Nunukan (Antaranews-Kaltara) - Angkutan kota (angkot) yang parkir hingga badan jalan di depan Pelabuhan Tunon Taka diakui semrawut oleh Organda (organisasi angkutan darat) Kabupaten Nunukan, Kaltara.
Ketua Organda Kabupaten Nunukan, Haji Laodinh di Nunukan, Sabtu malam membenarkan, suasana depan Pelabuhan Tunon Taka sangat tidak tertib karena angkot tidak memiliki lahan parkir.
Kejadian seperti ini berlangsung setiap hari ketika ada kapal tiba dan berangkat di Pelabuha Tunon Taka.
Hal ini sulit dihindari akibat tidak adanya lokasi perparkiran kendaraan yang layak sehingga terpaksa memarkir kendaraan hingga ke badan jalan.
Haji Laoding juga meyandari kesemrawutan angkot ditambah sepeda motor di depan pelabuhan itu sangat mengganggu pengguna jalan lainnya.
Ia menginginkan, Pemkab Nunukan menyediakan lahan parkir di sekitar Pelabuhan Tunon Taka sekaligus dapat menarik retribusi.
Jika tidak ada lahan yang layak, maka langkah awal dibutuhkan marka di depan pelabuhan itu untuk posisi parkir angkot.
Agar sopir angkot tidak seenaknya memarkir kendaraannya di badan jalan, terang Haji Laoding.
Menyinggung soal perparkiran PT Pelindo dalam area pelabuhan dapat dimanfaatkan bagi angkot, dia katakan, sangat susah karena retribusinya sangat mahal.
Retribusi yang diberlakukan PT Pelindo Cabang IV Nunukan bagi kendaraan sebesar Rp3.000 per jam.
Beban biaya parkir inilah yang menyebabkan angkot tidak masuk area pelabuhan apabila tidak ada penumpang yang jelas untuk diangkut.
"Biaya retribusi yang harus dibayar sopir angkot apabila parkir dalam area pelabuhan terlalu mahal. Jadi sopir berpikir untuk parkir dalam area pelabuhan," beber dia.
Ketua Organda Kabupaten Nunukan, Haji Laodinh di Nunukan, Sabtu malam membenarkan, suasana depan Pelabuhan Tunon Taka sangat tidak tertib karena angkot tidak memiliki lahan parkir.
Kejadian seperti ini berlangsung setiap hari ketika ada kapal tiba dan berangkat di Pelabuha Tunon Taka.
Hal ini sulit dihindari akibat tidak adanya lokasi perparkiran kendaraan yang layak sehingga terpaksa memarkir kendaraan hingga ke badan jalan.
Haji Laoding juga meyandari kesemrawutan angkot ditambah sepeda motor di depan pelabuhan itu sangat mengganggu pengguna jalan lainnya.
Ia menginginkan, Pemkab Nunukan menyediakan lahan parkir di sekitar Pelabuhan Tunon Taka sekaligus dapat menarik retribusi.
Jika tidak ada lahan yang layak, maka langkah awal dibutuhkan marka di depan pelabuhan itu untuk posisi parkir angkot.
Agar sopir angkot tidak seenaknya memarkir kendaraannya di badan jalan, terang Haji Laoding.
Menyinggung soal perparkiran PT Pelindo dalam area pelabuhan dapat dimanfaatkan bagi angkot, dia katakan, sangat susah karena retribusinya sangat mahal.
Retribusi yang diberlakukan PT Pelindo Cabang IV Nunukan bagi kendaraan sebesar Rp3.000 per jam.
Beban biaya parkir inilah yang menyebabkan angkot tidak masuk area pelabuhan apabila tidak ada penumpang yang jelas untuk diangkut.
"Biaya retribusi yang harus dibayar sopir angkot apabila parkir dalam area pelabuhan terlalu mahal. Jadi sopir berpikir untuk parkir dalam area pelabuhan," beber dia.