Malinau (ANTARA) - Metut hibahkan wilayah untuk Nahakramo Baru
Masyarakat Nahakramo Baru Kecamatan Malinau Selatan Hulu Kabupaten Malinau, bergembira.
Wilayah desa yang mereka tempati saat ini, sudah resmi dihibahkan Desa Metut pemilik wilayah ke Nahakramo Baru. Kedua desa bertetangga ini telah menandatangani dokumen Berita acara hibah yang disaksikan Camat Malinau Selatan Hulu Umar Ali dan para pemangku adat dari kedua desa.
Bagi Nahakramo Baru penandatanganan berita acara hibah ini menjadi bahan untuk pengajuan SK Bupati Malinau untuk wilayah administratif desa.
Awalnya warga Nahakramo Baru, sama seperti desa-desa lainnya di pedalaman Kalimantan, perpindahan penduduknya cukup tinggi, mereka bagian warga Pelencau. Ketersediaan sumber penghidupan dan menghindari bencana alam, termasuk program pemukiman kembali masyarakat tertinggal yang di gagas pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an, menjadi pemicu perpindahan ini.
Pergerakan warga Nahakramo baru ke lokasi yang sekarang terjadi sejak tahun 1999, ketika banjir bandang mendera Sungai Malinau.
Banyak desa-desa di hulu yang hanyut terbawa air bah. Termasuk Long Jalan, Long Lake, Pelancau di Long Keramu hingga Punan Adiu. Semua desa ini pindah wilayah pemukiman. Pemukiman warga di Long Karamoh terpecah ke Liu Mutai, ke Bengawat dan Loreh. Liu Mutai ini adalah Rt 02 Desa Pelancau menempati wilayah Desa Metut. Mereka minta izin untuk tempat tinggal dan berladang. Desa Metut memberikan izin tinggal dan berladang. Ketika pemekaran kecamatan Malinau Selatan menjadi Malinau Selatan Hulu, Malinau Selatan dan Malinau Selatan Hilir, Rt 2 Plancau ini menjadi desa baru. Bupati Malinau saat itu Martin Bila memberi nama RT 02 Pelencau itu menjadi Desa Nahakramo Baru pada tahun 2010.
Selanjutnya untuk pengesahan yang lebih kuat Metut dan Nahakramo Baru sepakat membuat surat hibah tahun 2015, Metut menghibahkan wilayah desanya seluas 1.300 ha. Surat hibah dipegang oleh masing-masing desa.
Sayangnya berkas hibah yang dipegang Desa Nahakarmo Baru hilang, sedangkan yang di Metut terbakar ketika kantor desa terbakar. Tanpa ada dokumen, maka proses untuk pengajuan wilayah administrasi desa akan sulit dijalankan.
Untuk itulah KKI Warsi menjembatani kedua desa untuk melakukan pembaruan berita acara hibah. Proses ini berjalan cukup panjang karena mulai muncul pemikiran-pemikiran baru di kedua belah pihak. Namun dengan fasilitasi yang terus menerus, serta dukungan Camat Malinau Selatan Hulu, disepakati bahwa narasi hibah dan wilayah yang dihibahkan dikembalikan sesuai dengan narasi hibah tahun 2015 dan ditandatangani oleh semua pihak.
“Kepastian dan pengakuan wilayah menjadi sangat penting untuk kedua desa, untuk kepastian wilayah administratif desa,” kata Anna Dian Setiawati, Project Officer KKI Warsi yang bekerja di wilayah ini.
Anna menyebutkan pengakuan wilayah administratif desa merupakan pintu gerbang untuk perencanaan pembangunan desa.
“Meski sempat maju mundur, karena adanya perbedaan pandangan terkait wilayah ini, akhirnya semua bersepakat untuk menandatangani berita acara hibah ini,” kata Anna.
Dengan hibah ini, selanjutnya Nahakramo Baru bisa mengajukan wilayah administratif ke Bupati Malinau. Sedangkan bagi Metut, hibah ini mempertegas wilayah mereka.
“Kita mengurai penyelesaian batas desa ini per segmen, sehingga masing-masing desa yang berbatasan menyepakati batas mereka. Saat ini yang tinggal berita acara batas wilayah Metut dengan Laban Nyarit. Sebenarnya narasi batasnya sudah di sepakati, tinggal dilakukan penandatanganan saja,” kata Anna.
