Sri Mulyani Beri Keringanan Pajak Sebagai Respons Kebijakan Tarif AS

id Sri Mulyani, Trump

Sri Mulyani Beri Keringanan Pajak Sebagai Respons Kebijakan Tarif AS

Presiden Prabowo Subianto (kiri) didampingi Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Seskab Teddy Indra Wijaya mendengarkan paparan presentasi dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/sgd/Spt/aa.

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons kebijakan tarif resiprokal AS dengan langkah-langkah deregulasi pajak dan kepabeanan untuk meringankan beban pelaku usaha Indonesia.

Melalui empat langkah strategis, Sri Mulyani bakal memangkas beban tarif yang dirasakan pelaku usaha hingga 14 persen.

“Jadi kami akan terus melakukan reform, terutama di bidang pajak bea cukai, dan prosedur supaya ini betul-betul mengurangi beban (pengusaha),” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa.

Sebagaimana diketahui, langkah ini diambil menyusul keputusan pemerintahanTrump yang menetapkan tarif impor terhadap produk Indonesia menjadi 32 persen.

Upaya yang pertama, Pemerintah Indonesia akan memangkas beban 2 persen yang berasal dari reformasi administrasi perpajakan dan bea cukai.

"Jadi, ini adalah perubahanyang bisa kita lakukan di pajak dan bea cukai hanya dari sisi administratif, penyederhanaan, akan mengurangi beban. Jadi, kalau dunia usaha akan kena 32 persen (tarif AS), ini bisa dengan berbagai reform, 2 persen lebih rendah,” ujarnya.

Dengan langkah penyederhanaan administrasi, beban tarif dapat ditekan menjadi 30 persen.

Kemudian langkah kedua adalah pemangkasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor dari yang sebelumnya 2,5 persen menjadi hanya 0,5 persen. Hal ini diklaim dapat memangkas beban tarif tambahan sebesar 2 persen sehingga membuat total beban tarif turun menjadi sekitar 28 persen.

Langkah ketiga dilakukan melalui penyesuaian tarif bea masuk produk impor yang berasal dari AS dan masuk kategori most favored nation (MFN). Tarif yang semula dikenakan sebesar 5 persen hingga 10 persen, akan diturunkan menjadi 0 persen sampai 5 persen.

“Ini berarti mengurangi lagi 5 persen beban tarif, ini untuk produk-produk yang berasal dari AS, yang masuk MFN,” jelasnya.

Selanjutnya, Bendahara Negara itu juga menjanjikan penyesuaian terhadap tarif bea keluar untuk komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), yang diklaim ekuivalen menurunkan beban pengusaha sebesar 5 persen.

Dengan demikian, total pengurangan beban dari empat langkah tersebut mencapai 14 persen, sehingga beban tarif akibat kebijakan Trump tinggal 18 persen.

“Jadi anything yang bisa mengurangi tarif karena sudah adanya beban tarif, selama belum turun dari Amerika, kita akan coba lakukan (pengurangan beban pengusaha),” tutur Menkeu.

Selain itu, pemerintah juga tengah mempercepat proses trade remedies seperti bea masuk antidumping (BMAD), agar bisa diselesaikan hanya dalam 15 hari, dengan berkoordinasi bersama kementerian dan lembaga (K/L) terkait.

Reformasi yang dilakukan ini juga sejalan dengan peningkatan kualitas layanan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terutama dengan kehadiran sistem digital perpajakan Coretax.

"Coretax kita sudah makin membaik, ini akan mempercepat proses pemeriksaan, proses keberatan, dan termasuk proses validasi dari instansi melalui layanan," terangnya.

Ia menegaskan bahwa reformasi perpajakan tidak hanya mendorong efisiensi birokrasi, tetapi juga menjadi langkah strategis menghadapi tekanan eksternal.

"Jadi kami akan terus melakukan reform, terutama di bidang pajak bea cukai, supaya ini betul-betul mengurangi beban. Sesuai dengan penekananPresiden, ini adalah waktu yang tepat untuk deregulasi dan reform yang lebih ambisius," jelasnya.
Baca juga: AISMOLI: Kebijakan Trump Berpotensi Ganggu Industri Otomotif Tanah Air
Baca juga: PCO Ungkap Langkah Pemerintah Hadapi Kebijakan Tarif Trump