Jakarta (ANTARA) - Di media sosial, baru-baru ini viral klaim soal akan kemunculan "dukhan" (kabut), suara dasyat dan benda dari langit menghantam bumi pada 15 Ramadan 1441 H yang jatuh pada Jumat 8 Mei 2020.
Peneliti Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Abdul Rachman menanggapi hal itu dalam kajian mengenai meteor jatuh dan bencana di Bumi lewat siaran langsung dari Bern, Swiss, Minggu malam (3/5).
ia menjelaskan bahwa asteroid bergerak mendekati Bumi karena mereka bergerak sesuai orbitnya dan tidak berarti akan menabrak Bumi.
"Sekali lagi, kita tidak perlu terlalu khawatir, apalagi dikaitkan dengan tanggal 15 Ramadhan, dari segi dalil agama tidak ada dan dari segi sains tidak ada (asteroid) yang mendekat. Tapi, kembalikan semuanya kepada Allah, karena kita bisa mati kapan saja," kata Abdul Rachman.
Baca juga: Soal dukhan, MUI: kiamat hanya Allah yang tahu
Ia menjelaskan asteroid bisa bergerak mendekat atau menjauh dari Bumi. Asteroid bisa bergerak hingga berjarak 10 juta kilometer dari Bumi, tetapi tidak berarti akan menabrak.
"Tidak perlu khawatir, semakin lama pengamatan keantariksaan semakin teliti. Dari 1999 hingga 2018 jumlah asteroid semakin meningkat yang bisa kita amati, sehingga antisipasi kita lakukan setelah bisa diamati. Jadi jangan khawatirkan pada tanggal tertentu akan terjadi sesuatu," katanya.
Menurut tabel data NEO Earth Close Approaches, ada lima asteroid (2009 XO, 2020 JE, 2020 JF, 2020 HM4, 2016 HP6) yang mendekat ke arah Bumi pada 7 Mei 2020. Selanjutnya ada satu asteroid (2020 HB6) yang mendekati Bumi pada 8 Mei, dan asteroid 2020 HC6 bergerak mendekati Bumi pada 9 Mei 2020.
Asteroid-asteroid itu diklasifikasikan sebagai asteroid apollo yang diameternya 16 meter hingga 470 meter.
Perhimpunan Kebudayaan Islam Indonesia (Indonesische Islamicher Kultur Verein/IIKV) di Bern, Swiss, membuat kajian khusus menyikapi kabar mengenai dukhan pada Ramadhan tahun ini setelah muncul pesan berantai dan pemberitaan mengenai asteroid yang mendekat ke Bumi pada 15 Ramadhan 1441 Hijriah yang dikaitkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Nu'aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan tentang suara keras di pertengahan Ramadhan pada malam Jumat serta Al Quran Surah Ad Dukhan.
Baca juga:
Asteroid Apollo akan melintas di dekat Bumi pada 8 Mei
Ilmuwan uji sistem peringatan saat asteroid lewati Bumi
Penjelasan MUI
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengatakan fenomena dukhan (bahasa Arab: kabut/asap tebal) sebagai petanda hari akhir yang disebut-sebut pada 15 Ramadhan Hijriah, Jumat (8/5), sejatinya tidak dapat dibenarkan karena waktu pasti kiamat hanya Allah SWT yang tahu.
"Menurut saya, yang tahu kapan kiamat itu akan tiba hanya Tuhan saja yang tahu. Nabi MuhammadSAW pun yang dicintai dan disayangi oleh Allah SWT tidak dikasih tahu oleh-Nya," kata Buya Anwar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Secara substansial, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengajak umat Islam dan masyarakat untuk selalu mempersiapkan diri dengan amalan baik. Sehingga kapanpun kiamat itu terjadi akan siap karena tidak ada petunjuk tanggal pasti hari akhir.
Umat Islam, kata dia, selalu mengimani jika kiamat memiliki dua jenis yaitu kiamat kecil dan kiamat besar. Kiamat besar adalah hari akhir sesungguhnya, sementara kiamat kecil itu sebagaimana kematian dari masing-masing individu manusia.
