Jakarta (ANTARA) - TANGKAPAN LAYAR (screenshot) dari salah satu Whatsapp Group (WAG) cepat penyebar. Foto seorang lelaki -- berjaket biru, celana khaki, mengenakan helm, masker, kaca mata, dan sarung tangan -- tergeletak di pinggir jalan Akses Universitas Indonesia, Depok, Jumat (17 Juli 2020). Di dekatnya, ada sepeda. 

Di foto tertulis pukul 11.12. Si pengirim foto di WAG itu menulis: Meninggal mendadak, sedang menggoes sepeda di depan Golden Steak, Akses UI. Ada yang mengenal? 

Dengan cepat, tangkapan layar itu menyebar ke berbagai WAG, termasuk WAG Forum Pemred. Sekitar satu jam kemudian, selesai Sholat Jumat, beberapa pesan WA masuk ke handphone saya: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Mas Hadi Mustofa Djuraid telah meninggal dunia saat bersepeda. 

Baca juga: Mantan Dewas LKBN Antara meninggal saat bersepeda

Bersama kabar itu, dilampirkan foto tadi. Ya Allah, saya tidak percaya. Saya hubungi handphone Hadi, tidak ada yang mengangkat. Saya cek ke beberapa teman. Benar, Hadi wafat. Saya bergegas dan tiba saat puluhan orang siap-siap sholat Ashar dan sholat jenazah di Masjid kompleks Griya Tugu Asri, Depok.

Sulit dipercaya, tapi nyata. Hadi Mustofa pergi selamanya. Hadi seakan telah mempersiapkan dirinya untuk pergi. Menurut pengurus masjid, setelah sholat jenazah, Hadi pada Juni lalu telah menyelesaikan hafalan dua juz Al-Quran. Rajin sholat jamaah subuh, dhuha, dan mengaji di masjid. Setelah itu, Hadi olah raga dengan menggoes sepeda. 

*****

HADI MUSTOFA lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 19 Desember 1964. Saya mengenal Hadi ketika sama-sama di Harian Republika. Hadi awalnya di Biro Jawa Timur, ditarik memperkuat redaksi di Jakarta pada 1997. Orangnya mudah bergaul dan santun. Hadi tidak pernah terlihat marah. Jika pun kesal, dia menyampaikan kekesalannya sambil senyum, dengan kalimat yang teratur. 

Hadi sering mengajak saya ke Dewan Dakwah, bertemu dengan tokoh-tokoh eks Partai Masyumi, juga diskusi-diskusi politik di LSM yang dipimpin Fadlizon di Jl Suwiryo, Menteng, terutama menjelang reformasi. Banyak info-info politik kami dapatkan, termasuk detik-detik menjelang Pak Harto mundur.

Ketika izin terbit Majalah Media Dakwah -- yang didirikan Pak Mohamamad Natsir -- akan ditingkatkan menjadi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP), Hadi mengusulkan nama saya sebagai pemimpin redaksi, karena saya memenuhi syarat administratif. Pada masa Orde Baru, syarat mutlak jadi pemimpin redaksi apabila sudah menjadi Anggota Biasa PWI dan telah ikut Penataran P-4.

Saya setuju dengan syarat tetap sebagai wartawan Republika dan ada surat persetujuan Pak BJ Habibie, yang saat itu Wakil Presiden. Bang Farid Prawiranegara (alm) dan Fadlizon -- yang akan mengembangkan Media Dakwah -- mengurus surat tersebut. Berhasil. SIUPP masa Menpen R Hartono keluar. Saya pemred, Yusril Ihza Mahendra (pemimpn umum), dan Tamsil Lindrung (pemimpin perusahaan).

Beberapa bulan setelah SIUPP keluar, saya menyatakan non-aktif karena konsentrasi di Republika. Hadi juga memperkenalkan saya pada Ahmad Soemargono (mas Gogon), Pak Anwar Harjono, Pak Hartono Mardjono, Pak KH Cholil Badawi, dan tokoh serta ulama Dewan Dakwah. 

Tidak lama setelah reformasi, eks Partai Masyumi -- yang dikenal sebagai Keluarga Bulan Bintang -- mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB). Hampir setiap malam kami di rumah Pak Hartono Mardjono ikut membuat AD/ART partai ini bersama Bang MS Kaban. Pada periode pertama kepengurusan, yang dipimpin Yusril, Hadi dan saya berada di Departemen Komunikasi. Pada Pemilu 1999, saya calon anggota DPR PBB untuk wilayah Sumatera Utara. Sedangkan Hadi calon dari Jawa Timur. Kami gagal lolos.

Hadi mundur dari Republika dan menangani Tabloid Abadi, media yang dulunya milik Partai Masyumi. Saya juga mundur dari PBB setelah ada keputusan manajemen Republika, yang tidak memperbolehkan wartawan jadi pengurus partai. Tabloid Abadi pun beakhir setelah Pemilu. Hadi kemudian pindah ke MetroTV bersama Hersubeno Arief, yang sebelumnya redaktur di Republika.

Meski tidak lagi sekantor, hubungan kami seperti keluarga. Jika ada kesempatan, keluarga saya dan keluarga Hadi pergi ke luar kota. Di antara kesibukan, kami membuat buku. Bersama bang Nasir Tamara, Hersubeno Arief, dan Nasihin Masha, kami membuat buku tentang sukses prajurit Kopassus mencapai puncak Himalaya.

Hadi keluar dari Metrotv, mengkhususkan dirinya membuat buku. Bersama Kyai N Syamsuddin Ch Haesy, kami membuat buku tentang Bandar Udara Sepinggan, Balikpapan, sebelum diresmikan. Kami juga membuat buku bandar udara Ngurah Rai. Hadi juga membuat buku-buku Ignasius Jonan sejak Dirut PT Kereta Api Indonesia. 

Bersama Kyai Syamsuddin Ch Haesy, kami juga bergabung sebagai komisaris di PT Akarpadi dan mengelola Majalah BUMNTrack. Pada 2012, Hadi menjadi Dewan Pengawas LKBN Antara, setelah saya menyelesaikan tugas sebagai Dewas Antara. 

Dari menulis buku itu pula, hubungan Hadi dengan Jonan akrab. Hadi dipercaya Jonan sebagai staf khusus Menteri Perhubungan bidang komunikasi publik. Hadi mulai sering tampil kembali di layar kaca, seperti ketika penyiar di MetroTV. Ketika Jonan menjadi Menteri ESDM, Hadi dipercaya sebagai staf khusus Menteri ESDM bidang komunikasi. Terakhir, Hadi komisaris PT Pertagas, anak usaha PT Pertamina.

*****

HADI MUSTOFA telah pergi selamanya. Putra tokoh Muhammadiyah Surabaya, KH Djuraid Mahfud ini, menyusul abangnya Husnus Djuraid, pemimpin redaksi Malang Post, yang wafat tahun lalu, juga setelah olah raga. Hadi keluarga wartawan. Abangnya, Dhimam Abror, mantan Ketua PWI Jawa Timur, yang juga memimpin klub sepakbola Muhammadiyah.

Pekan lalu, keluarga Hadi baru saja mendapatkan kebahagiaan, lahirnya cucu lelaki yang dia berinama Wildan. Kini, Hadi pergi sebelum sempat mendengar cucunya memanggilnya Eyang..

Pergilah sahabat, menemui Allah Yang Maha Pencipta, yang menyayangimu. Bagi kami, sunyi. Bagimu, Insha Allah kebahagian menuju Jannatun Na'iim -- Surga yang Penuh Kenikmatan ... 

Jakarta, 17 Juli 2020.

*Asro Kamal Rokan, wartawan senior. Pemimpin Redaksi Republika (2003-2005), Pemimpin Umum LKBN Antara (2005-2007). Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat (2018-2023).

Baca juga: Catatan Asro Kamal Rokan - Telah pulang seorang senior

Baca juga: Buku, Warisan Seorang Wartawan

Baca juga: Menara Azadi, saksi bisu masa ke masa

Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024