Malinau (ANTARA) - Kalimantan Utara selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil gaharu (Aquilaria malaccensis adalah) namun akibat tingginya aktivitas pembukaan lahan dan pembabatan hutan maka produksinya menurun.
Keberadaan pohob gaharu sebagai hasil hutan bukan kayu di Kalimatan Utara terus terancam termasuk oleh pemburu dari luar pulau sehingga menjadi keprihatinan masyarakat Long Nyau, Kecamatan Sungai Tubu, Kabupaten Malinau.
Pemburu gaharu yang datang dari luar desa. Mereka memanen gaharu dengan cara menebang gaharu sampai habis. Dampaknya, gaharu terancam punah.
Atas keprihatinan itu mereka membudidayakan gaharu di ladangnya sendiri sejak 2006 seperti disampaikan oleh kepala desa Long Nyau, Lukas Luwau.
Suan Kirut, Ketua LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) mengatakan budi daya gaharu telah
dilakukan oleh semua masyarakat desa Long Nyau.
Saat ini setiap keluarga bisa memiliki
kurang lebih 100 pohon gaharu dengan luasan 2 hektar.
“Gaharu menjadi sumber matapencaharian masyarakat desa Long Nyau. Agar gaharu di hutan tidak cepat habis, kami juga melakukan budidaya gaharu di kebun,” katanya.
Baca juga: Telaah - Entaskan isolasi daerah di pedalaman Kaltara
Baca juga: Syukuran dan sosialisasi aplikasi "datebase" informasi desa Data Dian
Baca juga: Upaya tingkatkan kesejahteraan Kaltara, "sulap" limbah gaharu jadi "cuan"
Baca juga: TELAAH - Perhutanan Sosial, asa kesejahteraan masyarakat pedalaman Kaltara dengan kelestarian alam
Penyulingan gaharu, harapan baru masyarakat Long Nyau (Warsi)
Menurut Suan Kirut, potensi gaharu ini dimanfaatkan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gaharu desa Long Nyau. Mereka mengadakan pelatihan penyulingan gaharu di Desa Pelancau, Kecamatan Malinau Selatan, Kalimantan Utara 20-23 September 2022.
Tujuannya, agar masyarakat tidak hanya bergantung pada isi gaharu, tetapi juga bisa memanfaatkan
serpihan gaharu atau totok.
Takdir Bachtiar, Pelatih penyuling gaharu menuturkan dalam satu kali penyulingan dibutuhkan 100 kg totok yang dapat menghasilkan minyak gaharu sekitar 30 sampai 40 gram.
Sementara itu, harga minyak gaharu dijual dengan harga 150 ribu rupiah per gram. Alhasil, satu kali penyulingan totok bisa menghasilkan 4 sampai 6 juta rupiah.
Takdir menambahkan, limbah bekas penyulingan gaharu bisa diolah dan dijual kembali. Air
bekas penyulingan bisa digunakan sebagai parfum wallet dengan harga 50 ribu rupiah per botol
Aqua 1,5 liter.
Selain itu, limbah totok gaharu bisa dijual sebagai bahan baku dupa seharga 3 ribu per kilogram.
Muhammad Alfindo, Fasilitator Warsi mengatakan penyulingan minyak gaharu ini bisa menjadi harapan baru bagi masyarakat desa Long Nyau. Dengan begitu, hasil budidaya gaharu tidak
hanya diambil isinya saja, melainkan serpihannya pun bisa memiliki nilai yang tinggi.
“Kedepan KUPS Gaharu desa Long Nyau inilah yang akan membeli totok gaharu dari masyrakat desa. Sehingga, masyarakat tidak hanya bergantung dengan isi gaharu saja. Melainkan, semua bagian bisa dimanfaatkan menjadi ekonomi yang berkelanjutan,” tuturnya.
Tinggan Aran, Anggota KUPS Gaharu desa long nyau mengatakan usaha penyulingan gaharu
sangat berpotensi di desa Long Nyau. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak perlu menjual totok
keluar desa dengan biaya transportasi yang mahal. Namun, melalui KUPS Gaharu totok bisa
dimanfaatkan menjadi minyak gaharu.
Gaharu yang sudah berisi memiliki warna hitam kecoklatan dan memiliki aroma yang kuat.
Isi tersebut yang diambil dan diburu untuk bahan parfum, dufa, dan bahan wewangian lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan harga gaharu fantastis sampai ratusan juta rupiah.
Aquilaria malaccensis adalah sejenis pohon
anggota suku gaharu-gaharuan (Thymelaeaceae).
Selain Indonesia, gaharu dapat dijumpai di
Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Tinggi gaharu mencapai 40 m, dengan diameter lebih dari 60 cm. Batangnya lurus, tidak berbanir. Kulit batangnya halus, dengan warna coklat keputih-putihan. Tajuknya bulat, lebat, dengan percabangan horisontal. Daunnya tunggal, berseling, tebal, bentuknya jorong hingga jorong-melanset, dan panjang.
Tajuknya lebat, bulat, percabangannya horisontal. Perbungaannyaberbentuk payung, membentuk cabang, tumbuh pada ketiak daun.
