Malinau (ANTARA) - Salah satu kawasan pedalaman Kalimantan Utara di Data Dian, Kayan Hilir Kabupaten Malinau memiliki potensi madu cukup besar namun sejauh ini menghadapi  beberapa tantangan sehingga harga kurang kompetitif.

"Madu Kayan --sebutan untuk madu dari dataran tinggi Apau Kayan, lokasi Desa Data Dian-- butuh legalitas agar harga lebih kompetitif,"  kata Furwoko, Koordinator Program KKI  (Komunitas Konservasi Indonesia) Warsi di Malinau Sabtu.

Warsi adalah sebuah lembaga non profit khusus pendampingan warga sekitar hutan yang memiliki misi untuk pelestarian alam serta meningkatkan kesejahteraan warga di pedalaman.

Ia mengatakan untuk meningkatkan harga jual dan kepercayaan pasar diperlukan adanya legalitas, yakni agar pengelola Madu Kayan mengajukan izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) di Dinas Kesehatan Malinau.

"Tujuannya, agar madu Kayan dapat dijamin mutu dan kualitasnya sesuai standar," paparnya.

Setelah madu Kayan mendapatkan nomor izin PIRT, maka produk ini bisa langsung dipasarkan. Caranya dengan menjual melalui berbagai media baik "market place" (tempat perantara jual beli online), 
festival atau dengan optimalisasi aplikasi Potensi Ruang Mikro Aplikasi Informasi Desa (PRM AID) Data Dian.

Pihaknya mendorong hal itu, yakni sebelum mendapatkan izin PIRT, Kelompok Madu Uyang Lahai telah mengikuti sertifikasi pelatihan keamanan pangan di Dinas Kesehatan. 

Pelatihan ini diikuti juga oleh desa dampingan
KKI Warsi seperti Desa Long Jalan memiliki produk Madu hutan dan desa Long Lake yang
memiliki produk gula tebu.

Potensi Madu Kayan satu kali panen biasanya menghasilkan 100 – 300 liter madu. Musim panen biasanya pada Oktober. 

Satu pohon bisa dipanen sekali sampi tiga kali, hal ini dikarenakan dalam satu pohon bisa lebih dari
satu sarang sehingga produksi Madu Kayan pada dasanya selalu surplus.

Meski suplus namun  warga kesulitan memasarkan madunya. Harga jual madu di pasar pun menjadi tidak seragam. Oleh sebab itu, Desa Data Dian sudah membentuk kelompok usaha Madu
Uyang Lahai.

Baca juga: Kaltara berhasil rampungkan pembuatan "roadmap" perhutanan sosial
Baca juga: Pusat akui Hutan Desa, warga Kaltara janji jaga kearifan lokal
  Madu Kayan butuh legalitas agar bersaing (Warsi)


Jhones, warga Data Dian mengatakan, kelompok Madu Uyang Lahai ini yang akan membeli
dan memasarkan madu hutan hasil panen masyarakat. Madu yang dijual berlabel Madu Kayan dengan ukuran 250 ml. Satu botol madu dijual 100 ribu rupiah.

“Kami masyarakat kesulitan menjual. Karena terkendala transportasi untuk keluar dari desa.
Kita cuma bisa mengandalkan pesawat untuk membawa madu ke Malinau, itu juga dengan
jumlah yang terbatas,” katanya.

Hafis Rafi Insani, Fasilitator desa Data Dian menuturkan desa Data Dian sudah dikenal sebagai penghasil madu hutan. Sebelumnya, masyarakat desa hanya menjual madu curah. 

"Sehingga, madu mereka diproduksi dan dikemas ulang oleh pemodal di Malinau. Hal ini yang mendasari terbentuknya Kelompok Madu Uyang Lahai. 

Kedepannya, masyarakat Data Dian diharapkan bisa memasarkan potensi hasil hutan bukan kayu ini dalam bentuk produk yang bisa bersaing di pasar.

Salah satu langkah yang dianggap tepat, yakni melalui legalitas Madu Kayan seperti diutarakan Warsi.

Baca juga: Penyulingan gaharu, harapan baru masyarakat Long Nyau
Baca juga: Telaah - Entaskan isolasi daerah di pedalaman Kaltara
Baca juga: Syukuran dan sosialisasi aplikasi "datebase" informasi desa Data Dian


  Madu Kayan butuh legalitas agar bersaing (Warsi)


Baca juga: TELAAH - Perhutanan Sosial, asa kesejahteraan masyarakat pedalaman Kaltara dengan kelestarian alam


 

Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024