terbaik di Indonesia tahun 2020.
Kepala Kementerian Agama Kota Tarakan, Saberah, mengatakan bahwa indeks kerukuran di Tarakan terbilang cukup baik, hal tesebut berdasarkan hasil penelitian dari Litbang Kementerian Agama Pusat dan Makassar.
“Jadi ini dilakukan secara menyelusup. Dari semua umat, baik Islam, Kristen, Katolik, dan agama lain juga ditanyakan dan didapatkan hasilnya baik dan mendapat peringkat ketujuh. Alhamdulillah, indeks kerukunan kita cukup tinggi, termasuk daerah Malinau di Kaltara,” kata Saberah.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Tarakan Muhammad Haris mengatakan Tarakan memang unik karena keragaman dan kebhinekaannya luar biasa. Dan Tarakan boleh dikatakan sebagai miniaturnya Indonesia.
“Oleh karena itu peran Kesbangpol sangat penting, karena Kesbangpol yang memiliki jaringan sosial politik. Kami intens sesuai tugas dan fungsi kita untuk deteksi dini,” kata Haris di Tarakan, Jumat (13/11).
Dijelaskannya bahwa potensi radikal itu, bukan hanya masalah antar suku saja, tapi karena masalah ketimpangan ekonomi dan rasa ketidakadilan. Namun bagaimana pun peran sebagai anak bangsa tentu ingin Indonesia tetap jaya dan tetap bangkit sesuai harapan bersama.
Apalagi program Wali Kota Tarakan, Khairul yaitu Terwujudnya Tarakan Sebagai Kota Maju dan Sejahtera Melalui Smart City. Tentu smart living itu penting untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
Peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sangat penting bukan hanya bertumpu pada Wali Kota, tapi SKPD harus bisa jadi kepala daerah kecil di masing – masing SKPD. Hal tersebut mampu menetralisir terjadinya sebuah potensi radikalisme dan memecah belah bangsa.
Dijelaskannya bahwa identitas politik tidak dikubur habis, tapi tetap dirawat dan dipelihara untuk mewujudkan kesejahteraan Bersama. Dengan melakukan komunikasi secara intens dan berkala.
“Hanya saja dengan adanya bencana COVID-19 ini, maka silaturahmi kita kurang intens. Tentu semua daerah mengharapkan daerahnya aman, nyaman dan kondusif,” kata Haris. Harapan itu bisa diwujudkan bila masing – masing punya peran sesuai yang penting, karena menjadi forum berkomunikasi.
Menurutnya potensi terjadinya radikal bukan masalah agama, tapi adanya ketimpangan masalah ekonomi. Apalagi agama dalam Islam adalah rahmatan lil alamin. Tidak ada alasan untuk tidak menghargai agama lain, tolerasi antar agama itu saling menhargai. Setiap agama tentu tidak pernah mengajak umatnya berbuat di hal- hal di luar ketentuan.
“Kita mengimbau kepada seluruh elemen bangsa khususnya di Kota Tarakan, agar menjaga situasi agar tetap kondusif jangan terprovokasi dengan isu – isu yang ingin memecah belah,” kata Haris.
Sedangkan Ketua DPRD Provinsi Kaltara, Norhayati Andris mengatakan pihaknya turut membantu TNI , Polri dan instansi lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme.
“Diantaranya menghimbau pada warga dengan melaporkan bila ada gerak – gerik yang mencurigakan. Kemudian bila ada orang luar atau tamu yang masuk ke Kaltara harus wajib lapor,” kata Norhayati.
Kaltara merupakan wilayah perbatasan dengan negara Filipina dan Malaysia, dimana memiliki potensi kerawanan baik terorisme, narkotika maupun perdagangan manusia (human trafficking) yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Walaupun saat ini wilayah Malaysia masa pandemi COVID-19, dimana pemerintah Malaysia mengeluarkan kebijakan Movement Control Order (MCO) atau lockdown. Namun warga tidak boleh lengah, tetap waspada. Harapannya TNI dan Polri memberikan jaminan keamanan.
Apalagi Kaltara saat ini dilaksanakan Pemilihan Gubernur (Pilgub), masyarakat Kaltara jangan sampai terkontaminasi dengan isu – isu SARA dan masalah sensitif lainnya.
“Intinya masyarakat Kaltara itu merupakan satu kesatuan, jangan sampai karena pilkada kita dipecah belah orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Kita adalah satu kesatuan tidak boleh ada yang memanfaatkan situasi pilkada ini untuk bisa memecah belah persaudaraan masyarakat Kaltara,” kata Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Tarakan.
Dia mengatakan bahwa tidak memandang suku apa pun di Kaltara, ketika berada di Kaltara merupakan masyarakat Kaltara. Jadi untuk saling menghargai dan menghormati, saling toleransi antar suku yang ada di Kaltara itu yang utama.
“Serta menjunjung tinggi rasa persaudaraan walaupun di Kaltara ada berbagai macam suku,” kata Norhayati yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Kaltara.
Serta perlunya pemahaman soal multikultural di masyarakat terutama dalam sektor pendidikan non formal. Hal tersebut Bertujuan untuk menanamkan sikap bertoleransi terhadap perbedaan - perbedaan yang ada.
Hal tersebut dinyatakan Muhammad A.S. Hikam dari President University dalam Global Jurnal Politik Internasional, Volume 17 Nomor 1 Tahun 2015 dengan judul “Pendidikan Multikultural Dalam Rangka Memperkuat Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Radikalisme di Indonesia”.
Bahwa realitas Indonesia sebagai negara yang majemuk dan plural jelas membutuhkan pendidikan berbasis budaya untuk menghindari konflik vertikal, terutama yang terkait dengan perbedaan suku dan ras.
Konflik rawan terjadi manakala masyarakat Indonesia tidak mampu memahami keberagaman, sehingga tidak dapat menghadapi dengan bijak perbedaan - perbedaan dalam lingkungan sosial.
Hal inilah yang menunjukkan bahwa kemajemukan pun dapat menjadi bumerang apabila pemerintah tidak segera memberikan perhatian yang lebih melalui pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural juga dapat dipersepsikan sebagai jembatan untuk mencapai cita - cita kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa yang kini dihadapkan pada beragam jenis tantangan dalam era globalisasi.
Baca juga: FKUB Harus Jadi Wadah Pemersatu Bangsa
Baca juga: FKUB Tarakan setiap minggu mengunjungi rumah sakit untuk berdoa