Bogor (ANTARA) - Pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke-6 Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) pada 2022 di Sentul Bogor, 27 Desember 2022 diwarnai keberagaman baju adat dari para pengurus forum di 34 provinsi.
Dilaporkan dari 34 provinsi, juga hadir Kalimantan Utara dengan baju adat dan batik khas dari daerah di ujung Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia bagian timur.
Jika dicermati ada tiga warna yang menonjol dari baju daerah atau batik Kalimantan Utara, yakni warna kuning, biru dan hitam.
Warna tersebut tidak terlepas dari warna kebesaran sakral Kesultanan Bulungan, yakni "Kuning-Biru-Hitam".
Warna ini biasanya melengkapi ornamen atau arsitektur/dekoratif. Warna ini bisa terlihat pada ornamen misalnya pada turap siring Sungai Kayan dan ukiran pada tiang pendopo depan DPRD Bulungan di Lapangan Agatis Tanjung Selor yang didominasi tiga lapis nuansa warna "Kuning-Biru-Hitam". Warna ini juga bisanya terlihat pada batik baju adat dari Kaltara.
Warna ini hakikatnya bentuk dari kearifan lokal, yakni cerminan bhinneka tunggal ika selama ratusan tahun sejak Kesultanan Bulungan berdiri.
Warna "Kuning" mewakili budaya keraton bagi Kesultanan Bulungan. Bulungan selain nama kesultanan di Utara Kalimantan juga nama sebuah suku bangsa yang merupakan asimilasi dari Melayu Brunei dengan Suku Dayak Kayan (berdasarkan hikayat dari perkawinan pengeran Brunei, yakni Datu Mancang dengan putri jelita anak kepala suku Dayak Kayan Asung Luwan. Perkawinan asimilasi ini diikuti oleh para hulubalang pangeran dengan gadis-gadis Dayak Kayan sehingga melahirkan Suku Bangsa Bulungan).
Warna "Biru" mewakili budaya pesisir, di sana ada masyarakat Tidung, dan pendatang dari berbagai suku di Nusantara (Jawa, Bugis/Makassar, Banjar dan lain-lain) termasuk warga Arab, India dan China.
Sedangkan warna "Hitam" mencerminkan suku pedalaman. Suku pedalaman atau Dayak. Dayak di Kaltara terbagi lagi beberapa sub-etnik antara lain Dayak Kayan, Kenyah, Abagak, Lun Dayeh, Berusu dan Punan.
Jadi hakikatnya warna kebesaran Kesultanan Bulungan "Kuning-Biru-Hitam" adalah wujud dari bhinneka tunggal ika, salah satu dari empat pilar kebangsaan.
Pada era Kesultanan Bulungan sangat menghargai semangat keberagaman yang menjadi kekuatan daerah itu dalam membangun daerahnya.
Baca juga: Di Rakornas FKPT, BNPT serahkan sertifikat standar pengamanan objek vital strategis
Baca juga: Di Rakornas FKPT, LPOI-LPOK harap terbitnya Inpres larangan bagi ideologi anti-Pancasila
Baca juga: Baju adat dari 34 provinsi warnai Rakornas FKPT di Bogor
Baju adat di Rakornas FKPT, Ini pesan "local wisdom" dari Kaltara . Tiga warna sakral kebesaran Kesultanan Bulungan Kuning-Biru-Hitam.
"Jadi kami dari Kaltara sangat mengapresiasi dari keputusan Kepala BNPT Bapak Komjen Boy Rafli Amar yang menghadirkan baju daerah bagi setiap FKPT pada Rakornas ke-6 2022 karena kami punya cerita panjang dari warna keberagaman dari atribut budaya sebagai pemetik semangat persatuan dan pembangunan," kata Ketua FKPT Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen usai pembukaan Rakornas ke-6 2022 FKPT di Bogor, awal pekan ini.
"Dari sejarah panjang itu, kami di Kaltara mampu bertahan menghadapi gempuran zaman karena adanya kearifan lokal dalam menjaga semangat
bhinneka tunggal ika,
yang tercermin dari tiga nuansa warna kebesaran sakral Kesultanan, yakni Kuning-Biru-Hitam," katanya.
Oleh sebab itu, langkah BNPT yang menjadikan kearifan lokal sebagai salah satu pilar dalam melawan radikalisme dan terorisme merupakan hal tepat dan strategis.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara yang juga Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT RI, Mayjen TNI Nisan Setiadi, SE dalam laporannya menyebutkan kekuatan "local wisdom" adalah benteng kokoh mampu menjaga dari pengaruh negatif penetrasi budaya asing yang ingin menghancurkan Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa tidak ada satupun agama membenarkan paham kekerasan atau anti kemanusiaan, yang perlu disadari agama dipakai menjadi topeng untuk radikalisme dan terorisme.
