Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan obat generik COVID-19 yang diberi merek tertentu oleh produsen memicu lonjakan harga hingga sepuluh kali lipat lebih mahal di pasaran.
"Saya dapat banyak masukan dari produsen obat. Saya sampaikan ke teman-teman produsen obat, masalahnya di kita adalah banyak obat generik yang kemudian di 'branded', sehingga menjadi nama 'branded generik'," katanya saat memberikan keterangan kepada Komisi IX DPR RI yang dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ini kata polisi terkait pembelian obat ivermectin
Menkes mencontohkan pemanfaatan hampir 100 persen bahan baku Favipiravir yang kemudian diberi label sendiri, sehingga harganya tidak terkontrol sampai lima hingga sepuluh kali lipat lebih mahal dari obat generik.
Budi mengatakan obat paten COVID-19 yang beredar dengan merek seperti Avigan, Aviflex dan lainnya memiliki kandungan bahan baku generik Favipiravir. Begitu pula dengan obat generik Oseltamivir yang kini kembali diproduksi dengan nama lain seperti Tamiflu dan lainnya.
Budi meminta kepada seluruh produsen obat untuk menyetarakan harga jual sesuai dengan ketentuan harga yang telah ditetapkan pemerintah mengingat saat ini tingkat permintaan masyarakat yang tinggi di tengah situasi pandemi.
"Saat ini situasinya sedang susah dan rakyat kita juga kurang pendapatannya dan membutuhkan akses yang banyak. Mohon pengertiannya agar obat yang masuk kategori Favipiravir, Oseltamivir atau apapun namanya agar harganya disamakan dulu," katanya.
Ia mengatakan pemerintah sudah menghitung keuntungan dari produsen obat COVID-19 yang relatif besar. "Jadi harusnya mereka mempunyai 'room' yang cukup untuk bisa melakukan harga tersebut," katanya.
Menkes juga meminta seluruh produsen farmasi swasta untuk membantu rakyat yang sedang kesulitan dengan cara menurunkan selisih harga. "Tidak akan rugi, karena kita sudah menghitung harga bahan bakunya," kata Budi.
Baca juga: Pemerintah akan menindak tegas penimbun obat dan alat kesehatan
Baca juga: Penjelasan Susi terkait Ivermectin jadi obat terapi 8 karyawannya
Budi menambahkan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat COVID-19 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 agar obat tetap bisa diakses masyarakat seiring meningkatnya angka positif kasus COVID-19.
Saat ini, kata Budi, kebutuhan obat yang dianggap potensial dan sudah dipakai dalam terapi COVID-19 menjadi tinggi di pasaran. Namun, tingginya kebutuhan obat itu dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha untuk menaikkan harga jual obat kepada masyarakat.
"Saya dapat banyak masukan dari produsen obat. Saya sampaikan ke teman-teman produsen obat, masalahnya di kita adalah banyak obat generik yang kemudian di 'branded', sehingga menjadi nama 'branded generik'," katanya saat memberikan keterangan kepada Komisi IX DPR RI yang dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ini kata polisi terkait pembelian obat ivermectin
Menkes mencontohkan pemanfaatan hampir 100 persen bahan baku Favipiravir yang kemudian diberi label sendiri, sehingga harganya tidak terkontrol sampai lima hingga sepuluh kali lipat lebih mahal dari obat generik.
Budi mengatakan obat paten COVID-19 yang beredar dengan merek seperti Avigan, Aviflex dan lainnya memiliki kandungan bahan baku generik Favipiravir. Begitu pula dengan obat generik Oseltamivir yang kini kembali diproduksi dengan nama lain seperti Tamiflu dan lainnya.
Budi meminta kepada seluruh produsen obat untuk menyetarakan harga jual sesuai dengan ketentuan harga yang telah ditetapkan pemerintah mengingat saat ini tingkat permintaan masyarakat yang tinggi di tengah situasi pandemi.
"Saat ini situasinya sedang susah dan rakyat kita juga kurang pendapatannya dan membutuhkan akses yang banyak. Mohon pengertiannya agar obat yang masuk kategori Favipiravir, Oseltamivir atau apapun namanya agar harganya disamakan dulu," katanya.
Ia mengatakan pemerintah sudah menghitung keuntungan dari produsen obat COVID-19 yang relatif besar. "Jadi harusnya mereka mempunyai 'room' yang cukup untuk bisa melakukan harga tersebut," katanya.
Menkes juga meminta seluruh produsen farmasi swasta untuk membantu rakyat yang sedang kesulitan dengan cara menurunkan selisih harga. "Tidak akan rugi, karena kita sudah menghitung harga bahan bakunya," kata Budi.
Baca juga: Pemerintah akan menindak tegas penimbun obat dan alat kesehatan
Baca juga: Penjelasan Susi terkait Ivermectin jadi obat terapi 8 karyawannya
Budi menambahkan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat COVID-19 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 agar obat tetap bisa diakses masyarakat seiring meningkatnya angka positif kasus COVID-19.
Saat ini, kata Budi, kebutuhan obat yang dianggap potensial dan sudah dipakai dalam terapi COVID-19 menjadi tinggi di pasaran. Namun, tingginya kebutuhan obat itu dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha untuk menaikkan harga jual obat kepada masyarakat.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati