Jakarta (ANTARA) - Kepala  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H mempersoal komitmen dan respon kepala daerah yang beragam dalam mencegah radikalisme dan terorisme.

"Ini saya laporkan agar Pak Sekjen Kepmendagri dan Ditjen Polhum yang membawahi Kantor Kesbangpol Provinsi yang ada hadir bisa memberi catatan agar kepala daerah memberikan perhatian lebih besar bagi penanganan teroris," katanya di Jakarta, Senin malam.

Hal itu disampaikan dalam Rakernas dan pelantikan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) 32 provinsi.

  Kepala  BNPT Suhardi Alius


Ia mencontohkan saat penanganan 75 deportan WNI yang mau masuk ke Suriah via Turki.

BNPT bersama Kementerian Sosial melakukan deradikalisasi selama satu bulan.

Namun, katanya, pihaknya tak yakin deradikalisasi satu bulan bisa mengubah radikalisme 75 orang deportan Turki itu karena diduga sudah lebih lama terpapar.

Sayangnya, imbuh dia respon berbagai daerah asal deportan itu berbeda-beda mulai dari menjemput hingga membina mereka antara lain dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi.

Padahal sudah ada nota kesepahaman antara Mendagri dengan BNPT tahun 2018 dalam upaya penanganan kasus seperti itu.

"Perlu ada regulasi atau komitmen langsung operasional kepala daerah mulai provinsi, kabupaten-kota dalam mendukung peran BNPT dan FKPT," tegasnya.

Ia  memaparkan bahwa komposisi FKPT memiliki potensi sangat bagus, yakni di isi oleh kaum intelektual di daerah,  banyak bergelar profesor dan doktor baik dari perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh wanita maupun dari media massa.

"Saya selalu mengatakan baik saat berpidato dalam dan luar negeri, yakni yang bisa mengatasi masalah, adalah kita sendiri sehingga peran kearifan lokal sangat penting," ujarnya. 

Contoh kedua, katanya terkait peran BNPT sebagai sarana identifikasi kearifan lokal dalam mencegah radikalisasi dan terorisme dengan menjadi penelitian sebagai ujung tombaknya.

Terkait hal ini, pihaknya sudah mengingatkan Banten sebagai daerah rawan berdasarkan penelitian BNPT.

Sayangnya, peringatan itu kurang direspon daerah dengan baik sehingga
terjadi kasus penikaman Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019).

"Saya laporkan kepada Pak Sekjen Mendagri Hadi Prabowo bahwa sejak dibentuk 2012, maka dalam sejarahnya baru kali ini dari 32 FKPT, 26 di antaranya dipimpin oleh Kepala Kantor Kesbangpol provinsi, tujuannya agar penanganan terorisme mendapat perhatian kepala daerah," ujarnya.

Baca juga: Memahami ciri-ciri "hoax"





Jangan pernah lengah

Hasil penelian 2019, disebutkan ada lima daerah yang sangat rawan terjadinya terorisme dan radikalisme, yakni Aceh, Riau, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Timur.

"Tapi daerah lain jangan lengah. Jangan pernah berkata aman-aman saja, kami bebas dari radikalisme dan terorisme," ujarnya

Pasalnya, selama ada jaringan telpon (signal) di situ ada potensi radikalisme dan terorisme.

Banyak kasus, katanya, warga terpapar radikalisme dan terorisme berasal dari belajar agama melalui "mbah google".

Sehingga kata dia, meningkatkan kearifan lokal penting dalam menumbuhkan imunitas terhadap paham radikalisme itu.

"Seandainya peran, RT, RW dan seluruh perangkat dan organisasi daerah berjalan baik, maka kasus radikalisme dan terorisme tidak bisa tumbuh, ini yang kita harap dari FKPT dan peran kepala daerah," tegasnya.

Dalam acara itu, Mendagri diwakali Sekjen Hadi Prabowo membacakan pidato kunci Tito Karnavian.


Baca juga: Termasuk Kaltara, Ketua BNPT lantik 32 FKPT se-Indonesia

Baca juga: Gubernur Ajak Masyarakat Kaltara Tabayun--FKPT Monitoring Indikasi Masuknya Teroris di KTT dan Kampus

Baca juga: Potensi terorisme Kaltara kian besar sejak diumumkan IKN
 

Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024