Tarakan (ANTARA) - Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendorong legislasi reforma agraria, pertanahan dan masyarakat hukum adat.
Hal tersebut disampaikan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) secara hybrid pada Senin (6/9) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Dalam RDPU yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga ini membahas beberapa hasil dari kunjungan kerja Komite I DPD RI di daerah dan pengaduan aspirasi masyarakat Daerah ke Komite I.
“Pada RDPU ini Komite I DPD RI ingin mendapatkan tanggapan dari KPA sebagai organisasi masyarakat sipil yang concern pada masalah pertanahan," kata Fernando.
Dia mengungkapkan bahwa dari kunjungan kerja (kunker) dan catatan aspirasi rakyat daerah yang ada antara lain masih adanya konflik pertanahan di daerah berupa konflik tanah adat atau ulayat; konflik tanah tapal batas; konflik pertanahan antara masyarakat dan badan hukum; dan konflik tanah terkait tata ruang.
Serta belum dilaksanakannya dengan baik Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria juga menjadi catatan penting Komite I DPD RI selama ini.
"Kemudian pelaksanaan reforma agraria sejauh ini belum mampu mengatasi dan menyelesaikan konflik pertanahan, yang dijalankan melalui Program Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan Program Sertifikasi Tanah," kata Fernando.
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin menyatakan sependapat dengan pernyataan Fernando Sinaga.
Menurut Iwan, Reforma Agraria bukanlah sertifikasi tanah. Sertifikat hanya bagian kecil dan tahap akhir dari proses reform di bawah Reforma Agraria.
“Tanpa RA pun, pelayanan ATR/BPN mensertikatkan tanah adalah pekerjaan rutin badan pertanahan," tegas Iwan.
Dia menjelaskan, Pembaruan Agraria atau Agrarian Reform, atau lebih populer dengan sebutan Reforma Agraria merupakan usaha sistematis Negara untuk merombak atau menata ulang struktur penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah yang timpang menjadi lebih berkeadilan, yaitu dari struktur lama ke struktur baru.
Dari RDPU ini, Fernando Sinaga menjelaskan 6 kesimpulan yang disepakati Komite I DPD RI dengan KPA. Kesimpulan itu antara lain:
1. Komite I DPD RI akan bekerjasama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) untuk melakukan inventarisasi dan pemetaan permasalahan - permasalahan pertanahan/agraria di daerah dengan tetap memperhatikan keberpihakan pada masyarakat.
2. Komite I DPD RI mendesak Pemerintah secara serius melakukan penataan penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, realisasi redistribusi tanah, dan legalisasi aset (pertanahan).
3. Komite I DPD RI berpandangan bahwa penyelesaian konflik-konflik pertanahan di daerah yang menyangkut konflik tanah adat/ulayat, konflik tanah tapal batas, konflik pertanahan antara masyarakat dan badan hukum, dan konflik tanah terkait tata ruang hendaknya menjadi agenda prioritas bagi pemerintah dengan dukungan data dan progres penyelesaian yang jelas melalui sinergitas Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dengan DPD RI.
4. Komite I DPD RI mendesak Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan bidang pertanahan dan tata ruang di daerah.
5. Komite I DPD RI dan KPA sepakat untuk terus mengawal pelaksanaan Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria agar mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.
6. Komite I DPD RI dan KPA sepakat untuk mendorong legislasi pembaharuan agraria (reforma agraria), pertanahan, dan masyarakat hukum adat.
Baca juga: DPD : Kementerian LHK Gagal Capai Target Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Reforma Agraria
Hal tersebut disampaikan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) secara hybrid pada Senin (6/9) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Dalam RDPU yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga ini membahas beberapa hasil dari kunjungan kerja Komite I DPD RI di daerah dan pengaduan aspirasi masyarakat Daerah ke Komite I.
“Pada RDPU ini Komite I DPD RI ingin mendapatkan tanggapan dari KPA sebagai organisasi masyarakat sipil yang concern pada masalah pertanahan," kata Fernando.
Dia mengungkapkan bahwa dari kunjungan kerja (kunker) dan catatan aspirasi rakyat daerah yang ada antara lain masih adanya konflik pertanahan di daerah berupa konflik tanah adat atau ulayat; konflik tanah tapal batas; konflik pertanahan antara masyarakat dan badan hukum; dan konflik tanah terkait tata ruang.
Serta belum dilaksanakannya dengan baik Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria juga menjadi catatan penting Komite I DPD RI selama ini.
"Kemudian pelaksanaan reforma agraria sejauh ini belum mampu mengatasi dan menyelesaikan konflik pertanahan, yang dijalankan melalui Program Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan Program Sertifikasi Tanah," kata Fernando.
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin menyatakan sependapat dengan pernyataan Fernando Sinaga.
Menurut Iwan, Reforma Agraria bukanlah sertifikasi tanah. Sertifikat hanya bagian kecil dan tahap akhir dari proses reform di bawah Reforma Agraria.
“Tanpa RA pun, pelayanan ATR/BPN mensertikatkan tanah adalah pekerjaan rutin badan pertanahan," tegas Iwan.
Dia menjelaskan, Pembaruan Agraria atau Agrarian Reform, atau lebih populer dengan sebutan Reforma Agraria merupakan usaha sistematis Negara untuk merombak atau menata ulang struktur penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah yang timpang menjadi lebih berkeadilan, yaitu dari struktur lama ke struktur baru.
Dari RDPU ini, Fernando Sinaga menjelaskan 6 kesimpulan yang disepakati Komite I DPD RI dengan KPA. Kesimpulan itu antara lain:
1. Komite I DPD RI akan bekerjasama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) untuk melakukan inventarisasi dan pemetaan permasalahan - permasalahan pertanahan/agraria di daerah dengan tetap memperhatikan keberpihakan pada masyarakat.
2. Komite I DPD RI mendesak Pemerintah secara serius melakukan penataan penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, realisasi redistribusi tanah, dan legalisasi aset (pertanahan).
3. Komite I DPD RI berpandangan bahwa penyelesaian konflik-konflik pertanahan di daerah yang menyangkut konflik tanah adat/ulayat, konflik tanah tapal batas, konflik pertanahan antara masyarakat dan badan hukum, dan konflik tanah terkait tata ruang hendaknya menjadi agenda prioritas bagi pemerintah dengan dukungan data dan progres penyelesaian yang jelas melalui sinergitas Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dengan DPD RI.
4. Komite I DPD RI mendesak Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan bidang pertanahan dan tata ruang di daerah.
5. Komite I DPD RI dan KPA sepakat untuk terus mengawal pelaksanaan Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria agar mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.
6. Komite I DPD RI dan KPA sepakat untuk mendorong legislasi pembaharuan agraria (reforma agraria), pertanahan, dan masyarakat hukum adat.
Baca juga: DPD : Kementerian LHK Gagal Capai Target Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Reforma Agraria