Jakarta (ANTARA) - Media sosial heboh dengan konvoi rombongan premotor dengan membawa atribut bertuliskan ‘Kebangkitan Khilafah’ di Brebes, Jawa Tengah (Jateng), dan Cawang, Jakarta Timur (Jaktim). Dalam beberapa atributnya, mereka mengkampanyekan tegaknya sistem khilafah sebagai solusi umat yang dilakukan oleh kelompok Khilafatul Muslimin.
Menanggapi hal ini, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, mengatakan, kelompok Khilafatul Muslimin ini sebenarnya memiliki cita dan ideologi yang sama dengan HTI yang telah dibubarkan oleh Pemerinta, yaitu mendirikan khilafah.
“Bedanya, HTI merupakan gerakan trans-nasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih,” jelas Nurwakhid di Bogor, Selasa (31/5/2022).
Nurwakhid menjelaskan, genealogi Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan ini adalah mantan NII. Pendiri dan pemimpinnya adalah Abdul Qadir Hasan Baraja mantan anggota NII sekaligus salah satu pendiri Pondok Pesantren Ngruki dan ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia tahun 2000, walaupun memilih tidak aktif.
Nurwakhid menambahkan, ada beberapa parameter yang bisa dipakai dalam melihat Khilafatul Muslimin. Pertama, aspek ideologi sangat berbahaya dengan memiliki cita ideologi khilafah di Indonesia sebagaimana HTI.
“Walaupun dalam pengakuan mereka tidak bertentangan dengan Pancasila, namun ideologi mereka adalah mengkafirkan sistem yang tidak sesuai dengan pandangannya,” jelasnya.
Kedua, lanjut Nurwakhid, secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII, MMI dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme. Baraja telah mengalami 2 kali penahanan, pertama pada Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman, ditahan selama 3 tahun. Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun, berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985.
Ketiga, dampak ideologis, gerakan ini yang memiliki cita-cita ideologi perubahan sistem sangat rentan bermetamorfosa dalam gerakan teror.
“Lihatlah kasus penangkapan NAS tersangka teroris di Bekasi yang ditemukan di kontrakannya kardus berisi Khilafatul Muslimin dan logo bordir Khilafatul Muslimin,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Nurwakhid, gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. bahkan pada masa kejayaan ISIS pada tahun 2015, Rohan Gunaratna Peneliti Terorisme dari Singapura menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS.
Terkait masalah ini, Nurwakhid memaparkan, BNPT yang diamanatkan sebagai leading sector untuk melakukan koordinasi pencegahan terhadap paham yang dapat mendorong terorisme telah mengkoordinasikan Pemerintah Daerah, Forkopimda di seluruh wilayah NKRI untuk mewaspadai gerakan ini karena bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme.
“Koordinasi ini akan terus dikuatkan. Tujuannya untuk terus melakukan deteksi sedini mungkin terkait potensi munculnya akar radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat,” tandas Nurwakhid.
Baca juga: BNPT: Para penceramah moderat di dunia maya efektif tekan radikalisme
Baca juga: DPR apresiasi komitmen BNPT kawal keamanan balapan Formula E
Baca juga: 391 orang cabut bai'at massal mantan anggota NII di Dharmasraya, Kadensus 88 AT Polri: Jumlah paling besar
Baca juga: BNPT-Australia perkuat kerja sama penanggulangan terorisme
Menanggapi hal ini, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, mengatakan, kelompok Khilafatul Muslimin ini sebenarnya memiliki cita dan ideologi yang sama dengan HTI yang telah dibubarkan oleh Pemerinta, yaitu mendirikan khilafah.
“Bedanya, HTI merupakan gerakan trans-nasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih,” jelas Nurwakhid di Bogor, Selasa (31/5/2022).
Nurwakhid menjelaskan, genealogi Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan ini adalah mantan NII. Pendiri dan pemimpinnya adalah Abdul Qadir Hasan Baraja mantan anggota NII sekaligus salah satu pendiri Pondok Pesantren Ngruki dan ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia tahun 2000, walaupun memilih tidak aktif.
Nurwakhid menambahkan, ada beberapa parameter yang bisa dipakai dalam melihat Khilafatul Muslimin. Pertama, aspek ideologi sangat berbahaya dengan memiliki cita ideologi khilafah di Indonesia sebagaimana HTI.
“Walaupun dalam pengakuan mereka tidak bertentangan dengan Pancasila, namun ideologi mereka adalah mengkafirkan sistem yang tidak sesuai dengan pandangannya,” jelasnya.
Kedua, lanjut Nurwakhid, secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII, MMI dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme. Baraja telah mengalami 2 kali penahanan, pertama pada Januari 1979 berhubungan dengan Teror Warman, ditahan selama 3 tahun. Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun, berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985.
Ketiga, dampak ideologis, gerakan ini yang memiliki cita-cita ideologi perubahan sistem sangat rentan bermetamorfosa dalam gerakan teror.
“Lihatlah kasus penangkapan NAS tersangka teroris di Bekasi yang ditemukan di kontrakannya kardus berisi Khilafatul Muslimin dan logo bordir Khilafatul Muslimin,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Nurwakhid, gerakan Khilafatul Muslimin mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. bahkan pada masa kejayaan ISIS pada tahun 2015, Rohan Gunaratna Peneliti Terorisme dari Singapura menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS.
Terkait masalah ini, Nurwakhid memaparkan, BNPT yang diamanatkan sebagai leading sector untuk melakukan koordinasi pencegahan terhadap paham yang dapat mendorong terorisme telah mengkoordinasikan Pemerintah Daerah, Forkopimda di seluruh wilayah NKRI untuk mewaspadai gerakan ini karena bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme.
“Koordinasi ini akan terus dikuatkan. Tujuannya untuk terus melakukan deteksi sedini mungkin terkait potensi munculnya akar radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat,” tandas Nurwakhid.
Baca juga: BNPT: Para penceramah moderat di dunia maya efektif tekan radikalisme
Baca juga: DPR apresiasi komitmen BNPT kawal keamanan balapan Formula E
Baca juga: 391 orang cabut bai'at massal mantan anggota NII di Dharmasraya, Kadensus 88 AT Polri: Jumlah paling besar
Baca juga: BNPT-Australia perkuat kerja sama penanggulangan terorisme