"Oleh karena itu, yang penting bagi kita lakukan adalah bagaimana kita bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kiamat kecil yaitu kematian dari diri kita masing-masing," katanya.
Maka dari itu, Anwar mengajak umat dan masyarakat untuk tidak panik dengan viralnya soal dukhan serta terus fokus dengan perbaikan diri dan melakukan segala urusan secara seimbang.
"Kiamat itu urusan Allah dan bukan urusan kita. Jadi mari kita urusi apa yang menjadi tugas kita dan jangan kita urusi apa yang menjadi urusan Allah," katanya.
Adapun kabar mengenai dukhansebagai salah satu tanda akan datangnya hari akhir, yang belakangan viral di media sosial. Sejumlah ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang dukhan.
Pertama, sebagian menyebut itu sebagai salah satu tanda hari kiamat yang belum terjadi.
Kedua, dukhan adalah khayalan yang menimpa kaum Quraisy ketika mereka mengalami kelaparan ekstrem atas doa Nabi SAW.
Ketiga, dukhan adalah debu yang mengepul di hari kemenangan kaum Muslimin atas kota Mekkah sehingga materi kecil itu menutupi langit.
Sementara itu, ada anggapan umum terdapatnya hadis Nabi SAW bahwa dukhan merupakan kabut asap yang gelap, tebal, tidak ada oksigen dan panas sehingga memicu bumi gelap gulita yang erat kaitan dengan tanda datangnya hari kiamat.
Sejumlah ulama berpendapat hadis tersebut tidak memiliki riwayat perawi yang baik dan secara substansi tidak tepat sehingga kebenarannya disangsikan.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga menyebut asteorid yang akan melintasi bumi pada Jumat (8/) berkategori aman dan tidak membahayakan bumi. Dengan begitu, hal itu tidak dapat dikaitkan dengan kebenaran informasi dukhan terjadi pada 15 Ramadhan 1441 Hijriah.
Baca juga:Peneliti LAPAN: Asteroid mendekat bukan berarti akan menabrak Bumi
Baca juga:Asteroid lebih tinggi dari Menara Big Ben dekati bumi tidak berbahaya
Peneliti Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Abdul Rachman menanggapi hal itu dalam kajian mengenai meteor jatuh dan bencana di Bumi lewat siaran langsung dari Bern, Swiss, Minggu malam (3/5).
ia menjelaskan bahwa asteroid bergerak mendekati Bumi karena mereka bergerak sesuai orbitnya dan tidak berarti akan menabrak Bumi.
"Sekali lagi, kita tidak perlu terlalu khawatir, apalagi dikaitkan dengan tanggal 15 Ramadhan, dari segi dalil agama tidak ada dan dari segi sains tidak ada (asteroid) yang mendekat. Tapi, kembalikan semuanya kepada Allah, karena kita bisa mati kapan saja," kata Abdul Rachman.
Baca juga: Soal dukhan, MUI: kiamat hanya Allah yang tahu
Ia menjelaskan asteroid bisa bergerak mendekat atau menjauh dari Bumi. Asteroid bisa bergerak hingga berjarak 10 juta kilometer dari Bumi, tetapi tidak berarti akan menabrak.
"Tidak perlu khawatir, semakin lama pengamatan keantariksaan semakin teliti. Dari 1999 hingga 2018 jumlah asteroid semakin meningkat yang bisa kita amati, sehingga antisipasi kita lakukan setelah bisa diamati. Jadi jangan khawatirkan pada tanggal tertentu akan terjadi sesuatu," katanya.
Menurut tabel data NEO Earth Close Approaches, ada lima asteroid (2009 XO, 2020 JE, 2020 JF, 2020 HM4, 2016 HP6) yang mendekat ke arah Bumi pada 7 Mei 2020. Selanjutnya ada satu asteroid (2020 HB6) yang mendekati Bumi pada 8 Mei, dan asteroid 2020 HC6 bergerak mendekati Bumi pada 9 Mei 2020.
Asteroid-asteroid itu diklasifikasikan sebagai asteroid apollo yang diameternya 16 meter hingga 470 meter.
