Kemajemukan Bangsa, Katalis Peningkatan Kualitas Demokrasi

id Dialog, Kebangsaan,Demokrasi

Kemajemukan Bangsa, Katalis Peningkatan Kualitas Demokrasi

DIALOG KEBANGSAAN : Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie saat memberikan paparan dan narasumber pada Dialog Kebangsaan dan Doa Bersama “Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa untuk Kalimantan Utara dan Indonesia Maju”, Kamis (3/10). (humasprovkaltara)

Tarakan (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie mengingatkan, sedianya kemajemukan bangsa dapat menjadi salah satu elemen kekuatan sekaligus sumber peningkatan kualitas pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Ini diperlukan, guna mengantisipasi potensi konflik yang bakal muncul dari aset tersebut. “Kemajemukan bangsa, khususnya Kaltara memang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Ini dikarenakan masyarakat masih mudah terprovokasi oleh ujaran kebencian dan hoax. Disini, peran media sosial dan media massa penting sebagai penangkal, bukan menjadi penyebar dan penyebab konflik,” kata Irianto saat memberikan paparan pada Dialog Kebangsaan dan Doa Bersama “Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa untuk Kalimantan Utara dan Indonesia Maju” di auditorium lantai 4 Universitas Borneo Tarakan (UBT), Kamis (3/10).

Irianto juga berbagi tips untuk mencegah konflik. Menurutnya, hal terpenting adalah saling menghormati, saling menghargai diantara masyarakat tanpa melihat perbedaan. “Untuk hal ini, peran tokoh agama, tokoh masyarakat menjadi sangat besar agar tidak mudah terprovokasi oleh berita hoax dan ujaran kebencian. Untuk para tokoh agama, ingatkan kepada umatnya bahwa menyebar hoax adalah dosa jariah. Terakhir, gunakan media sosial dengan bijak. Bijak dalam artian, mengecek narasumber berita, mengantisipasi judul berita, mewaspadai gambar kiriman, jangan langsung nge-share dan baca secara menyeluruh,” ucap Gubernur.

Hoax juga dapat memicu aksi demonstrasi. Demonstrasi yang mengarah pada aksi anarkis akan mengganggu berbagai sendi kehidupan. Salah satunya, perekonomian yang terkait investasi. “Buktinya, akibat demo nasional belum lama ini, kurs rupiah mengalami penurunan. Lalu, puluhan triliunan rupiah modal investasi akan keluar dari Indonesia,” urai Irianto.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), puncak penyebaran isu hoax di Indonesia terjadi pada April 2019 atau pada saat pelaksanaan Pilkada Serentak 2019 (dari rentang Agustus 2018 hingga September 2019). Untuk temuan kategorinya, politik adalah yang tertinggi, disusul isu pemerintahan, kesehatan dan lainnya. “Menilik hal tersebut, saya berharap Kaltara yang dalam waktu dekat akan menggelar Pilkada Serentak 2020, diharapkan melaksanakan pesta demokrasi itu secara aman dan damai,” papar Gubernur. Guna diketahui, Pilkada di Kaltara terdiri dari 4 Pilbup, dan 1 Pilgub. Tahapannya sudah mulai berjalan dan dilaksanakan oleh pihak penyelenggara.

PAHAMI MAKNA DEMOKRASI

Di kesempatan ini, Irianto juga memaparkan sejumlah hal aktual terkait kehidupan berdemokrasi di Indonesia, juga negara tetangga. “Berbicara soal demokrasi, maka harus diketahui definisi dan makna demokrasi itu sendiri. Secara universal, demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Indonesia, adalah negara dengan implementasi demokrasi yang terbaik saat ini. Namun, demokrasi yang memiliki batasan, bukan sebebas-bebasnya,” urai Gubernur.

Secara definsi, demokrasi menurut plato, adalah bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, yang memimpin untuk kepentingan rakyat banyak. Sementara, menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan, dari pendapat Muhammad Yamin, demokrasi adalah sebuah dasar yang ada didalam pembentuk pemerintahan dan posisinya berada didalam atau masyarakat pada sebuah kekuasaan untuk bisa memerintah dan mengatur agar dapat dikendalikan dengan sah pada setiap warga negara.

Gubernur menyebutkan, situasi global saat ini, sedang mengalami krisis demokrasi. Ini dimulai dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerikas Serikat (AS). Lalu, munculnya partai-partai rasis dan anti imigran di Eropa, serta bangkitnya kekuatan otoriter, bahkan proto-fasis di Amerika Latin, Afrika, Asia dan Pasifik. “Bentuk-bentuk seperti ini, harus diketahui dan dikenali. Cara penanganannya pun berbeda-beda di setiap negara,” ungkap Gubernur.

Pada 2018, berdasarkan penilaian Freedom House, Indonesia mendapat skor 62 dari 195 negara di dunia yang disurvei. Ini berarti, tingkat demokrasi di Indonesia dalam kategori “bebas sebagian atau tidak sepenuhnya bebas”. Untuk Kaltara sendiri, pada 2017 menduduki peringkat ke-3 nasional dengan capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 81,06. Lalu pada 2018, menduduki peringkat ke-4 nasional dengan capai IDI 81,07. “Ada 3 aspek yang dinilai pada IDI ini, yakni aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik, dan aspek lembaga demokrasi. Dari ketiga aspek tersebut, aspek kebebasan sipil memiliki poin tertinggi pada 2018 yakni 97,36 poin,” beber Irianto.

Kaltara dalam variabel pemilu yang bebas dan adil, menjadi daerah dengan penyelenggaraan pemilu yang baik. “Namun, kelemahan kita adalah peran DPRD, partai politik, dan peran birokrasi pemerintah daerah masih perlu perbaikan,” ucap Gubernur. Usai memberikan paparan, dilakukan dialog dengan dimoderatori oleh Rektor UBT Prof Adri Patton. Pada kesempatan Gubernur bersama Kapolda Kaltara Brigjen Pol. Indrajit, kepala BIN Kaltara Rudi Supriyanto, Danlatamal XIII/Tarakan Laksmana Pertama Judijanto menjadi narasumber.