Jakarta (ANTARA) - Forum Pemimpin Redaksi Media Massa di Indonesia (Forum Pemred) mengusulkan delapan poin rekomendasi kepada Presiden RI Joko Widodo terkait dengan penanganan pandemi COVID-19.
Ketua Forum Pemred Kemal Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menyatakan rekomendasi itu sejalan dengan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, 3 sampai 20 Juli 2020.
"Forum Pemred membentuk tim khusus untuk menelaah dan mengkaji hingga menyusun beberapa masukan dan rekomendasi kepada pemerintah agar penularan COVID-19 ini bisa dikendalikan dengan segera," kata Kemal.
Delapan poin rekomendasi itu, yakni pertama membatasi pergerakan dan interaksi orang baik di dalam maupun antarkota dengan lebih signifikan.
Usulan pemberlakuan WFH 100 persen, mempersingkat jam buka mal dan pusat perbelanjaan hingga pukul 17.00 WIB, dine in (makan di tempat) tidak diperbolehkan, dan pengetatan transportasi antarkota.
Selain itu, larangan beribadah di tempat ibadah, membatasi jumlah kerumunan orang yang sangat minimal, yang dilakukan selama 2 minggu, layak diimplementasikan untuk memangkas rantai penularan COVID-19 secara drastis.
"Namun, sebelum mengimplementasikan hal tersebut, dampak-dampak ekonomi dan sosial akibat pemberlakuan ini harus diantisipasi sebaik mungkin," kata Kemal.
Kedua, dalam pengetatan mobilisasi dan interaksi orang, sebaiknya Presiden yang langsung memimpin keadaan darurat ini agar instruksi dari pemerintah pusat segera dijalankan hingga pemerintahan terkecil (desa/kelurahan, RW, dan RT).
Semua elemen pemerintah bergerak fokus menangani penurunan laju penularan dan penanganan COVID-19 ini dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat, termasuk dalam implementasi pembatasan mobilisasi dan interaksi orang, mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan (3M), melakukan 3T (tracing, testing, treatment), dan vaksinasi.
Ketiga, perlu ada terobosan yang lebih signifikan dalam pelaksanaan vaksinasi, agar target 1-2 juta per hari vaksinasi bisa dilakukan.
Masyarakat perlu mendapatkan informasi dan edukasi vaksin dengan lebih baik agar tidak terprovokasi masuk ke kelompok antivaksin. Masyarakat juga harus memperoleh kemudahan dalam mendaftarkan diri dan mendapatkan jadwal vaksinasi.
"Distribusi vaksin harus segera dilakukan lebih merata ke daerah-daerah, terutama ke daerah-daerah yang berada di zona merah," kata Kemal.
Baca juga: Media yang kredibel ciptakan ekosistem digital yang sehat
Keempat, pelaksanaan 3T harus digalakkan lebih massal. Bila PNS maupun sukaelawan bisa dimobilisasikan sebagai tenaga tracer sangat membantu untuk meningkatkan pelaksanaan tracing. Bila hanya melibatkan tenaga kesehatan maupun TNI/Polri, tracing tidak akan bisa maksimal.
Testing juga perlu diperbanyak, apalagi di desa-desa di zona merah, banyak warga yang menolak diuji swab dan memilih untuk tidak mengaku bila mengalami gejala COVID-19.
Kelima, pengetatan pelaksanaan protokol kesehatan dengan melakukan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) perlu dilakukan.
Di samping itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar. Sosialisasi dan edukasi juga terus digalakkan dengan masif hingga ke tingkat akar rumput.
Pemerintah perlu juga melakukan politik anggaran dengan memperbesar anggaran di hulu, seperti anggaran untuk sosialisasi dan edukasi, anggaran untuk membagi masker secara gratis, ketersediaan obat dan peralatan pengobatan di puskesmas, dukungan yang baik untuk mereka yang melakukan isolasi mandiri, dan sebagainya.
"Kampanye kelompok yang tidak percaya dengan adanya COVID-19 dan antivaksin harus dilawan bersama-sama, termasuk dengan media," kata Kemal menegaskan.
Keenam, dalam penanganan COVID-19 dalam masa darurat ini, pemerintah perlu cari terobosan dalam mencari, memperoleh, memproduksi, dan mendistribusikan obat-obatan yang bisa membantu penanganan COVID-19.
Bahkan, kalau perlu digratiskan kepada masyarakat yang menjalani isolasi mandiri karena saat ini masyarakat kesulitan mendapatkan obat-obatan secara mandiri, apalagi di daerah tertentu suplai terbatas.
Begitu juga bagaimana bisa menyediakan tabung oksigen untuk didistribusikan di rumah-rumah masyarakat yang positif COVID-19 yang rentan dan menjalani isolasi mandiri.
Baca juga: Forum Pemred minta pemerintah kawal percepatan penyelesaian RS Darurat
Ketujuh, pemerintah sebaiknya memfokuskan anggaran sebesar-besarnya dalam penanganan COVID-19 ini sampai trend pertumbuhan kasus positif COVID-19 terkendali.
Anggaran untuk proyek atau bidang yang kurang prioritas bisa dialihkan dalam penanganan COVID-19 ini secara masif agar trend pertumbuhan positif COVID-19 bisa segera turun dan tingkat kematian pasien COVID-19 bisa ditekan.
Kedelapan, pemerintah tetap perlu mengantisipasi lonjakan atau gelombang COVID-19 pada masa-masa selanjutnya karena virus ini terus bermutasi dengan menyiapkan sebanyak mungkin fasilitas layanan kesehatan darurat hingga di desa-desa lengkap dengan tenaga kesehatannya.
Dengan demikian, bila lonjakan COVID-19 terjadi lagi di kemudian hari, penanganan pasien di RS atau fasilitas layanan kesehatan bisa berlangsung dengan lebih baik dan tidak membuat panik.
Ketua Forum Pemred Kemal Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menyatakan rekomendasi itu sejalan dengan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, 3 sampai 20 Juli 2020.
"Forum Pemred membentuk tim khusus untuk menelaah dan mengkaji hingga menyusun beberapa masukan dan rekomendasi kepada pemerintah agar penularan COVID-19 ini bisa dikendalikan dengan segera," kata Kemal.
Delapan poin rekomendasi itu, yakni pertama membatasi pergerakan dan interaksi orang baik di dalam maupun antarkota dengan lebih signifikan.
Usulan pemberlakuan WFH 100 persen, mempersingkat jam buka mal dan pusat perbelanjaan hingga pukul 17.00 WIB, dine in (makan di tempat) tidak diperbolehkan, dan pengetatan transportasi antarkota.
Selain itu, larangan beribadah di tempat ibadah, membatasi jumlah kerumunan orang yang sangat minimal, yang dilakukan selama 2 minggu, layak diimplementasikan untuk memangkas rantai penularan COVID-19 secara drastis.
"Namun, sebelum mengimplementasikan hal tersebut, dampak-dampak ekonomi dan sosial akibat pemberlakuan ini harus diantisipasi sebaik mungkin," kata Kemal.
Kedua, dalam pengetatan mobilisasi dan interaksi orang, sebaiknya Presiden yang langsung memimpin keadaan darurat ini agar instruksi dari pemerintah pusat segera dijalankan hingga pemerintahan terkecil (desa/kelurahan, RW, dan RT).
Semua elemen pemerintah bergerak fokus menangani penurunan laju penularan dan penanganan COVID-19 ini dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat, termasuk dalam implementasi pembatasan mobilisasi dan interaksi orang, mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan (3M), melakukan 3T (tracing, testing, treatment), dan vaksinasi.
Ketiga, perlu ada terobosan yang lebih signifikan dalam pelaksanaan vaksinasi, agar target 1-2 juta per hari vaksinasi bisa dilakukan.
Masyarakat perlu mendapatkan informasi dan edukasi vaksin dengan lebih baik agar tidak terprovokasi masuk ke kelompok antivaksin. Masyarakat juga harus memperoleh kemudahan dalam mendaftarkan diri dan mendapatkan jadwal vaksinasi.
"Distribusi vaksin harus segera dilakukan lebih merata ke daerah-daerah, terutama ke daerah-daerah yang berada di zona merah," kata Kemal.
Baca juga: Media yang kredibel ciptakan ekosistem digital yang sehat
Keempat, pelaksanaan 3T harus digalakkan lebih massal. Bila PNS maupun sukaelawan bisa dimobilisasikan sebagai tenaga tracer sangat membantu untuk meningkatkan pelaksanaan tracing. Bila hanya melibatkan tenaga kesehatan maupun TNI/Polri, tracing tidak akan bisa maksimal.
Testing juga perlu diperbanyak, apalagi di desa-desa di zona merah, banyak warga yang menolak diuji swab dan memilih untuk tidak mengaku bila mengalami gejala COVID-19.
Kelima, pengetatan pelaksanaan protokol kesehatan dengan melakukan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) perlu dilakukan.
Di samping itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar. Sosialisasi dan edukasi juga terus digalakkan dengan masif hingga ke tingkat akar rumput.
Pemerintah perlu juga melakukan politik anggaran dengan memperbesar anggaran di hulu, seperti anggaran untuk sosialisasi dan edukasi, anggaran untuk membagi masker secara gratis, ketersediaan obat dan peralatan pengobatan di puskesmas, dukungan yang baik untuk mereka yang melakukan isolasi mandiri, dan sebagainya.
"Kampanye kelompok yang tidak percaya dengan adanya COVID-19 dan antivaksin harus dilawan bersama-sama, termasuk dengan media," kata Kemal menegaskan.
Keenam, dalam penanganan COVID-19 dalam masa darurat ini, pemerintah perlu cari terobosan dalam mencari, memperoleh, memproduksi, dan mendistribusikan obat-obatan yang bisa membantu penanganan COVID-19.
Bahkan, kalau perlu digratiskan kepada masyarakat yang menjalani isolasi mandiri karena saat ini masyarakat kesulitan mendapatkan obat-obatan secara mandiri, apalagi di daerah tertentu suplai terbatas.
Begitu juga bagaimana bisa menyediakan tabung oksigen untuk didistribusikan di rumah-rumah masyarakat yang positif COVID-19 yang rentan dan menjalani isolasi mandiri.
Baca juga: Forum Pemred minta pemerintah kawal percepatan penyelesaian RS Darurat
Ketujuh, pemerintah sebaiknya memfokuskan anggaran sebesar-besarnya dalam penanganan COVID-19 ini sampai trend pertumbuhan kasus positif COVID-19 terkendali.
Anggaran untuk proyek atau bidang yang kurang prioritas bisa dialihkan dalam penanganan COVID-19 ini secara masif agar trend pertumbuhan positif COVID-19 bisa segera turun dan tingkat kematian pasien COVID-19 bisa ditekan.
Kedelapan, pemerintah tetap perlu mengantisipasi lonjakan atau gelombang COVID-19 pada masa-masa selanjutnya karena virus ini terus bermutasi dengan menyiapkan sebanyak mungkin fasilitas layanan kesehatan darurat hingga di desa-desa lengkap dengan tenaga kesehatannya.
Dengan demikian, bila lonjakan COVID-19 terjadi lagi di kemudian hari, penanganan pasien di RS atau fasilitas layanan kesehatan bisa berlangsung dengan lebih baik dan tidak membuat panik.
Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro