Tanjung Selor (ANTARA) - Seorang penyintas COVID-19 di Kalimantan Utara mengakui tentang  gejala "Long COVID Syndrome" (LCS) meski empat bulan sudah dinyatakan sembuh berdasarkan hasil rapid antigen.

"Gejala LCS juga dirasakan suami dan orangtua yang sama-sama penyintas. Jadi kami mengimbau, agar lebih baik pencegahan ketimbang pengobatan COVID-19, mengingat masih banyak warga tak percaya virus ini," kata NP, salah satu penyintas COVID-19 di Tanjung Selor, Selasa.

"Berikhtiar sebisa mungkin jangan terpapar COVID-19 karena setelah sembuh masih ada gejala LCS yang merepotkan," ujar NP, seorang penyintas COVID-19 warga Tanjung Selor Bulungan Kaltara.

NP yang bekerja pada sebuah BUMN itu menuturkan akhir Februari 2021, ia bersama suami dan kedua orangtua dinyatakan positif COVID-19 dan harus isolasi mandiri. Pada pertengahan Maret 2021sudah negatif berdasar hasil rapid antigen.

"Meski sembuh namun kini mudah lelah. Suami biasa olahraga lari bisa tahan beberapa putaran di lapangan, sekarang paling bisa jalan cepat saja atau jogging kecil," katanya.

"Begitu juga saya, cepat  lelah saat melakukan  pekerjaan rumah tangga. Nafas ngos-ngosan seperti lagi kumat bengek," imbuhnya.

Gejala lain, terkadang merasakan seperti tidak enak badan, semacam demam padahal suhu badan normal.

Sedangkan gejala yang dirasakan ibunya adalah cepat lupa.

Baca juga: Dokter: ini gejala "Long COVID" bagi penyintas
Baca juga: Ketua Dewan Pers minta jangan kabur dari pertempuran lawan COVID
Baca juga: Belajar dari wisata vaksin luar negeri, kepariwisataan Indonesia berupaya bangkit

Guna mengatasi gejala tersebut ia dan suami serta orangtuanya suda makan berbagai vitamin, suplemen dan madu namun belum berpengaruh untuk mengembalikan kondisi semula.

Pesan dia, agar warga jangan lagi anggap corona sebagai hoaks, apalagi dirinya sebagai penyintas mengakui adanya gejala "Long COVID sydrome" atau "Post COVID Syndrome" itu.

"Agar warga yang belum terkena terus berikhtiar jangan sampai terpapar virus dengan mematuhi secara disiplin prokes," katanya.


Kelelahan kronik

Sebelumnya dalam berita ANTARA, 
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr dr Agus Dwi Susanto mengatakan kelelahan kronik menjadi salah satu gejala yang dialami penyintas COVID-19 yang terkena fenomena Long COVID.

"Hasil publikasi di Inggris, Amerika Serikat dan China, sebagian besar merasakan kelelahan kronik. Lemah, letih. Di Inggris 60 persen mengalami itu," kata Agus dalam dialog "Mewaspadai Efek Jangka Panjang COVID-19", di Media Center Gedung BPNB yang diakses di Jakarta, belum lama ini.

Selain itu, ia mengatakan mereka juga ada yang mengalami sesak nafas atau nafas berat. Setidaknya 42 persen pasien yang sudan sembuh dari COVID-19 dan mengalami Long COVID merasakan hal itu.

Menurut dia, ada pula yang merasakan nyeri sendi, nyeri otot, bahkan gejala depresi, gejala sakit pada perut, gangguan perasa dan pembau.

Istilah Long COVID, menurut dia, cukup marak akhir-akhir ini dibahas praktisi kesehatan yang sebelumnya sempat pula ramai membahas soal "Post COVID Syndrome".

Long COVID banyak diartikan suatu kondisi atau gejala yang muncul pada pasien yang sembuh dari COVID-19 berdasarkan hasil tes usap yang negatif dan bisa terjadi berminggu-minggu, bahkan mencapai bulanan. Gejala itu, mulai dari kelelahan, sesak nafas, jantung berdebar, nyeri sendi, nyeri otot, bahkan hingga depresi.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Dr dr Isman Firdaus mengatakan pasien yang sembuh dari COVID-19 memang perlu harus dikawal kesehatannya. Kalau masih merasakan capek, maka perlu dipantau apakah fungsi jantungnya masih bagus.

"Di rumah bisa mulai olahraga lagi, jalan kaki, bersepeda ringan, sehingga otot jantung lebih nyaman dalam kondisi olahraga dan otot dilatih. Tentu jika stres tinggi, adrenalin tinggi, maka beban jantung berat," ujar dia.

Ia menyarakan penyintas COVID-19 untuk melakukan pengecekan ke dokter jika memang dalam satu bulan masih merasakan lelah atau capek. "Tapi kalau seminggu atau dua minggu sudah baik kondisinya, olahraga bisa ditingkatkan," katanya.

Sementara dari sisi konsumsi makanan tentu harus yang empat sehat lima sempurna, kata Isman. Porsi sayur dan buah harus lebih banyak ditambah protein dan lain-lain.

"Sebisa mungkin setop merokok karena berbahaya bisa re-COVID," ujar dia.
  

Baca juga: Presiden perpanjang PPKM level 4 mulai 26 Juli hingga 2 Agustus 2021 dengan penyesuaian
Baca juga: Luhut ungkap penyebab tingginya kasus kematian COVID-19
Baca juga: Presiden tinjau fasilitas kesehatan Rumah Oksigen Gotong Royong

Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024