Jakarta (ANTARA) - Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan nilai kapitalisasi Bank Syariah Indonesia (BSI) masuk dalam 10 besar bank syariah dunia pada 2025.
BSI merupakan hasil merger atau penggabungan usaha perbankan plat merah dari Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah.
"Kita ingin penggabungan bank syariah itu menjadi pemain dengan size global. Karena itu sejak awal kita sudah targetkan di tahun 2025 kita harus masuk top 10 daripada bank global," ujar Menteri Erick dalam acara "7th Indonesia Islamic Economic Forum" di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Bank Syariah Indonesia, si anak bungsu yang harus pro usaha kecil
Ia menambahkan BSI juga menjadi pembuktian Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim mempunyai bank syariah yang kuat secara fundamental.
Ia mengatakan bahwa Bank Syariah Indonesia yang akan efektif beroperasi pada 1 Februari 2021 itu bakal memiliki aset senilai Rp239,56 triliun. Jumlah itu menempatkan bank hasil merger itu masuk daftar 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset.
"Ini akan menjadi nilai kompetitif untuk bisa bersaing dengan bank-bank lainnya," ucapnya.
Baca juga: Muhammadiyah dorong Bank Syariah Indonesia memihak usaha kecil
Tercatat per Desember 2020, dana pihak ketiga (DPK) BSI sebesar Rp209,98 triliun.
Dari sisi pembiayaan, BSI mencapai sekitar Rp156,5 triliun, dengan modal sebesar Rp22,6 triliun dan laba bersih mencapai Rp2,19 triliun.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi optimistis BSI dapat menjadi top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar.
"Dalam 4-5 tahun ke depan saya rasa kalau tidak ada aral melintang akan bisa masuk ke dalam 10 jajaran bank syariah yang terbesar di dunia berdasarkan market capitalization," ucapnya.
Saat ini, lanjut dia, Indonesia membutuhkan perbankan syariah yang kuat dalam rangka mendukung industri halal.
Ia menyampaikan bahwa industri halal ini menyangkut makanan dan minuman, busana, pariwisata, farmasi, kosmetik, rekreasi, dan pembiayaan.
"Sebenarnya Indonesia ini adalah raksasa untuk bisnis keuangan syariah ataupun bisnis halal yang sedang tidur, jadi tidurnya harus dibangunkan supaya tidak terlalu lama tidur. Dengan demikian kita bisa menjadi salah satu pemain yang disegani, tidak hanya di lokal tapi juga di global," katanya.
BSI merupakan hasil merger atau penggabungan usaha perbankan plat merah dari Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah.
"Kita ingin penggabungan bank syariah itu menjadi pemain dengan size global. Karena itu sejak awal kita sudah targetkan di tahun 2025 kita harus masuk top 10 daripada bank global," ujar Menteri Erick dalam acara "7th Indonesia Islamic Economic Forum" di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Bank Syariah Indonesia, si anak bungsu yang harus pro usaha kecil
Ia menambahkan BSI juga menjadi pembuktian Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim mempunyai bank syariah yang kuat secara fundamental.
Ia mengatakan bahwa Bank Syariah Indonesia yang akan efektif beroperasi pada 1 Februari 2021 itu bakal memiliki aset senilai Rp239,56 triliun. Jumlah itu menempatkan bank hasil merger itu masuk daftar 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset.
"Ini akan menjadi nilai kompetitif untuk bisa bersaing dengan bank-bank lainnya," ucapnya.
Baca juga: Muhammadiyah dorong Bank Syariah Indonesia memihak usaha kecil
Tercatat per Desember 2020, dana pihak ketiga (DPK) BSI sebesar Rp209,98 triliun.
Dari sisi pembiayaan, BSI mencapai sekitar Rp156,5 triliun, dengan modal sebesar Rp22,6 triliun dan laba bersih mencapai Rp2,19 triliun.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi optimistis BSI dapat menjadi top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar.
"Dalam 4-5 tahun ke depan saya rasa kalau tidak ada aral melintang akan bisa masuk ke dalam 10 jajaran bank syariah yang terbesar di dunia berdasarkan market capitalization," ucapnya.
Saat ini, lanjut dia, Indonesia membutuhkan perbankan syariah yang kuat dalam rangka mendukung industri halal.
Ia menyampaikan bahwa industri halal ini menyangkut makanan dan minuman, busana, pariwisata, farmasi, kosmetik, rekreasi, dan pembiayaan.
"Sebenarnya Indonesia ini adalah raksasa untuk bisnis keuangan syariah ataupun bisnis halal yang sedang tidur, jadi tidurnya harus dibangunkan supaya tidak terlalu lama tidur. Dengan demikian kita bisa menjadi salah satu pemain yang disegani, tidak hanya di lokal tapi juga di global," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Nusarina Yuliastuti