Bandung (ANTARA) - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (Jabar) sekaligus Gubernur Jabar M Ridwan Kamil mengatakan dirinya dan para pimpinan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jabar siap menjadi relawan uji klinis vaksin COVID-19 produksi Sinovac, China.
"Kami para pimpinan sedang merumuskan, jika tidak ada halangan dari unsur kesehatan pribadi, maka saya dan Forkopimda akan menjadi relawan untuk pengetesan vaksin (COVID-19)," kata Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil dalam konferensi pers di Makodam III/Siliwangi, Kota Bandung, Senin.
Menurut Kang Emil, inisiatif pimpinan di Jabar ini akan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan menambah keyakinan bahwa uji vaksin yang dilakukan oleh BUMN PT Bio Farma akan berjalan dengan lancar.
"Kalau pimpinannya juga melakukan (jadi relawan vaksin COVID-19), Insyaallah rakyatnya juga akan meyakini proses (uji klinis) vaksin ini berjalan dengan lancar," kata Kang Emil.
Baca juga: Komite Etik setujui uji klinis tahap tiga vaksin China
Baca juga: Menanti kabar gembira uji klinis Vaksin Sinovac di Indonesia
Dirinya melaporkan hingga kini pendaftaran relawan vaksin sudah mencapai 500 orang dari total 1.600 orang yang dibutuhkan. Untuk itu, Kang Emil terus mengajak warga di usia 20 tahun hingga 59 tahun untuk turut serta menjadi relawan uji klinis vaksin COVID-19.
"Untuk (relawan) vaksin sudah ada pendaftar, sekitar 500-an orang, kita butuh 1.100 lagi. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada mereka yang usianya sesuai kriteria dan mau, untuk menjadi relawan," ucap Kang Emil.
Adapun proses uji klinis vaksin COVID-19 Sinovac fase 3 ini akan berjalan selama enam bulan atau hingga akhir 2020. Jika berjalan lancar, rencananya vaksin Sinovac akan mendapat izin edar dan diproduksi massal di awal 2021.
Jaga jarak
Sambil menunggu tahapan uji klinis tersebut, Kang Emil meminta masyarakat untuk terus mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun demi memutus rantai penularan COVID-19.
"Perjalanan (mengatasi pandemi) masih panjang karena pengetesan vaksin ini akan berlangsung sampai akhir tahun. Sambil menunggu enam bulan itu tiba, maka pengetesan dan kedisiplinan memakai masker adalah cara untuk mengurangi persebaran (COVID-19)," kata Kang Emil.
Terkait penerapan sanksi bagi warga Jabar yang tidak menggunakan masker di ruang publik, Kang Emil berujar, denda akan mulai diberlakukan pekan ini.
Dirinya mengatakan bahwa sebelum denda diterapkan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan membagikan masker.
"Satu pekan terakhir sudah peneguran juga pemberian masker. Maka pekan ini pendendaan sudah akan dimulai dan akan dilakukan oleh Satpol PP dibantu Kepolisian dan TNI," ujar Kang Emil.
Dalam konferensi pers tersebut, Kang Emil juga menyampaikan kabar baik bahwa tingkat kesembuhan di Jabar terus meningkat, bahkan melebihi angka positif aktif.
Tercatat hingga Senin ini, pukul 08:41 WIB, 3.992 orang telah dinyatakan sembuh, sementara jumlah positif aktif yaitu 2.435 orang. Jumlah kesembuhan di salah satu institusi pendidikan kenegaraan di Kota Bandung pun sudah mencapai lebih dari 1.000 orang dari total kasus positif sebanyak 1.200 orang.
"Angka kesembuhan sekarang lebih tinggi dibandingkan yang (kasus) positif aktif. Yang sembuh 3.992 (orang), sementara yang aktif 2.435 (orang). Ini untuk menyemangati bahwa jumlah yang sembuh di Jawa Barat sudah jauh lebih tinggi dibanding yang sakit," tutur Kang Emil.
Pengetesan agresif
Sementara itu, angka reproduksi efektif (Rt) COVID-19 di Jabar meningkat di angka 1,05 selama sepekan terakhir. Hal itu, kata Kang Emil, merujuk pengetesan masif yang terus dilakukan Gugus Tugas Jabar. Meski begitu, pihaknya berupaya menekan angka Rt hingga di bawah satu.
