Tanjung Selor (ANTARA) - Masjid tertua Kaltara menjadi saksi sejarah di Bulungan dalam berbagai periode, dari perjuangan kemerdekaan, pemberontakan PKI hingga kini menghadapi "perjuangan kesehatan" akibat badai pandemi COVID-19.

"Alhamdulillah, kita masih bisa diberi kenikmatan usia, kesehataan, kesabaran dan ketaqwaan hingga bisa melaksanakan Shalat Idul Adha disaksikan Masjid Sultan Muhammad Kasimuddin yang penuh sejarah ini," kata Khatib Ustadz H. Djalil Fatah saat menyampaikan khutbah Idul Adha di Tanjung Palas, Selasa.

Perayaan Hari Raya Idul Adha pada 1442 Hijriah atau 2021 Masehi adalah momentum tepat untuk menteladani pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail.

"Dikaitkan kondisi sekarang sehingga dua Hari Raya Idul Adha kita lewati di tengah pandemi, maka sejarah Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail harus kian kita teladani dalam menghadapi pandemi ini dengan kesabaran dan ketaqwaan," ujarnya.

Berbagai hikmah dari peristiwa kurban itu sangat berkaitan dengan berbagai masalah serta kondisi sosial akibat pandemi ini.

Hikmah tersebut, antara lain dengan berkurban maka mengenang ketaatan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail.

"Apa yang ingin kita raih dalam ibadah kurban ini bukanlah persembahan daging dan darahnya, melainkan untuk mendapatkan ketakwaan. Allah  berfirman: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.(Q.S. Al-Hajj: 37)," katanya.

Hikmah yang lain agar meningkatkan kepekaan sosial untuk berbagi sekaligus membahagiakan kaum duafa. 

"Di tengah pandemi ini, saatnya bagi orang yang mampu membantu saudaranya yang terhimpit masalah ekonomi akibat pandemi ini, dari berbagi daging kurban hingga memberikan bantuan yang lain," katanya.


Baca juga: Pilihan baju Hari Raya untuk keluarga, busana muslim bernuansa minimalis
Baca juga: Kemenag terbitkan Juknis Penyelenggaraan Idul Adha di wilayah/luar wilayah PPKM Darurat
Baca juga: Kemenag Kaltara dorong prokes ketat jelang Idul Adha Masjid tertua Kaltara, saksi sejarah perjuangan hingga pandemi


Situs bersejarah

Jemaah menjalani Shalat Idul Adha di Masjid Sultan Muhammad Kasimuddin dengan protokol kesehatan ketat.
 
Salah satu situs bersejarah yang masih kokoh berdiri di Kalimantan Utara adalah Masjid Sultan Muhammad Kasimuddin.

Masjid ini jadi situs bersejarah penting setelah tiga istana Kesultanan Bulungan dibakar PKI pada 1964. 

Masjid tertua di Kalimantan Utara dibangun semasa pemerintahan Kesultanan Bulungan, yakni Sultan Muhammad Kasimuddin (1901-1925).

Setelah meninggal, dia dimakamkan di halaman masjid sebelah barat, sedangkan makam di sekitarnya merupakan makam keluarga raja.

Pemugaran Masjid Kasimuddin dilaksanakan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Timur dari tahun anggaran 1992/1993-1993/1994.

Luas lahan Masjid Kasimuddin 3.560,25 m2, dan luas bangunan 585,64 m2.
Bangunan semi permanen.

Tiang penyangga terdiri dari empat pilar kayu ulin  dengan penampang segi empat, tinggi 11,15 m.

Masjid yang menjadi situs cagar budaya ini menjadi salah satu obyek wisata relegius dan sejarah.

Baca juga: Salat Istisqa di Masjid Tertua Kaltara
Baca juga: Era new normal, qunut nazilah tetap dibacakan di Masjid Kasimuddin
Baca juga: Qunut Nazilah setiap lima waktu di Masjid Sultan Kasimuddin
Baca juga: Ini dasar Hagia Sophia Turki dikembalikan jadi masjid

Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024