Tahun lalu, Metut dan Tanjung Nanga juga sudah mendatangani berota acara batas ke dua desa. Ketika batas desa sudah temu gelang, barulah desa bisa mengajukan ke Bupati Malinau untuk SK penetapan wilayah administratif desa.
Camat Malinau Selatan Hulu Umar Ali, juga merasakan haru yang mendalam kala penandatangan hibah desa Metut ke Nahakramo Baru ini.
Bagi Camat, penandatanganan yang didukungnya sepenuh hati ini merupakan kado terindah menjelang purna tugas sebagai aparatur negara yang memasuki masa pensiun di September 2023.
“Kita ingin, semua masyarakat kita bisa damai, aman mengelola wilayahnya masing-masing. Kita berharap ke depannya mereka bisa lebih baik dalam mengelola desa,” kata Umar Ali pada saat penandatangan berita acara hibah 23 Agustus lalu.
Kepala Desa Metut Kamilus mengungkapkan hibah ini sebagai bentuk menjalin persaudaraan dengan Nahakramo Baru.
“Kita adalah saudara, hibah ini dilakukan karena kami adalah satu keturunan. Nahakramo Baru bisa juga berkembang dan punya wilayah administratif sendiri,” kata Kamilis.
Hibah ini disambut baik oleh warga Nahakramo Baru.
“Puji Tuhan, dengan hibah ini kita tidak ragu-ragu lagi, selama ini kita ragu dan takut untuk membangun karena kita belum pasti apakah ini hak kita apa tidak, ”kata Samuel ketua RT 01 Nahakramo Baru.
Dalam berita acara hibah ini, disebutkan bahwa peninggalan lama Metut yang terdapat di wilayah Nahakramo, semisal kuburan lama tetap dipelihara, dan tidak boleh untuk dialihkan. Sedangkan untuk berladang warga Nahakramo bisa tetap berladang di dalam wilayah desanya tanpa perlu minta izin ke Metut.
“Jika ada ladang atau jakau warga Metut yang ada di wilayah Nahakramo tetap menjadi milik warga yang bersangkutan, demikian juga bekas ladang warga Nahakramo Baru yang berada di wilayah Metut tetap menjadi milik warga yang bersangkutan,” demikian bunyi berita acara hibah tersebut.
Wilayah Adat Bersama Nahakramo Baru dan Pelencau
Selain menandatangani berita acara hibah, Desa Nahakramo Baru dan Pelencau juga membuat kesepakatan terkait dengan pengelolaan wilayah adat bersama. Pelancau saat ini merupakan wilayah kosong, namun mulai ada sebagian warga Pelancau yang bermukim di Loreh pindah kembali ke wilayah asalnya. Sedangkan Nahakramo Baru sudah berada di desanya sekarang.
Wilayah adat bersama Pelencau dan Nahakramu Baru berbatasan dengan Metut. Untuk itulah Nahakramo Baru bersama Pelancau melakukan penandatanganan berita acara batas dengan Metut.
“Karena kami dari keturunan yang sama, maka kami sepakat dengan Pelencau untuk mengelola wilayah adat bersama,” kata Alang Unyat Kepala Desa Nahakramo Baru.
Penandatanganan kedua berita acara ini menghadirkan senyum sekaligus haru bagi desa-desa di hulu Malinau ini. Suara merdu Samsilidiathi yang menyanyikan lagu Kengihih Tero Piah yang artinya Semangat Kita Semua, karya Sugeng Lestari mengiringi penandatanganan berita acara ini.
Tei tero piah pedon kucu,
Keting tero tali peku’ung,
Nyet nuan wo tei an timan,
Yu tukung tero, Ricuk Belinau
Nyou tero kanan pekecet,
Menyou liyo tero fou perun,
Petu’a tero petulat an tero,
Buat tero piah perepi nyepru.
(Mari kita bergandeng tangan,
Rekatkan tali persatuan,
Tatap arah masa depan,
Untuk desa kita, Hulu Malinau
Hilangkan rasa saling benci,
Tak perlu sombong tinggi hati,
Kuatkan rasa saling berbagi,
Tradisi kita saling mengasihi)
Baca juga: KKI Warsi dan UI kolaborasi perkuat kelembagaan suku Punan dan Kenyah
Baca juga: Kaltara pacu percepatan perhutanan sosial 258.776 hektare
Masyarakat Nahakramo Baru Kecamatan Malinau Selatan Hulu Kabupaten Malinau, bergembira.
