Nunukan (ANTARA) - Kasus gizi buruk terhadap anak balita (bawah lima tahun) di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara terus mengalami penurunan dalam hitungan persentase tetapi masih masuk lokus "stunting" di Indonesia. Dibandingkan pendataan 2018 jumlahnya masih berkisar 27 persen dari 9.000-an angka kelahiran tersisa 26 persen pada 2019.
Data yang diperoleh berbasis puskesmas ini, penderita gizi buruk di daerah itu dinilai efektif dari tindakan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan setiap tahunnya. Meskipun persentase penurunannya tidak signifikan tetapi telah cukup menggembirakan karena berhasil diturunkan, ujar Kepala Seksi Gizi Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, Selamat, SKM di Nunukan, Senin, 6 Juli 2020.
Tindakan yang dilakukan selama ini dengan mengedukasi masyarakat khususnya ibu hamil agar rutin memeriksakan kandungannya di puskesmas terdekat sekaligus memberikan asupan gizi yang dibutuhkan. "Cukup menggembirakan karena kita berhasil menurunkan angka stunting setiap tahunnya walaupun cuma satu digit saja," ujar dia di ruang kerjanya.
Ia menjelaskan, Pemerintah telah menetapkan standar bagi kabupaten/kota yang bermasalah terkait kasus "stunting" yakni persentasenya masih berada di atas 20 persen. Sementara Kabupaten Nunukan kasus gizi buruk ini masih berada pada 26 persen per 2019. Pada 2018, kasus "stunting" di daerah itu sebanyak 27 persen dan 2017 pada kisaran 28 persen.
Kasus "stunting" terjadi terhadap ibu hamil dan anak balita disebabkan oleh banyak faktor. Secara garis besarnya yang dijadikan indikator adalah konsumsi dan infeksi. Meskipun faktor lain seperti letak geografis wilayah dan kesibukan orangtuanya yang dapat mengurangi kepedulian terhadap kebutuhan gizi bagi anaknya setiap hari.
Berdasarkan data cakupan kasus "stunting" pada 2019, persentase tertinggi di Puskesmas Sanur Kecamatan Tulin Onsoi (52 persen) dari 107 balita, Puskesmas Binter Kecamatan Lumbis Ogong (50 persen) dari 395 anak dan Puskesmas Tanjung Harapan Kecamatan Sembakung Atulai (49 persen) dari 71 balita. Ketiga puskesmas ini berada pada wilayah yang sangat terpencil.
Selamat menyatakan, kondisi geografis juga dapat mempengaruhi kurangnya kebutuhan gizi karena sulitnya mendapatkan asupan lain dari hasil alam di daerah itu. Namun, faktor kesibukan orangtua khususnya ibu menjadi penyebab lain yang patut menjadi perhatian agar tidak mengabaikan makanan anak-anaknya.
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Nunukan melalui Bidang Kesehatan Masyarakat adalah pemberian asupan gizi bagi setiap ibu hamil dan anak baru lahir hingga berusia 1.000 hari.
Data yang diperoleh berbasis puskesmas ini, penderita gizi buruk di daerah itu dinilai efektif dari tindakan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan setiap tahunnya. Meskipun persentase penurunannya tidak signifikan tetapi telah cukup menggembirakan karena berhasil diturunkan, ujar Kepala Seksi Gizi Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, Selamat, SKM di Nunukan, Senin, 6 Juli 2020.
Tindakan yang dilakukan selama ini dengan mengedukasi masyarakat khususnya ibu hamil agar rutin memeriksakan kandungannya di puskesmas terdekat sekaligus memberikan asupan gizi yang dibutuhkan. "Cukup menggembirakan karena kita berhasil menurunkan angka stunting setiap tahunnya walaupun cuma satu digit saja," ujar dia di ruang kerjanya.
Ia menjelaskan, Pemerintah telah menetapkan standar bagi kabupaten/kota yang bermasalah terkait kasus "stunting" yakni persentasenya masih berada di atas 20 persen. Sementara Kabupaten Nunukan kasus gizi buruk ini masih berada pada 26 persen per 2019. Pada 2018, kasus "stunting" di daerah itu sebanyak 27 persen dan 2017 pada kisaran 28 persen.
Kasus "stunting" terjadi terhadap ibu hamil dan anak balita disebabkan oleh banyak faktor. Secara garis besarnya yang dijadikan indikator adalah konsumsi dan infeksi. Meskipun faktor lain seperti letak geografis wilayah dan kesibukan orangtuanya yang dapat mengurangi kepedulian terhadap kebutuhan gizi bagi anaknya setiap hari.
Berdasarkan data cakupan kasus "stunting" pada 2019, persentase tertinggi di Puskesmas Sanur Kecamatan Tulin Onsoi (52 persen) dari 107 balita, Puskesmas Binter Kecamatan Lumbis Ogong (50 persen) dari 395 anak dan Puskesmas Tanjung Harapan Kecamatan Sembakung Atulai (49 persen) dari 71 balita. Ketiga puskesmas ini berada pada wilayah yang sangat terpencil.
Selamat menyatakan, kondisi geografis juga dapat mempengaruhi kurangnya kebutuhan gizi karena sulitnya mendapatkan asupan lain dari hasil alam di daerah itu. Namun, faktor kesibukan orangtua khususnya ibu menjadi penyebab lain yang patut menjadi perhatian agar tidak mengabaikan makanan anak-anaknya.
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Nunukan melalui Bidang Kesehatan Masyarakat adalah pemberian asupan gizi bagi setiap ibu hamil dan anak baru lahir hingga berusia 1.000 hari.