Tanjung Selor (ANTARA) - Penceramah diharapkan mampu mengikuti perkembangan teknologi digital agar lebih aktif hadir dalam deradikalisasi melalui dunia maya atau media sosial.
"Penceramah memiliki peran penting dalam deradikalisasi tidak hanya pada acara tatap muka namun di dunia maya atau media sosial," kata Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen di Tanjung Selor, Senin (26/10/2020).
Hal itu disampaikan saat jadi pembicara dalam acara "Penguatan Kompetensi Penceramah Agama di Kanwil Agama Kalimantan Utara 2020" untuk Kabupaten Bulungan di Hotel Luminor Tanjung Selor.
Iskandar yang juga Kepala Biro Perum LKBN Antara Kaltara itu menyebutkan fenomena transformasi teknologi dan digital banyak dimanfaatkan untuk menyebar radikalisme.
Namun, sayangnya jika diamati di medsos belum berimbang antara postingan radikalisme dengan deradikalisasi.
"Seperti kita ketahui bahwa strategi dari kelompok radikalisme untuk mempengaruhi orang adalah menggunakan diksi membenci melalui hadist-hadist palsu," kata Iskandar yang juga Ketua PWI Kaltara itu.
Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen
Persoalannya, orang awan cenderung mudah dipengaruhi jika dikaitkan atas nama agama, apalagi ada dasar hukumnya (hadist palsu).
"Orang awam tentu sulit membedakan hadist shahih atau palsu, di sini penceramah sangat berperan untuk memberikan pencerahan ajaran Islam yang benar," imbuhnya.
Baca juga: Peranan strategis perempuan dalam deradikalisasi
Baca juga: Kepala BNPT monitoring program deradikalisasi di Nusakambangan
Penceramah dengan ketokohan dan ilmu mereka tentu sangat berpengaruh dalam memberikan pencerahan kepada publik tentang ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
'Dengan bekal ilmu dan ketokohannya, maka peran mereka begitu strategis dalam kontra terorisme atau deradikalisasi di dunia maya," ujarnya dalam acara dengan moderator H. Sapriansyah Alie (Kabid Pendidikan Islam Kanwil Kemenag Kaltara).
Deradikalisasi adalah upaya preventif kontra terorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham radikal agar kembali kejalan pemikiran moderat.
Ia mencontohkan menjelang Lebaran pada Mei 2020, saat "searching" kesulitan menemukan hukum zakat Idul Fitri tanpa ijab kabul terkait "physical distancing" protokol kesehatan.
"Ini salah satu contoh bahwa masih terbatasnya keterlibatan penceramah atau mereka yang paham hukum Islam dalam dunia digital untuk memberikan pencerahan," ujarnya.
Acara untuk kompetensi penceramah agama ini melibatkan 70 peserta, sebelumnya juga digelar kegiatan yang sama di Tarakan pada 15 Oktober 2020.
Baca juga: BNPT: Bergerak ke hulu perkuat pencegahan terorisme
Baca juga: Tren konten radikal di medsos meningkat, masyarakat diminta waspada
Baca juga: Tetap mewaspadai gerakan radikal terorisme di masa pandemi COVID-19
"Penceramah memiliki peran penting dalam deradikalisasi tidak hanya pada acara tatap muka namun di dunia maya atau media sosial," kata Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen di Tanjung Selor, Senin (26/10/2020).
Hal itu disampaikan saat jadi pembicara dalam acara "Penguatan Kompetensi Penceramah Agama di Kanwil Agama Kalimantan Utara 2020" untuk Kabupaten Bulungan di Hotel Luminor Tanjung Selor.
Iskandar yang juga Kepala Biro Perum LKBN Antara Kaltara itu menyebutkan fenomena transformasi teknologi dan digital banyak dimanfaatkan untuk menyebar radikalisme.
Namun, sayangnya jika diamati di medsos belum berimbang antara postingan radikalisme dengan deradikalisasi.
"Seperti kita ketahui bahwa strategi dari kelompok radikalisme untuk mempengaruhi orang adalah menggunakan diksi membenci melalui hadist-hadist palsu," kata Iskandar yang juga Ketua PWI Kaltara itu.
Persoalannya, orang awan cenderung mudah dipengaruhi jika dikaitkan atas nama agama, apalagi ada dasar hukumnya (hadist palsu).
"Orang awam tentu sulit membedakan hadist shahih atau palsu, di sini penceramah sangat berperan untuk memberikan pencerahan ajaran Islam yang benar," imbuhnya.
Baca juga: Peranan strategis perempuan dalam deradikalisasi
Baca juga: Kepala BNPT monitoring program deradikalisasi di Nusakambangan
Penceramah dengan ketokohan dan ilmu mereka tentu sangat berpengaruh dalam memberikan pencerahan kepada publik tentang ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
'Dengan bekal ilmu dan ketokohannya, maka peran mereka begitu strategis dalam kontra terorisme atau deradikalisasi di dunia maya," ujarnya dalam acara dengan moderator H. Sapriansyah Alie (Kabid Pendidikan Islam Kanwil Kemenag Kaltara).
Deradikalisasi adalah upaya preventif kontra terorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham radikal agar kembali kejalan pemikiran moderat.
Ia mencontohkan menjelang Lebaran pada Mei 2020, saat "searching" kesulitan menemukan hukum zakat Idul Fitri tanpa ijab kabul terkait "physical distancing" protokol kesehatan.
"Ini salah satu contoh bahwa masih terbatasnya keterlibatan penceramah atau mereka yang paham hukum Islam dalam dunia digital untuk memberikan pencerahan," ujarnya.
Acara untuk kompetensi penceramah agama ini melibatkan 70 peserta, sebelumnya juga digelar kegiatan yang sama di Tarakan pada 15 Oktober 2020.
Baca juga: BNPT: Bergerak ke hulu perkuat pencegahan terorisme
Baca juga: Tren konten radikal di medsos meningkat, masyarakat diminta waspada
Baca juga: Tetap mewaspadai gerakan radikal terorisme di masa pandemi COVID-19