Bunganya kecil, berwarna hijau/kuning kotor, dan berbulu jarang. ***
Baca juga: Tujuh KUPS desa Kaltara ikuti pelatihan peningkatan inovasi produk rotan
Baca juga: Kaltara berhasil rampungkan pembuatan "roadmap" perhutanan sosial
Baca juga: Desa perbatasan Kaltara-Serawak bisa diakses online
Baca juga: Pusat akui Hutan Desa, warga Kaltara janji jaga kearifan lokal
Penyulingan gaharu, harapan baru masyarakat Long Nyau (Warsi)
Keberadaan pohob gaharu sebagai hasil hutan bukan kayu di Kalimatan Utara terus terancam termasuk oleh pemburu dari luar pulau sehingga menjadi keprihatinan masyarakat Long Nyau, Kecamatan Sungai Tubu, Kabupaten Malinau.
Pemburu gaharu yang datang dari luar desa. Mereka memanen gaharu dengan cara menebang gaharu sampai habis. Dampaknya, gaharu terancam punah.
Atas keprihatinan itu mereka membudidayakan gaharu di ladangnya sendiri sejak 2006 seperti disampaikan oleh kepala desa Long Nyau, Lukas Luwau.
Suan Kirut, Ketua LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) mengatakan budi daya gaharu telah
dilakukan oleh semua masyarakat desa Long Nyau.
Saat ini setiap keluarga bisa memiliki
kurang lebih 100 pohon gaharu dengan luasan 2 hektar.
“Gaharu menjadi sumber matapencaharian masyarakat desa Long Nyau. Agar gaharu di hutan tidak cepat habis, kami juga melakukan budidaya gaharu di kebun,” katanya.
Baca juga: Telaah - Entaskan isolasi daerah di pedalaman Kaltara
Baca juga: Syukuran dan sosialisasi aplikasi "datebase" informasi desa Data Dian
Baca juga: Upaya tingkatkan kesejahteraan Kaltara, "sulap" limbah gaharu jadi "cuan"
Baca juga: TELAAH - Perhutanan Sosial, asa kesejahteraan masyarakat pedalaman Kaltara dengan kelestarian alam
Menurut Suan Kirut, potensi gaharu ini dimanfaatkan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gaharu desa Long Nyau. Mereka mengadakan pelatihan penyulingan gaharu di Desa Pelancau, Kecamatan Malinau Selatan, Kalimantan Utara 20-23 September 2022.
Tujuannya, agar masyarakat tidak hanya bergantung pada isi gaharu, tetapi juga bisa memanfaatkan
serpihan gaharu atau totok.
Takdir Bachtiar, Pelatih penyuling gaharu menuturkan dalam satu kali penyulingan dibutuhkan 100 kg totok yang dapat menghasilkan minyak gaharu sekitar 30 sampai 40 gram.
Sementara itu, harga minyak gaharu dijual dengan harga 150 ribu rupiah per gram. Alhasil, satu kali penyulingan totok bisa menghasilkan 4 sampai 6 juta rupiah.
Takdir menambahkan, limbah bekas penyulingan gaharu bisa diolah dan dijual kembali. Air
bekas penyulingan bisa digunakan sebagai parfum wallet dengan harga 50 ribu rupiah per botol
Aqua 1,5 liter.
Selain itu, limbah totok gaharu bisa dijual sebagai bahan baku dupa seharga 3 ribu per kilogram.
Muhammad Alfindo, Fasilitator Warsi mengatakan penyulingan minyak gaharu ini bisa menjadi harapan baru bagi masyarakat desa Long Nyau. Dengan begitu, hasil budidaya gaharu tidak
hanya diambil isinya saja, melainkan serpihannya pun bisa memiliki nilai yang tinggi.
“Kedepan KUPS Gaharu desa Long Nyau inilah yang akan membeli totok gaharu dari masyrakat desa. Sehingga, masyarakat tidak hanya bergantung dengan isi gaharu saja. Melainkan, semua bagian bisa dimanfaatkan menjadi ekonomi yang berkelanjutan,” tuturnya.
Tinggan Aran, Anggota KUPS Gaharu desa long nyau mengatakan usaha penyulingan gaharu
sangat berpotensi di desa Long Nyau. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak perlu menjual totok
keluar desa dengan biaya transportasi yang mahal. Namun, melalui KUPS Gaharu totok bisa
dimanfaatkan menjadi minyak gaharu.
Gaharu yang sudah berisi memiliki warna hitam kecoklatan dan memiliki aroma yang kuat.
Isi tersebut yang diambil dan diburu untuk bahan parfum, dufa, dan bahan wewangian lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan harga gaharu fantastis sampai ratusan juta rupiah.
Aquilaria malaccensis adalah sejenis pohon
anggota suku gaharu-gaharuan (Thymelaeaceae).
Selain Indonesia, gaharu dapat dijumpai di
Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia,
Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Tinggi gaharu mencapai 40 m, dengan diameter lebih dari 60 cm. Batangnya lurus, tidak berbanir. Kulit batangnya halus, dengan warna coklat keputih-putihan. Tajuknya bulat, lebat, dengan percabangan horisontal. Daunnya tunggal, berseling, tebal, bentuknya jorong hingga jorong-melanset, dan panjang.
Tajuknya lebat, bulat, percabangannya horisontal. Perbungaannyaberbentuk payung, membentuk cabang, tumbuh pada ketiak daun.
Bunganya kecil, berwarna hijau/kuning kotor, dan berbulu jarang. ***
Baca juga: Tujuh KUPS desa Kaltara ikuti pelatihan peningkatan inovasi produk rotan
Baca juga: Kaltara berhasil rampungkan pembuatan "roadmap" perhutanan sosial
Baca juga: Desa perbatasan Kaltara-Serawak bisa diakses online
Baca juga: Pusat akui Hutan Desa, warga Kaltara janji jaga kearifan lokal