Menyoal uji usap (swab test) metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Kang Emil menjelaskan, sudah lebih dari 160 ribu pengetesan metode PCR dilakukan di Jabar, termasuk di beberapa institusi pendidikan kenegaraan.
"Total swab test kita ini terbanyak di luar DKI Jakarta. Gabungan antara tes yang dilakukan Gugus Tugas (Jabar) dan TNI yaitu sekitar 160 ribuan. Jadi kalau diperbandingkan terhadap provinsi-provinsi lain, maka pengetesan usap Jawa Barat adalah terbanyak dari seluruh provinsi," ujar Kang Emil.
Kang Emil menambahkan bahwa pihaknya saat ini fokus pada pengetesan agresif di perkantoran-perkantoran setelah ditemukan sejumlah kasus positif COVID-19.
"Kita terus melakukan aggressive testing, khususnya di perkantoran pemerintahan. Perintah agresivitas tes inilah yang menemukan keterpaparan kasus di banyak tempat, ada di Gedung Sate, ada di DPRD, ada di Kejaksaan," tutur Kang Emil.
Gugus Tugas Jabar pun merekomendasikan kepada instansi perkantoran untuk menerapkan work from home (WFH). Menurut Kang Emil, keterpaparan di perkantoran terjadi karena kurangnya ventilasi di ruangan, termasuk ruangan ber-AC, sehingga menjadi area yang mudah ditulari COVID-19.
"Work from home menjadi rekomendasi kami. Karena dari kasus di perkantoran, mengindikasikan agar kantor-kantor rajin membuka jendela," kata Kang Emil.
Kasus keterpaparan di perkantoran, lanjut Kang Emil, menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Pasalnya, menurut Kang Emil, keterpaparan di perkantoran belum tentu murni terjadi di perkantoran (penularan internal), namun bisa disebabkan oleh perilaku karyawan yang tidak terkontrol saat berkegiatan di luar kantor (eksternal).
"Belum tentu COVID-19 itu ada di kantornya, (penularan) ini bisa saja karena perilaku dari karyawan atau staf yang sepulang kantor melakukan kegiatan yang tidak terkontrol (di luar kantor)," ujar Kang Emil.*
Baca juga: Selain China, Indonesia kembangkan vaksin COVID-19 bersama Korsel
Baca juga: Relawan uji coba tahap tiga Vaksin Sinovac China dilindungi asuransi
"Kami para pimpinan sedang merumuskan, jika tidak ada halangan dari unsur kesehatan pribadi, maka saya dan Forkopimda akan menjadi relawan untuk pengetesan vaksin (COVID-19)," kata Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil dalam konferensi pers di Makodam III/Siliwangi, Kota Bandung, Senin.
Menurut Kang Emil, inisiatif pimpinan di Jabar ini akan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan menambah keyakinan bahwa uji vaksin yang dilakukan oleh BUMN PT Bio Farma akan berjalan dengan lancar.
"Kalau pimpinannya juga melakukan (jadi relawan vaksin COVID-19), Insyaallah rakyatnya juga akan meyakini proses (uji klinis) vaksin ini berjalan dengan lancar," kata Kang Emil.
Baca juga: Komite Etik setujui uji klinis tahap tiga vaksin China
Baca juga: Menanti kabar gembira uji klinis Vaksin Sinovac di Indonesia
Dirinya melaporkan hingga kini pendaftaran relawan vaksin sudah mencapai 500 orang dari total 1.600 orang yang dibutuhkan. Untuk itu, Kang Emil terus mengajak warga di usia 20 tahun hingga 59 tahun untuk turut serta menjadi relawan uji klinis vaksin COVID-19.
"Untuk (relawan) vaksin sudah ada pendaftar, sekitar 500-an orang, kita butuh 1.100 lagi. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada mereka yang usianya sesuai kriteria dan mau, untuk menjadi relawan," ucap Kang Emil.
Adapun proses uji klinis vaksin COVID-19 Sinovac fase 3 ini akan berjalan selama enam bulan atau hingga akhir 2020. Jika berjalan lancar, rencananya vaksin Sinovac akan mendapat izin edar dan diproduksi massal di awal 2021.
Jaga jarak
Sambil menunggu tahapan uji klinis tersebut, Kang Emil meminta masyarakat untuk terus mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun demi memutus rantai penularan COVID-19.
