Nunukan (ANTARA) - Setelah harga cabai rawit naik hingga Rp100.000 per kilogram sebelum lebaran Idul Adha 1442 Hijriyah, kini sudah turun menjadi Rp70.000 per kilogram.
Beberapa pedagang di Nunukan, awal pekan ini mengakui harga cabai sempat melambung sebelum Lebaran Idul Adha pada pertengahan Juli 2021.
Sarif, pedagang bumbu masak di Pasar Inhutani menjelaskan harga cabai rawit sempat naik setelah lebaran karena tidak ada kapal dari Sulawesi Selatan.
Tidak ada pasokan bahan bumbu masak ke daerah itu dari Sulawesi sehingga pedagang mengandalkan produksi petani lokal.
Dalam kondisi normal, misalnya tidak ada cuaca buruk atau libur hari keagamaan, maka pemasokan bumbu masak dari Sulsel ke Kabupaten Nunukan adalah dua kali dalam sepekan.
"Selama tidak ada kapal dari Sulsel terpaksa kita mengandalkan lombok (cabai) lokal saja. Harganya sangat mahal karena seenaknya kenaikkan, tidak ada yang lain kan," ungkap Sarif yang menjadi agen penyalur ke pedagang eceran.
Ia mengatakan apabila tidak ada kapal yang membawa barang kebutuhan pokok dari Sulsel maka harga pasti naik dan bukan cuma cabai rawit saja.
Sebab, hampir semua bahan kebutuhan pokok masyarakat Kabupaten Nunukan didatangkan dari Sulsel.
"Kalau barang lancar datang dari Sulsel harganya pasti turun di sini (Nunukan)," kata Kasma, pedagang bumbu masak di Pasar Yamaker.
Harga cabai rawit sebesar Rp100.000 per kilogram hanya berlangsung sepekan. Kemudian harga turun menjadi Rp70.000 per kilogram sejak Senin (26/7), pertama kali kapal barang datang dari Sulsel.
Sebelumnya, Kepala Seksi Perbenihan dan Perlindungan Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Nunukan Bambang Subagio menjelaskan upaya agar daerah tersebut bisa menjadi penghasil pangan, termasuk padi, bawang merah dan cabai.
Melalui program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Dinas Pertanian siap membantu petani setempat tujuannya agar mengurangi ketergantungan daerah itu dengan pasokan berbagai komoditas dari daerah lain.
Baca juga: Jelang Idul Fitri Harga Cabai di Tarakan Alami Kenaikan
Baca juga: Pasokan cabai dari Sulsel sebabkan harga turun
Beberapa pedagang di Nunukan, awal pekan ini mengakui harga cabai sempat melambung sebelum Lebaran Idul Adha pada pertengahan Juli 2021.
Sarif, pedagang bumbu masak di Pasar Inhutani menjelaskan harga cabai rawit sempat naik setelah lebaran karena tidak ada kapal dari Sulawesi Selatan.
Tidak ada pasokan bahan bumbu masak ke daerah itu dari Sulawesi sehingga pedagang mengandalkan produksi petani lokal.
Dalam kondisi normal, misalnya tidak ada cuaca buruk atau libur hari keagamaan, maka pemasokan bumbu masak dari Sulsel ke Kabupaten Nunukan adalah dua kali dalam sepekan.
"Selama tidak ada kapal dari Sulsel terpaksa kita mengandalkan lombok (cabai) lokal saja. Harganya sangat mahal karena seenaknya kenaikkan, tidak ada yang lain kan," ungkap Sarif yang menjadi agen penyalur ke pedagang eceran.
Ia mengatakan apabila tidak ada kapal yang membawa barang kebutuhan pokok dari Sulsel maka harga pasti naik dan bukan cuma cabai rawit saja.
Sebab, hampir semua bahan kebutuhan pokok masyarakat Kabupaten Nunukan didatangkan dari Sulsel.
"Kalau barang lancar datang dari Sulsel harganya pasti turun di sini (Nunukan)," kata Kasma, pedagang bumbu masak di Pasar Yamaker.
Harga cabai rawit sebesar Rp100.000 per kilogram hanya berlangsung sepekan. Kemudian harga turun menjadi Rp70.000 per kilogram sejak Senin (26/7), pertama kali kapal barang datang dari Sulsel.
Sebelumnya, Kepala Seksi Perbenihan dan Perlindungan Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Nunukan Bambang Subagio menjelaskan upaya agar daerah tersebut bisa menjadi penghasil pangan, termasuk padi, bawang merah dan cabai.
Melalui program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Dinas Pertanian siap membantu petani setempat tujuannya agar mengurangi ketergantungan daerah itu dengan pasokan berbagai komoditas dari daerah lain.
Baca juga: Jelang Idul Fitri Harga Cabai di Tarakan Alami Kenaikan
Baca juga: Pasokan cabai dari Sulsel sebabkan harga turun