BI Kaltara serius terapkan UU Mata Uang di Pulau Sebatik

id bi kaltara, capasity building, wartawan ekonomi dan bisnis kaltara

BI Kaltara serius terapkan UU Mata Uang di Pulau Sebatik

Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltara, Hendik Sudaryanto

Yogyakarta (ANTARA) - Transaksi masyarakat Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan yang masih menggunakan mata uang ringgit Malaysia menjadi perhatian serius Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Utara.

Sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang dimana transaksi dalam negeri wajib menggunakan mata uang rupiah.

Demi menurunkan transaksi dengan mata uang Malaysia ini maka BI Kaltara telah menggelontorkan Rp80 miliar ke pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu.

Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltara, Hendik Sudaryanto di Yogyakarta, Sabtu menyatakan, telah melakukan berbagai langkah demi mengurangi transaksi mata uang tinggit oleh warga Pulau Sebatik.

Yakni menambah loket penukaran uang tunai dan mendorong masyarakat di pulau itu agar meningkatkan kesadaran menggunakan mata uang rupiah.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang sudah sangat jelas bahwa warga negara Indonesia yang menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi dikenakan sanksi.

Namun kata Hendik, menurunkan animo masyarakat menggunakan mata uang ringgit tidak bisa dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia.

Tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama, aparat kepolisan dan TNI bahkan media massa.

Oleh karena itu, selama ini BI Kaltara juga melibatkan prajurit TNI dari babinsa untuk mengsosialisasikan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesadaran bertransaksi menggunakan uang rupiah.

Pada kesempatan itu, lanjut Hendik, telah beberapa kali mengunjungi Pulau Sebatik khusus berkaitan penurunan penggunaan mata uang ringgit dalam bertransaksi.

Upaya-upaya yang telah dilakukannya sejak 2018 tersebut mampu mengurangi penggunaan mata uang ringgit di Pulau Sebatik hingga 10 persen.

Sebelum rutin turun di Pulau Sebatik dengan menyediakan fasilitas dan memupuk kesadaran masyarakat, penggunaan mata uang ringgit berbanding sekira 30-70. Artinya, 30 persen warga masyarakat masih berbelanja menggunakan uang ringgit.

Sedangkan saat ini telah mengalami penurunan dengan sisa perbandingan menjadi sekira 20-80 persen.

Meskipun diakui, kemajuan yang telah dicapai tersebut belum maksimal sehingga sangat dibutuhkan peran instansi lainnya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat setempat. Agar lebih mencintai mata uang rupiah dalam bertransaksi setiap hari.

Ia menyinggung pula adanya prinsip masyarakat Pulau Sebatik bahwa "garuda di dadaku Malaydia di perutku". Prinsip seperti ini perlu dipatahkan dengan cara terus mendoronh sikap nasionalisme bagi masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan itu.

Hendik juga menyatakan, salah satu cara mengurangi peredaran mata uang ringgit di Kabupaten Nunukan adalah membatasi masuknya produk Malaysia ke daerah itu.

Namun yang dapat melakukan ini adalah instansi terkait seperti bea cukai, kepolisian dan aparat hukum lainnya di daerah itu.

Kepala KPw BI Kaltara ini mengharapkan sinergitas semua unsur terkait dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan membatasi pasokan produk Malaysia.

Jika pasokan produk negeri jiran masuk Kaltara maka masih sulit mengurangi transaksi mata uang asing di daerah itu. Sebab, dipastikan tetap rutin berbelanja di negara tetangga.