"Perjalanan (mengatasi pandemi) masih panjang karena pengetesan vaksin ini akan berlangsung sampai akhir tahun. Sambil menunggu enam bulan itu tiba, maka pengetesan dan kedisiplinan memakai masker adalah cara untuk mengurangi persebaran (COVID-19)," kata Kang Emil.
Terkait penerapan sanksi bagi warga Jabar yang tidak menggunakan masker di ruang publik, Kang Emil berujar, denda akan mulai diberlakukan pekan ini.
Dirinya mengatakan bahwa sebelum denda diterapkan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan membagikan masker.
"Satu pekan terakhir sudah peneguran juga pemberian masker. Maka pekan ini pendendaan sudah akan dimulai dan akan dilakukan oleh Satpol PP dibantu Kepolisian dan TNI," ujar Kang Emil.
Dalam konferensi pers tersebut, Kang Emil juga menyampaikan kabar baik bahwa tingkat kesembuhan di Jabar terus meningkat, bahkan melebihi angka positif aktif.
Tercatat hingga Senin ini, pukul 08:41 WIB, 3.992 orang telah dinyatakan sembuh, sementara jumlah positif aktif yaitu 2.435 orang. Jumlah kesembuhan di salah satu institusi pendidikan kenegaraan di Kota Bandung pun sudah mencapai lebih dari 1.000 orang dari total kasus positif sebanyak 1.200 orang.
"Angka kesembuhan sekarang lebih tinggi dibandingkan yang (kasus) positif aktif. Yang sembuh 3.992 (orang), sementara yang aktif 2.435 (orang). Ini untuk menyemangati bahwa jumlah yang sembuh di Jawa Barat sudah jauh lebih tinggi dibanding yang sakit," tutur Kang Emil.
Pengetesan agresif
Sementara itu, angka reproduksi efektif (Rt) COVID-19 di Jabar meningkat di angka 1,05 selama sepekan terakhir. Hal itu, kata Kang Emil, merujuk pengetesan masif yang terus dilakukan Gugus Tugas Jabar. Meski begitu, pihaknya berupaya menekan angka Rt hingga di bawah satu.
Menyoal uji usap (swab test) metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Kang Emil menjelaskan, sudah lebih dari 160 ribu pengetesan metode PCR dilakukan di Jabar, termasuk di beberapa institusi pendidikan kenegaraan.
"Total swab test kita ini terbanyak di luar DKI Jakarta. Gabungan antara tes yang dilakukan Gugus Tugas (Jabar) dan TNI yaitu sekitar 160 ribuan. Jadi kalau diperbandingkan terhadap provinsi-provinsi lain, maka pengetesan usap Jawa Barat adalah terbanyak dari seluruh provinsi," ujar Kang Emil.
Kang Emil menambahkan bahwa pihaknya saat ini fokus pada pengetesan agresif di perkantoran-perkantoran setelah ditemukan sejumlah kasus positif COVID-19.
"Kita terus melakukan aggressive testing, khususnya di perkantoran pemerintahan. Perintah agresivitas tes inilah yang menemukan keterpaparan kasus di banyak tempat, ada di Gedung Sate, ada di DPRD, ada di Kejaksaan," tutur Kang Emil.
Gugus Tugas Jabar pun merekomendasikan kepada instansi perkantoran untuk menerapkan work from home (WFH). Menurut Kang Emil, keterpaparan di perkantoran terjadi karena kurangnya ventilasi di ruangan, termasuk ruangan ber-AC, sehingga menjadi area yang mudah ditulari COVID-19.
"Work from home menjadi rekomendasi kami. Karena dari kasus di perkantoran, mengindikasikan agar kantor-kantor rajin membuka jendela," kata Kang Emil.
Kasus keterpaparan di perkantoran, lanjut Kang Emil, menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Pasalnya, menurut Kang Emil, keterpaparan di perkantoran belum tentu murni terjadi di perkantoran (penularan internal), namun bisa disebabkan oleh perilaku karyawan yang tidak terkontrol saat berkegiatan di luar kantor (eksternal).
"Belum tentu COVID-19 itu ada di kantornya, (penularan) ini bisa saja karena perilaku dari karyawan atau staf yang sepulang kantor melakukan kegiatan yang tidak terkontrol (di luar kantor)," ujar Kang Emil.*
Baca juga: Selain China, Indonesia kembangkan vaksin COVID-19 bersama Korsel
Baca juga: Relawan uji coba tahap tiga Vaksin Sinovac China dilindungi asuransi
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS