Tarakan (ANTARA) - Kolaborasi berbagai pihak efektif dalam menghadapi masalah radikal terorisme sehingga kegiatan Pembinaan Kesadaran Bela Negara oleh Kementerian Pertahanan di Kaltara melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan ormas sangat tepat.
"BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) beberapa tahun terakhir menggelar gerakan pentahelix atau multipihak, yakni kolaborasi dalam menghadapi potensi radikal terorisme, dan ini efektif atau membuahkan hasil positif, " kata Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Utara Datuk Iskandar Zulkarnaen di Tarakan, Kamis.
Pentahelix berasal dari dua kata, yaitu penta atau lima dan helix artinya jalinan. Model sinergi pentahelix merupakan bentuk kerja sama lima komponen kekuatan utama, yakni akademisi, pengusaha, komunitas, pemerintahan dan media massa.
"Pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme tidak mungkin efektif jika hanya dilakukan satu pihak namun akan optimal jika semua pihak bersinergi dan berkolaborasi antara lain dari akademisi, BNPT-FKPT, TNI, Densus 88 Anti Teror, sektor swasta komunitas masyarakat dan media massa," katanya.
Sehingga acara digelar oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan RI dengan tema "Pembinaan Kesadaran Bela Negara bagi Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Ormas" melibatkan hampir 300 orang dinilainya sangat tepat.
Adanya gerakan pentahelix --berdasarkan data diungkap BNPT-- bahwa Indeks Risiko Terorisme di Indonesia antara 2021 sampai 2022 mengalami penurunan hingga 51 persen, yakni melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
Tidak hanya Indeks Risiko Terorisme, Indeks Potensi Radikalisme juga mengalami penurunan menjadi 10 persen dari sebelumnya 12 persen bahkan 38 persen.
Bahkan, BNPT melaporkan bahwa selama selama 2023 tidak ada serangan terbuka oleh teroris atau "zero terrorist attack".
Global Terrorism Index Indonesia juga semakin baik, dari posisi 24 di tahun 2023 menjadi posisi 31 tahun 2024.
"Mengenai radikalisme jika dikaitkan dengan bela negara, hubungannya sangat erat, mengingat dalam UU No 5 Tahun 2018 sudah jelas bahwa karakteristik radikalisme adalah bagi kelompok yang menolak Pancasila, UUD, kebhinekaan dan NKRI," ujarnya.
Baca juga: Tangkal Radikalisme di Kaltara Dengan Memperkokoh Kearifan Lokal
Baca juga: BNPT dan FKPT Aceh gelar Festival Youth of Indonesia di Banda Aceh
"BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) beberapa tahun terakhir menggelar gerakan pentahelix atau multipihak, yakni kolaborasi dalam menghadapi potensi radikal terorisme, dan ini efektif atau membuahkan hasil positif, " kata Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Utara Datuk Iskandar Zulkarnaen di Tarakan, Kamis.
Pentahelix berasal dari dua kata, yaitu penta atau lima dan helix artinya jalinan. Model sinergi pentahelix merupakan bentuk kerja sama lima komponen kekuatan utama, yakni akademisi, pengusaha, komunitas, pemerintahan dan media massa.
"Pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme tidak mungkin efektif jika hanya dilakukan satu pihak namun akan optimal jika semua pihak bersinergi dan berkolaborasi antara lain dari akademisi, BNPT-FKPT, TNI, Densus 88 Anti Teror, sektor swasta komunitas masyarakat dan media massa," katanya.
Sehingga acara digelar oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan RI dengan tema "Pembinaan Kesadaran Bela Negara bagi Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Ormas" melibatkan hampir 300 orang dinilainya sangat tepat.
Adanya gerakan pentahelix --berdasarkan data diungkap BNPT-- bahwa Indeks Risiko Terorisme di Indonesia antara 2021 sampai 2022 mengalami penurunan hingga 51 persen, yakni melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
Tidak hanya Indeks Risiko Terorisme, Indeks Potensi Radikalisme juga mengalami penurunan menjadi 10 persen dari sebelumnya 12 persen bahkan 38 persen.
Bahkan, BNPT melaporkan bahwa selama selama 2023 tidak ada serangan terbuka oleh teroris atau "zero terrorist attack".
Global Terrorism Index Indonesia juga semakin baik, dari posisi 24 di tahun 2023 menjadi posisi 31 tahun 2024.
"Mengenai radikalisme jika dikaitkan dengan bela negara, hubungannya sangat erat, mengingat dalam UU No 5 Tahun 2018 sudah jelas bahwa karakteristik radikalisme adalah bagi kelompok yang menolak Pancasila, UUD, kebhinekaan dan NKRI," ujarnya.
Baca juga: Tangkal Radikalisme di Kaltara Dengan Memperkokoh Kearifan Lokal
Baca juga: BNPT dan FKPT Aceh gelar Festival Youth of Indonesia di Banda Aceh