Wilayah desa yang mereka tempati saat ini, sudah resmi dihibahkan Desa Metut pemilik wilayah ke Nahakramo Baru. Kedua desa bertetangga ini telah menandatangani dokumen Berita acara hibah yang disaksikan Camat Malinau Selatan Hulu Umar Ali dan para pemangku adat dari kedua desa.
Bagi Nahakramo Baru penandatanganan berita acara hibah ini menjadi bahan untuk pengajuan SK Bupati Malinau untuk wilayah administratif desa.
Awalnya warga Nahakramo Baru, sama seperti desa-desa lainnya di pedalaman Kalimantan, perpindahan penduduknya cukup tinggi, mereka bagian warga Pelencau. Ketersediaan sumber penghidupan dan menghindari bencana alam, termasuk program pemukiman kembali masyarakat tertinggal yang di gagas pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an, menjadi pemicu perpindahan ini.
Pergerakan warga Nahakramo baru ke lokasi yang sekarang terjadi sejak tahun 1999, ketika banjir bandang mendera Sungai Malinau.
Banyak desa-desa di hulu yang hanyut terbawa air bah. Termasuk Long Jalan, Long Lake, Pelancau di Long Keramu hingga Punan Adiu. Semua desa ini pindah wilayah pemukiman. Pemukiman warga di Long Karamoh terpecah ke Liu Mutai, ke Bengawat dan Loreh. Liu Mutai ini adalah Rt 02 Desa Pelancau menempati wilayah Desa Metut. Mereka minta izin untuk tempat tinggal dan berladang. Desa Metut memberikan izin tinggal dan berladang. Ketika pemekaran kecamatan Malinau Selatan menjadi Malinau Selatan Hulu, Malinau Selatan dan Malinau Selatan Hilir, Rt 2 Plancau ini menjadi desa baru. Bupati Malinau saat itu Martin Bila memberi nama RT 02 Pelencau itu menjadi Desa Nahakramo Baru pada tahun 2010.
Selanjutnya untuk pengesahan yang lebih kuat Metut dan Nahakramo Baru sepakat membuat surat hibah tahun 2015, Metut menghibahkan wilayah desanya seluas 1.300 ha. Surat hibah dipegang oleh masing-masing desa.
Sayangnya berkas hibah yang dipegang Desa Nahakarmo Baru hilang, sedangkan yang di Metut terbakar ketika kantor desa terbakar. Tanpa ada dokumen, maka proses untuk pengajuan wilayah administrasi desa akan sulit dijalankan.
Untuk itulah KKI Warsi menjembatani kedua desa untuk melakukan pembaruan berita acara hibah. Proses ini berjalan cukup panjang karena mulai muncul pemikiran-pemikiran baru di kedua belah pihak. Namun dengan fasilitasi yang terus menerus, serta dukungan Camat Malinau Selatan Hulu, disepakati bahwa narasi hibah dan wilayah yang dihibahkan dikembalikan sesuai dengan narasi hibah tahun 2015 dan ditandatangani oleh semua pihak.
“Kepastian dan pengakuan wilayah menjadi sangat penting untuk kedua desa, untuk kepastian wilayah administratif desa,” kata Anna Dian Setiawati, Project Officer KKI Warsi yang bekerja di wilayah ini.
Anna menyebutkan pengakuan wilayah administratif desa merupakan pintu gerbang untuk perencanaan pembangunan desa.
“Meski sempat maju mundur, karena adanya perbedaan pandangan terkait wilayah ini, akhirnya semua bersepakat untuk menandatangani berita acara hibah ini,” kata Anna.
Dengan hibah ini, selanjutnya Nahakramo Baru bisa mengajukan wilayah administratif ke Bupati Malinau. Sedangkan bagi Metut, hibah ini mempertegas wilayah mereka.
“Kita mengurai penyelesaian batas desa ini per segmen, sehingga masing-masing desa yang berbatasan menyepakati batas mereka. Saat ini yang tinggal berita acara batas wilayah Metut dengan Laban Nyarit. Sebenarnya narasi batasnya sudah di sepakati, tinggal dilakukan penandatanganan saja,” kata Anna.
