Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan bahwa pihaknya mengupayakan penambahan kuota peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit guna mempercepat pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, Arianti mengatakan bahwa terdapat kuota sebanyak 38 pada gelombang pertama. Namun, katanya, terdapat instruksi dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya bahwa Presiden Joko Widodo meminta penambahan kuota awal itu.
"Tentu kami akan berusaha karena itu akan terkait dengan rasio dokter. Tetapi teman-teman karena kita ini di bawah pengawasan ACGME (Accreditation Council for Graduate Medical Education) tadi, tentunya kita juga akan diskusi dengan mereka," katanya.
Dia menjelaskan bahwa saat ini, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan sedang memetakan rumah sakit yang mampu menjadi rumah sakit jejaring dalam program tersebut.
"Kalau dilihat dari awal memang 38. Tetapi kan nantinya kita akan membuka jejaring lebih banyak lagi. Kalau sekarang kan jejaringnya masih yang tahap awal tentu masih pembelajaran. Nanti tahap kedua ini akan kita tambah jejaring lebih banyak lagi di rumah sakit-rumah sakit, di RSUD-RSUD," katanya.
Dalam kesempatan itu dia mengatakan bahwa program pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (PPDS RSPPU) bertujuan memenuhi kebutuhan tujuh dokter spesialis yang harus ada di rumah sakit umum daerah, sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
Indonesia masih kekurangan lebih dari 27.000 dokter spesialis. Menurut Arianti, selain peralatan, tenaga medis menjadi salah satu faktor penting guna mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terutama untuk menangani empat penyakit penyebab kematian tertinggi, yakni stroke, penyakit jantung, kanker, dan penyakit ginjal.
Oleh karena itu, katanya, program tersebut memprioritaskan para dokter dari daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), guna percepatan pemenuhan dokter spesialis di RI.
Pada dokter tersebut, ujarnya, tak perlu membayar biaya pendidikan, dan dibayar oleh Kementerian Kesehatan. Setelah selesai menempuh pendidikan, ujarnya, mereka dikembalikan ke tempat asalnya untuk melayani masyarakat.
Dia mengatakan mereka juga menggandeng Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), yang mengakreditasi program sejenis yang ada di Amerika, Singapura, Filipina, dan lain-lain, guna memastikan standar PPDS berbasis RS berkualitas global.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, terdapat 6 RS milik Kemenkes yang sudah ditunjuk sebagai RSP-PU Pilot atau percontohan untuk program studi dokter spesialis, yakni RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (6 kuota), RS Anak dan Bunda Harapan Kita (6 kuota), RS Ortopedi Soeharso (10 kuota), RS Mata Cicendo (5 kuota), RS Pusat Otak Nasional (5 kuota), dan RS Kanker Dharmais (6 kuota).
Baca juga: IDI harap PPDS berbasis RS mampu menjawab masalah maldistribusi dokter
Baca juga: IDI imbau perketat protokol kesehatan antisipasi kasus COVID-19
Berita Terkait
IDI harap PPDS berbasis RS mampu menjawab masalah maldistribusi dokter
Senin, 6 Mei 2024 15:09
IDI imbau perketat protokol kesehatan antisipasi kasus COVID-19
Rabu, 6 Desember 2023 19:25
Peringati HUT IDI ke-73, RSUD Jusuf SK bekerja sama dengan IDI Tarakan gelar donor darah
Rabu, 1 November 2023 13:43
IDI dan IDAI imbau waspadai dini hepatitis akut
Kamis, 5 Mei 2022 8:06
Pemberhentian Terawan dari IDI dinilai bahayakan masa depan kedokteran
Minggu, 27 Maret 2022 19:24
IDI: 545 dokter meninggal dunia hingga 17 Juli 2021
Minggu, 18 Juli 2021 19:25
IDI: 342 petugas medis gugur akibat terinfeksi COVID-19
Minggu, 6 Desember 2020 15:14
Dari 115 dokter meninggal akibat COVID-19, tujuh di antaranya guru besar
Sabtu, 12 September 2020 17:43