Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menilai kehadiran para penceramah dengan materi-materi dakwah yang moderat di dunia maya selama pandemi efektif menekan pengaruh radikalisme di Tanah Air.
"Mereka (para penceramah) yang mayoritas moderat cukup mengimbangi konten-konten keagamaan di dunia maya (yang intoleran dan radikal)," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid dalam diskusi bertajuk "Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP) Viralkan Perdamaian dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme" di Convention Hall, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Sabtu.
Nurwakhid menuturkan bahwa konten keagamaan yang tersebar di dunia maya dan biasa diakses masyarakat di Indonesia, 67,7 persen di antaranya merupakan konten keagamaan bernuansa intoleran dan radikal.
Setelah memasuki pandemi yang diikuti penerapan protokol kesehatan (prokes), lanjut dia, konten dakwah dari penceramah yang moderat dan toleran mulai banyak bermunculan di dunia maya sehingga menekan pengaruh konten radikal tersebut.
"Begitu ada pandemi, para kiai, penceramah, maupun pendeta yang selama ini diam, tidak viral tetapi karena ada prokes mereka mau tidak mau menggunakan sarana gadget (untuk dakwah)," kata dia.
Baca juga: BNPT ajak pemuda ciptakan konten kreatif untuk cegah radikalisme
Baca juga: Anggota DPR minta BNPT cegah radikalisme di perguruan tinggi
Baca juga: BNPT: Duta Damai Dunia Maya tambah amunisi lawan propaganda terorisme
Berkat kemauan para penceramah moderat untuk hadir di dunia maya, Nurwakhid menyebut indeks potensi radikalisme di Indonesia berdasarkan hasil survei tahun 2020 turun menjadi 12,2 persen dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 55,2 persen.
Ia menjelaskan indeks potensi radikalisme yang mencapai 12,2 persen tersebut didominasi generasi milenial.
Selain itu, indeks risiko terorisme (IRT) pada 2021 juga telah turun menjadi 52,22 persen atau melampaui target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang sebesar 54,36 persen.
Menurut Nurwakhid, munculnya paham radikal selalu diawali dengan sikap eksklusif dan intoleran terhadap keragaman.
"Radikal atau ekstrem ciri-cirinya biasanya mengkafirkan mereka yang berbeda, tidak hanya beda agama, tapi beda kelompok, beda paham, bahkan sesama agama pun dikafir-kafirkan," ujar dia.
Radikalisme, kata dia, sejatinyaadalah fase menuju terorisme sebab radikalisme adalah paham yang menjiwai semua aksi terorisme.
Oleh karena itu, Nurwakhid mengajak semua pihak, khususnya kaum perempuan sebagai soko guru bangsa mampu membentengi keluarga, lingkungan dan masyarakat dari paham radikal.
"Membentengi dari paham-paham asing yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Disamping itu memperkuat kecintaan terhadap Tanah Air dan ideologi bangsa yaitu Pancasila," ujar dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: M Arief Iskandar
Berita Terkait
Youth Of Indonesia "YOI" hadir perdana di Kepulauan Riau
Rabu, 20 Maret 2024 17:00
Harinto: FKPT berperan strategis bagi akselerasi informasi, deteksi dini dan cegah terorisme
Rabu, 21 Februari 2024 9:10
Kepala BNPT : Tetap waspada meski "zero terrorist attack"
Selasa, 20 Februari 2024 20:48
Peran FKDM Kaltara dalam deteksi dan cegah dini jelang Pemilu 2024
Rabu, 20 Desember 2023 11:28
Kepala BNPT paparkan sejumlah isu penting akhir tahun 2023
Rabu, 20 Desember 2023 7:43
Penjurian nasional "Asik Bang" dan podcast digelar di Jakarta
Selasa, 5 Desember 2023 16:54
Asik Bang FKPT kembali goyang Sumut
Kamis, 16 November 2023 16:31
BNPT: Perempuan berperan strategis cegah radikalisme
Kamis, 16 November 2023 14:57