Jakarta (ANTARA) - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai virus corona jenis baru (COVID-19) yang menjadi pandemi telah menimbulkan gejolak ekonomi serius terhadap ekonomi global dan juga Indonesia.
“Simak rontoknya harga-harga saham, minyak dan nilai tukar. Juga berbagi pukulan yang menggoyahkan pilar dan fundamental perekonomian banyak negara. Termasuk Indonesia,” kata SBY dalam pernyatannnya di Jakarta, Selasa malam.
SBY menilai Indonesia perlu menerapkan respon kebijakan yang tepat dan tidak terlambat untuk menghadapi gejolak ekonomi global saat ini akibat pandemi virus Corona (COVID-19).
Di samping itu, ujar SBY, ekonomi Indonesia masih memiliki sejumlah masalah fundamental yang perlu dibenahi. Namun SBY optimistis bahwa akan ada upaya untuk menghadapi kesulitan gejolak ekonomi global saat ini
“Saya termasuk orang yang optimistis, tapi juga realistis. Selalu ada jalan ketika kita menghadapi kesulitan. Setiap masalah selalu ada solusinya, yang penting jangan terlambat untuk berbuat. Pilih solusi paling tepat dan jalankan dengan segala daya upaya. Insya Allah berhasil," tegasnya.
Baca juga:Pemerintah siapkan stimulus lanjutan untuk antisipasi dampak COVID-19
Baca juga:Dampak COVID-19, MPR: Tidak tepat berlakukan "lockdown"
SBY menjelaskan pengalaman krisis ekonomi global pada1998 dan 2008. Menurutnya, pada 1998, Indonesia harus menerima dampak signifikan dari krisis ekonomi 1998. Sedangkan pada 2008, menurut dia, ekonomi Indonesia bisa bertahan karena pemerintah mampu meminimalkan dampak krisis.
"Banyak pakar ekonomi, pemimpin dunia usaha, elemen pemerintah di banyak negara yang khawatir gejolak ini bisa membuat dunia jatuh ke resesi yang dalam dan panjang. Bahkan ada yang cemas kalau krisis ini jauh lebih berat dibanding tahun 1998 dan 2008 dulu," kata SBY.
"Untuk meredakan badai ekonomi diperlukan penanganan bersama yang serius dan terus-menerus. Tentu termasuk kebijakan dan tindakan yang dilakukan secara nasional, di masing-masing negara," ujarnya.
Tanda gejolak ekonomi yang serius itu, ujar SBY, sudah ditunjukkan oleh Bank Sentral AS, Federal Reserve, dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25 persen dan juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (Quantitative Easing/QE) senilai 700 miliar dolar AS.
“Yang mengerti ekonomi, kalauThe Fedsudah “menembakkan peluru kendali” seperti ini, berarti situasi sudah serius. Berbagai bank sentral di seluruh dunia juga melakukan langkah-langkah yang serupa,” ujarnya.
Baca juga:Akibat corona, PDB negara berkembang Asia berkurang 0,2 persen
Baca juga:BI sebut tiga sektor ekonomi berpotensi terdampak wabah Virus Corona
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Apep Suhendar
Berita Terkait
IDI imbau perketat protokol kesehatan antisipasi kasus COVID-19
Rabu, 6 Desember 2023 19:25
Catatan Ilham Bintang - Tiada lagi Jenderal Doni Monardo
Rabu, 6 Desember 2023 9:59
Satgas sebut rencana akhiri PPKM bentuk penyesuaian kebijakan
Jumat, 23 Desember 2022 5:53
Ini ciri Varian XBB, di antaranya gejala ringan dan cepat menyebar
Sabtu, 12 November 2022 10:59
Presiden Jokowi luncurkan IndoVac, vaksin COVID-19 buatan dalam negeri
Kamis, 13 Oktober 2022 11:17
WHO sebut akhir pandemi COVID "di depan mata"
Jumat, 16 September 2022 15:31
40,2 juta vaksin COVID-19 kedaluwarsa segera dimusnahkan
Rabu, 31 Agustus 2022 7:57
Indovac dan Inavac, nama vaksin COVID-19 buatan Indonesia
Minggu, 28 Agustus 2022 16:37