Dilaporkan di Bogor, Selasa Rakornas ke-6 itu yang langsung dibuka oleh Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H dimeriahkan dengan warna-warnai berbagai pakaian adat dari Aceh hingga Papua yang mewakili 34 FKPT di seluruh Indonesia.
Pakaian adat Indonesia adalah salah satu kekayaan kebudayaan khas Indonesia yang perlu dilestarikan karena tidak semua negara punya keanekaragaman seperti ini.
Baju adat menjadi ciri khas tiap provinsi. Bahkan setiap provinsi bisa mewakili beberapa etnis yang ragam budaya, tradisi dan baju adat juga berbeda.
Misalnya dari provinsi Kaltara saja mewakili tiga etnis berbeda yang menjadi ciri khas provinsi ke-34 itu, yakni pakaian dari budaya keraton Bulungan, masyarakat pesisir Tidung dan Dayak Kaltara.
Ketua BNPT Boy Rafli Amar yang pada pembukaan Rakornas mengenakan pakaian adat baju Jawa Timur mengatakan bahwa ideologi transnasional dengan paham kekerasan tidak sesuai dengan budaya dan tradisi bangsa Indonesia.
Ia menyebut bahwa Indonesia yang penduduknya 270 juta jiwa tentu di antaranya berpotensi terpapar virus kekerasan namun dengan kearifan lokal dan budi budaya luhur diharapkan mampu ditangkal.
BNPT menyatakan menerapkan skema pentahelix untuk mencegah dan menanggulangi aksi terorisme serta radikalisme.
Konsep pentahelix menggunakan seluruh potensi dalam membentuk kekuatan nasional melawan ideologi radikalisme dan terorisme, yakni unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media.
Dengan keberagaman budaya dari seluruh provinsi diharapkan jadi kekuatan kearifan lokal dalam melawan paham radikalisme dan terorisme itu karena budaya luhur bangsa anti kekerasan.
Baca juga: Telaah - Antara musik dan pemuda, gaya baru tangkal virus radikalisme
Baca juga: Telaah - Cegah radikalisme di ruang pendidikan dan dunia maya
Baca juga: Telaah - Potensi radikalisme pada tahun politik dan pencegahan
Dilaporkan dari 34 provinsi, juga hadir Kalimantan Utara dengan baju adat dan batik khas dari daerah di ujung Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia bagian timur.
Jika dicermati ada tiga warna yang menonjol dari baju daerah atau batik Kalimantan Utara, yakni warna kuning, biru dan hitam.
Warna tersebut tidak terlepas dari warna kebesaran sakral Kesultanan Bulungan, yakni "Kuning-Biru-Hitam".
Warna ini biasanya melengkapi ornamen atau arsitektur/dekoratif. Warna ini bisa terlihat pada ornamen misalnya pada turap siring Sungai Kayan dan ukiran pada tiang pendopo depan DPRD Bulungan di Lapangan Agatis Tanjung Selor yang didominasi tiga lapis nuansa warna "Kuning-Biru-Hitam". Warna ini juga bisanya terlihat pada batik baju adat dari Kaltara.
Warna ini hakikatnya bentuk dari kearifan lokal, yakni cerminan bhinneka tunggal ika selama ratusan tahun sejak Kesultanan Bulungan berdiri.
Warna "Kuning" mewakili budaya keraton bagi Kesultanan Bulungan. Bulungan selain nama kesultanan di Utara Kalimantan juga nama sebuah suku bangsa yang merupakan asimilasi dari Melayu Brunei dengan Suku Dayak Kayan (berdasarkan hikayat dari perkawinan pengeran Brunei, yakni Datu Mancang dengan putri jelita anak kepala suku Dayak Kayan Asung Luwan. Perkawinan asimilasi ini diikuti oleh para hulubalang pangeran dengan gadis-gadis Dayak Kayan sehingga melahirkan Suku Bangsa Bulungan).
Warna "Biru" mewakili budaya pesisir, di sana ada masyarakat Tidung, dan pendatang dari berbagai suku di Nusantara (Jawa, Bugis/Makassar, Banjar dan lain-lain) termasuk warga Arab, India dan China.
