Tarakan (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara mendorong sinergitas pencegahan korupsi di sektor pertambangan mineral .
"Pentingnya penerapan regulasi yang mendukung transparansi dan akuntabilitas di sektor pertambangan," kata Staf Ahli Bidang Aparatur, Pelayanan Publik, dan Kemasyarakatan Sekretariat Daerah (Setda) Kalimantan Utara Syahrullah Mursalin.
Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Koordinasi (Rakor) diseminasi panduan pencegahan korupsi berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Para Vendor Pelaku Usaha di Sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di gedung gadis lantai 1 di Tanjung Selor, Bulungan, Selasa.
Syahrullah membuka kegiatan tersebut, menyampaikan rakor tersebut bertujuan memperkuat komitmen bersama dalam mencegah praktik korupsi, memastikan proses perizinan dan operasional usaha berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik di sektor pertambangan.
“Beberapa regulasi penting yang menjadi landasan dalam upaya pencegahan korupsi di sektor ini,” kata Syahrullah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yang mengubah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, menjadi dasar utama untuk lebih memperkuat upaya pencegahan korupsi, terutama di sektor pertambangan.
Selain itu, ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mengatur tentang tata kelola perizinan dan pengawasan dalam kegiatan pertambangan.
Syahrullah menyebutkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 menjadi pedoman teknis bagi pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
“Dengan OSS, kita tidak hanya mempercepat proses perizinan, tetapi juga menciptakan transparansi yang lebih baik, sehingga bisa mengurangi potensi adanya suap atau gratifikasi dalam proses perizinan," katanya.
Pemerintah daerah dan pelaku usaha, harus menjalankan panduan yang diberikan oleh KPK secara disiplin dan konsisten.
"Panduan ini adalah peta jalan untuk menciptakan iklim usaha yang bersih dari praktik korupsi, semua pihak harus berperan aktif mengawasi proses perizinan dan operasional usaha agar berjalan sesuai aturan," ucap Syahrullah.
Selain itu, dia menekankan pentingnya memanfaatkan Whistle Blowing System (WBS), yang memungkinkan siapa saja untuk melaporkan indikasi tindak pidana korupsi secara anonim.
Ia mengajak semua pihak dari kalangan birokrasi maupun pelaku usaha, untuk tidak ragu melaporkan setiap bentuk penyimpangan yang terjadi.
Sistem WBS ini hadir untuk melindungi pelapor dan mendukung pemberantasan korupsi di semua lini.
“Rapat koordinasi ini merupakan upaya Pemprov Kaltara mendukung kebijakan nasional terkait pencegahan korupsi di sektor pertambangan mineral, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dengan tetap menjaga integritas tata kelola sumber daya alam," katanya.
Baca juga: Empat Arahan Sekprov Kaltara, Dari Kunjungan Tim Pencegahan Korupsi KPK hingga Netralitas
Baca juga: Sekprov Tegaskan Peningkatan Tata Kelola BUMD pada Rakor Pencegahan Korupsi Bersama KPK
"Pentingnya penerapan regulasi yang mendukung transparansi dan akuntabilitas di sektor pertambangan," kata Staf Ahli Bidang Aparatur, Pelayanan Publik, dan Kemasyarakatan Sekretariat Daerah (Setda) Kalimantan Utara Syahrullah Mursalin.
Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Koordinasi (Rakor) diseminasi panduan pencegahan korupsi berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Para Vendor Pelaku Usaha di Sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di gedung gadis lantai 1 di Tanjung Selor, Bulungan, Selasa.
Syahrullah membuka kegiatan tersebut, menyampaikan rakor tersebut bertujuan memperkuat komitmen bersama dalam mencegah praktik korupsi, memastikan proses perizinan dan operasional usaha berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik di sektor pertambangan.
“Beberapa regulasi penting yang menjadi landasan dalam upaya pencegahan korupsi di sektor ini,” kata Syahrullah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yang mengubah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, menjadi dasar utama untuk lebih memperkuat upaya pencegahan korupsi, terutama di sektor pertambangan.
Selain itu, ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mengatur tentang tata kelola perizinan dan pengawasan dalam kegiatan pertambangan.
Syahrullah menyebutkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 menjadi pedoman teknis bagi pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
“Dengan OSS, kita tidak hanya mempercepat proses perizinan, tetapi juga menciptakan transparansi yang lebih baik, sehingga bisa mengurangi potensi adanya suap atau gratifikasi dalam proses perizinan," katanya.
Pemerintah daerah dan pelaku usaha, harus menjalankan panduan yang diberikan oleh KPK secara disiplin dan konsisten.
"Panduan ini adalah peta jalan untuk menciptakan iklim usaha yang bersih dari praktik korupsi, semua pihak harus berperan aktif mengawasi proses perizinan dan operasional usaha agar berjalan sesuai aturan," ucap Syahrullah.
Selain itu, dia menekankan pentingnya memanfaatkan Whistle Blowing System (WBS), yang memungkinkan siapa saja untuk melaporkan indikasi tindak pidana korupsi secara anonim.
Ia mengajak semua pihak dari kalangan birokrasi maupun pelaku usaha, untuk tidak ragu melaporkan setiap bentuk penyimpangan yang terjadi.
Sistem WBS ini hadir untuk melindungi pelapor dan mendukung pemberantasan korupsi di semua lini.
“Rapat koordinasi ini merupakan upaya Pemprov Kaltara mendukung kebijakan nasional terkait pencegahan korupsi di sektor pertambangan mineral, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dengan tetap menjaga integritas tata kelola sumber daya alam," katanya.
Baca juga: Empat Arahan Sekprov Kaltara, Dari Kunjungan Tim Pencegahan Korupsi KPK hingga Netralitas
Baca juga: Sekprov Tegaskan Peningkatan Tata Kelola BUMD pada Rakor Pencegahan Korupsi Bersama KPK