Perhimpunan Kebudayaan Islam Indonesia (Indonesische Islamicher Kultur Verein/IIKV) di Bern, Swiss, membuat kajian khusus menyikapi kabar mengenai dukhan pada Ramadhan tahun ini setelah muncul pesan berantai dan pemberitaan mengenai asteroid yang mendekat ke Bumi pada 15 Ramadhan 1441 Hijriah yang dikaitkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Nu'aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan tentang suara keras di pertengahan Ramadhan pada malam Jumat serta Al Quran Surah Ad Dukhan.
Baca juga:
Asteroid Apollo akan melintas di dekat Bumi pada 8 Mei
Ilmuwan uji sistem peringatan saat asteroid lewati Bumi
Penjelasan MUI
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengatakan fenomena dukhan (bahasa Arab: kabut/asap tebal) sebagai petanda hari akhir yang disebut-sebut pada 15 Ramadhan Hijriah, Jumat (8/5), sejatinya tidak dapat dibenarkan karena waktu pasti kiamat hanya Allah SWT yang tahu.
"Menurut saya, yang tahu kapan kiamat itu akan tiba hanya Tuhan saja yang tahu. Nabi MuhammadSAW pun yang dicintai dan disayangi oleh Allah SWT tidak dikasih tahu oleh-Nya," kata Buya Anwar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Secara substansial, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengajak umat Islam dan masyarakat untuk selalu mempersiapkan diri dengan amalan baik. Sehingga kapanpun kiamat itu terjadi akan siap karena tidak ada petunjuk tanggal pasti hari akhir.
Umat Islam, kata dia, selalu mengimani jika kiamat memiliki dua jenis yaitu kiamat kecil dan kiamat besar. Kiamat besar adalah hari akhir sesungguhnya, sementara kiamat kecil itu sebagaimana kematian dari masing-masing individu manusia.
"Oleh karena itu, yang penting bagi kita lakukan adalah bagaimana kita bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kiamat kecil yaitu kematian dari diri kita masing-masing," katanya.
Maka dari itu, Anwar mengajak umat dan masyarakat untuk tidak panik dengan viralnya soal dukhan serta terus fokus dengan perbaikan diri dan melakukan segala urusan secara seimbang.
"Kiamat itu urusan Allah dan bukan urusan kita. Jadi mari kita urusi apa yang menjadi tugas kita dan jangan kita urusi apa yang menjadi urusan Allah," katanya.
Adapun kabar mengenai dukhansebagai salah satu tanda akan datangnya hari akhir, yang belakangan viral di media sosial. Sejumlah ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang dukhan.
Pertama, sebagian menyebut itu sebagai salah satu tanda hari kiamat yang belum terjadi.
Kedua, dukhan adalah khayalan yang menimpa kaum Quraisy ketika mereka mengalami kelaparan ekstrem atas doa Nabi SAW.
Ketiga, dukhan adalah debu yang mengepul di hari kemenangan kaum Muslimin atas kota Mekkah sehingga materi kecil itu menutupi langit.
Sementara itu, ada anggapan umum terdapatnya hadis Nabi SAW bahwa dukhan merupakan kabut asap yang gelap, tebal, tidak ada oksigen dan panas sehingga memicu bumi gelap gulita yang erat kaitan dengan tanda datangnya hari kiamat.
Sejumlah ulama berpendapat hadis tersebut tidak memiliki riwayat perawi yang baik dan secara substansi tidak tepat sehingga kebenarannya disangsikan.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga menyebut asteorid yang akan melintasi bumi pada Jumat (8/) berkategori aman dan tidak membahayakan bumi. Dengan begitu, hal itu tidak dapat dikaitkan dengan kebenaran informasi dukhan terjadi pada 15 Ramadhan 1441 Hijriah.
Baca juga:Peneliti LAPAN: Asteroid mendekat bukan berarti akan menabrak Bumi
Baca juga:Asteroid lebih tinggi dari Menara Big Ben dekati bumi tidak berbahaya
Pewarta: Virna P Setyorini dan Anom Prihantoro