Sedangkan warna "Hitam" mencerminkan suku pedalaman. Suku pedalaman atau Dayak. Dayak di Kaltara terbagi lagi beberapa sub-etnik antara lain Dayak Kayan, Kenyah, Abagak, Lun Dayeh, Berusu dan Punan.
Jadi hakikatnya warna kebesaran Kesultanan Bulungan "Kuning-Biru-Hitam" adalah wujud dari bhinneka tunggal ika, salah satu dari empat pilar kebangsaan.
Pada era Kesultanan Bulungan sangat menghargai semangat keberagaman yang menjadi kekuatan daerah itu dalam membangun daerahnya.
Baca juga: Di Rakornas FKPT, BNPT serahkan sertifikat standar pengamanan objek vital strategis
Baca juga: Di Rakornas FKPT, LPOI-LPOK harap terbitnya Inpres larangan bagi ideologi anti-Pancasila
Baca juga: Baju adat dari 34 provinsi warnai Rakornas FKPT di Bogor
"Jadi kami dari Kaltara sangat mengapresiasi dari keputusan Kepala BNPT Bapak Komjen Boy Rafli Amar yang menghadirkan baju daerah bagi setiap FKPT pada Rakornas ke-6 2022 karena kami punya cerita panjang dari warna keberagaman dari atribut budaya sebagai pemetik semangat persatuan dan pembangunan," kata Ketua FKPT Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen usai pembukaan Rakornas ke-6 2022 FKPT di Bogor, awal pekan ini.
"Dari sejarah panjang itu, kami di Kaltara mampu bertahan menghadapi gempuran zaman karena adanya kearifan lokal dalam menjaga semangat
bhinneka tunggal ika,
yang tercermin dari tiga nuansa warna kebesaran sakral Kesultanan, yakni Kuning-Biru-Hitam," katanya.
Oleh sebab itu, langkah BNPT yang menjadikan kearifan lokal sebagai salah satu pilar dalam melawan radikalisme dan terorisme merupakan hal tepat dan strategis.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara yang juga Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT RI, Mayjen TNI Nisan Setiadi, SE dalam laporannya menyebutkan kekuatan "local wisdom" adalah benteng kokoh mampu menjaga dari pengaruh negatif penetrasi budaya asing yang ingin menghancurkan Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa tidak ada satupun agama membenarkan paham kekerasan atau anti kemanusiaan, yang perlu disadari agama dipakai menjadi topeng untuk radikalisme dan terorisme.
Dilaporkan di Bogor, Selasa Rakornas ke-6 itu yang langsung dibuka oleh Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H dimeriahkan dengan warna-warnai berbagai pakaian adat dari Aceh hingga Papua yang mewakili 34 FKPT di seluruh Indonesia.
Pakaian adat Indonesia adalah salah satu kekayaan kebudayaan khas Indonesia yang perlu dilestarikan karena tidak semua negara punya keanekaragaman seperti ini.
Baju adat menjadi ciri khas tiap provinsi. Bahkan setiap provinsi bisa mewakili beberapa etnis yang ragam budaya, tradisi dan baju adat juga berbeda.
Misalnya dari provinsi Kaltara saja mewakili tiga etnis berbeda yang menjadi ciri khas provinsi ke-34 itu, yakni pakaian dari budaya keraton Bulungan, masyarakat pesisir Tidung dan Dayak Kaltara.
Ketua BNPT Boy Rafli Amar yang pada pembukaan Rakornas mengenakan pakaian adat baju Jawa Timur mengatakan bahwa ideologi transnasional dengan paham kekerasan tidak sesuai dengan budaya dan tradisi bangsa Indonesia.
Ia menyebut bahwa Indonesia yang penduduknya 270 juta jiwa tentu di antaranya berpotensi terpapar virus kekerasan namun dengan kearifan lokal dan budi budaya luhur diharapkan mampu ditangkal.
BNPT menyatakan menerapkan skema pentahelix untuk mencegah dan menanggulangi aksi terorisme serta radikalisme.
Konsep pentahelix menggunakan seluruh potensi dalam membentuk kekuatan nasional melawan ideologi radikalisme dan terorisme, yakni unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media.
Dengan keberagaman budaya dari seluruh provinsi diharapkan jadi kekuatan kearifan lokal dalam melawan paham radikalisme dan terorisme itu karena budaya luhur bangsa anti kekerasan.
Baca juga: Telaah - Antara musik dan pemuda, gaya baru tangkal virus radikalisme
Baca juga: Telaah - Cegah radikalisme di ruang pendidikan dan dunia maya
Baca juga: Telaah - Potensi radikalisme pada tahun politik dan pencegahan