KPPU kaji dugaan praktik "predatory pricing" layanan Starlink

id KPPU

KPPU kaji dugaan praktik "predatory pricing" layanan Starlink

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Gopprera Panggabean (kedua dari kiri) dalam diskusi media yang digelar di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Rabu (12/6/2024). (ANTARA/Farhan Arda Nugraha)

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan belum bisa mengeluarkan pernyataan bahwa penyedia layanan internet berbasis satelit Starlink melakukan predatory pricing karena pihaknya masih melakukan kajian terhadap dugaan tersebut.

"Sampai saat ini kami masih mengkaji (dugaan predatory pricing) kita belum menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan belum jual rugi atau kita belum bisa menyimpulkan itu," kata anggota KPPU Gopprera Panggabean dalam diskusi media yang digelar di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Rabu.

Gopprera menjelaskan, KPPU saat ini belum menyatakan potongan harga pada layanan Starlink sebagai predatory pricing atau menjual dengan harga yang sangat murah dibandingkan pesaingnya, karena perusahaan tersebut masih terbilang baru beroperasi di Indonesia sehingga KPPU belum mengukur dampak kehadiran Starlink bagi persaingan bisnis telekomunikasi di Indonesia.

"Kita akan melakukan pengumpulan data. Sampai saat ini kita belum bisa menilai apakah yang dilakukan (Starlink) dalam rangka yang saat ini harganya hampir turun, diskon dari yang sebelumnya, apakah itu predatory pricing dalam rangka menyingkirkan atau promosi sebagai memperkenalkan produknya di Indonesia," ujarnya.

Lebih lanjut, Gopprera mengatakan KPPU siap menerima laporan dari penyedia jasa internet yang merasa tersingkir akibat kehadiran Starlink.

Apabila dari laporan tersebut terbukti bahwa Starlink melakukan praktik predatory pricing atau monopoli yang mengganggu persaingan bisnis telekomunikasi, maka KPPU akan menindak penyedia internet satelit milik Elon Musk itu lewat jalur hukum.

"Kalau ada kebijakan yang mendistorsi pasar mereka, kalau terkait dengan praktik-praktik monopoli dalam rangka mencapai penguasaan pasar atau mempertahankan penguasaan pasar, kita akan melakukan proses penegakan hukum," kata Gopprera.

Diketahui, pernyataan serupa juga disampaikan KPPU M Fanshurullah yang menegaskan pihaknya belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait dengan layanan internet Starlink masuk dalam kategori predatory pricing.

"KPPU belum ada sikap resmi menyatakan apakah Starlink itu masuk dalam predator pricing ataukah tidak," ujar Fanshurullah dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (10/6).

Fanshurullah menjelaskan saat ini KPPU baru melakukan tahapan diskusi bersama beberapa pemangku kepentingan, di antaranya adalah Dewan Ketahanan Nasional, Asosiasi Satelit Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia, perwakilan dari Starlink Indonesia, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Menurutnya, diskusi tersebut masih mendengarkan perihal pro dan kontra terkait dengan praktik predatory pricing. KPPU menyebut sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan akhir agar tidak terjadi asumsi keberpihakan. Oleh karenanya, diskusi ini perlu dikaji lebih dalam lagi dan tidak bisa diputuskan dengan cepat.

"Ini sangat sensitif, kami sangat hati-hati mengkaji secara mendalam, komprehensif untuk betul-betul melihat apresiasi dari semua pihak, konsesi hukum, kepentingan ekonomi dan kepentingan politiknya gimana," ucapnya.
Baca juga: Kemenkes-Starlink fasilitasi internet di puskesmas terpencil