Tahun lalu, Metut dan Tanjung Nanga juga sudah mendatangani berota acara batas ke dua desa. Ketika batas desa sudah temu gelang, barulah desa bisa mengajukan ke Bupati Malinau untuk SK penetapan wilayah administratif desa.
Camat Malinau Selatan Hulu Umar Ali, juga merasakan haru yang mendalam kala penandatangan hibah desa Metut ke Nahakramo Baru ini.
Bagi Camat, penandatanganan yang didukungnya sepenuh hati ini merupakan kado terindah menjelang purna tugas sebagai aparatur negara yang memasuki masa pensiun di September 2023.
“Kita ingin, semua masyarakat kita bisa damai, aman mengelola wilayahnya masing-masing. Kita berharap ke depannya mereka bisa lebih baik dalam mengelola desa,” kata Umar Ali pada saat penandatangan berita acara hibah 23 Agustus lalu.
Kepala Desa Metut Kamilus mengungkapkan hibah ini sebagai bentuk menjalin persaudaraan dengan Nahakramo Baru.
“Kita adalah saudara, hibah ini dilakukan karena kami adalah satu keturunan. Nahakramo Baru bisa juga berkembang dan punya wilayah administratif sendiri,” kata Kamilis.
Hibah ini disambut baik oleh warga Nahakramo Baru.
“Puji Tuhan, dengan hibah ini kita tidak ragu-ragu lagi, selama ini kita ragu dan takut untuk membangun karena kita belum pasti apakah ini hak kita apa tidak, ”kata Samuel ketua RT 01 Nahakramo Baru.
Dalam berita acara hibah ini, disebutkan bahwa peninggalan lama Metut yang terdapat di wilayah Nahakramo, semisal kuburan lama tetap dipelihara, dan tidak boleh untuk dialihkan. Sedangkan untuk berladang warga Nahakramo bisa tetap berladang di dalam wilayah desanya tanpa perlu minta izin ke Metut.
“Jika ada ladang atau jakau warga Metut yang ada di wilayah Nahakramo tetap menjadi milik warga yang bersangkutan, demikian juga bekas ladang warga Nahakramo Baru yang berada di wilayah Metut tetap menjadi milik warga yang bersangkutan,” demikian bunyi berita acara hibah tersebut.
Wilayah Adat Bersama Nahakramo Baru dan Pelencau
Selain menandatangani berita acara hibah, Desa Nahakramo Baru dan Pelencau juga membuat kesepakatan terkait dengan pengelolaan wilayah adat bersama. Pelancau saat ini merupakan wilayah kosong, namun mulai ada sebagian warga Pelancau yang bermukim di Loreh pindah kembali ke wilayah asalnya. Sedangkan Nahakramo Baru sudah berada di desanya sekarang.
Wilayah adat bersama Pelencau dan Nahakramu Baru berbatasan dengan Metut. Untuk itulah Nahakramo Baru bersama Pelancau melakukan penandatanganan berita acara batas dengan Metut.
“Karena kami dari keturunan yang sama, maka kami sepakat dengan Pelencau untuk mengelola wilayah adat bersama,” kata Alang Unyat Kepala Desa Nahakramo Baru.
Penandatanganan kedua berita acara ini menghadirkan senyum sekaligus haru bagi desa-desa di hulu Malinau ini. Suara merdu Samsilidiathi yang menyanyikan lagu Kengihih Tero Piah yang artinya Semangat Kita Semua, karya Sugeng Lestari mengiringi penandatanganan berita acara ini.
Tei tero piah pedon kucu,
Keting tero tali peku’ung,
Nyet nuan wo tei an timan,
Yu tukung tero, Ricuk Belinau
Nyou tero kanan pekecet,
Menyou liyo tero fou perun,
Petu’a tero petulat an tero,
Buat tero piah perepi nyepru.
(Mari kita bergandeng tangan,
Rekatkan tali persatuan,
Tatap arah masa depan,
Untuk desa kita, Hulu Malinau
Hilangkan rasa saling benci,
Tak perlu sombong tinggi hati,
Kuatkan rasa saling berbagi,
Tradisi kita saling mengasihi)
Baca juga: KKI Warsi dan UI kolaborasi perkuat kelembagaan suku Punan dan Kenyah
Baca juga: Kaltara pacu percepatan perhutanan sosial 258.776 hektare