Bogor (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tetap menempatkan Tim Satuan Tugas (Satgas) untuk terus bekerja di lapangan guna mengantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia yang bisa terjadi pada puncak musim kemarau.
"Kemungkinan terjadinya karhutla tetap menjadi prioritas yang diantisipasi pemerintah," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, melalui pernyataan tertulisnya, yang diterima Sabtu.
Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, (BMKG), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juni-Juli, terutama di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.
Baca juga: Pejabat TNI/Polri dicopot jika ada karhutla, sebut Presiden Jokowi
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kata dia, walaupun kondisi sulit dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini, pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. "Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap berjalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan,'' kata Siti Nurbaya.
Menurut Siti Nurbaya, Tim Satgas lapangan ini tidak hanya bekerja di titik terdepan saat terjadi karhutla, juga rutin melakukan sosialisasi bahaya karhutla dan penyebaran COVID-19 dari rumah ke rumah warga.
''Untuk karhutla kita tidak bisa menunggu, harus diantisipasi dari sekarang seperti melakukan TMC (Tekhnologi Modifikasi Cuaca). Kita sudah menyurati para kepala daerah pada awal Maret lalu dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada karhutla,'' kata Siti Nurbaya.
Baca juga: Pemegang konsesi diwajibkan cegah kawasan konsesinya dari karhutla
Hal terpenting lainnya, lanjut dia, memberikan peringatan lebih tegas kepada pemegang izin yang lokasinya secara berulang terjadi karhutla.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level =80 persen, hotspot per tanggal 1 Januari sampai 23 April 2020 ada sebanyak 737 titik. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.177 titik. Artinya terjadi penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik atau 37,38 persen.
Baca juga: BNPB: Indonesia hadapi kemarau dengan suhu terpanas, karhutla marak
"Kemungkinan terjadinya karhutla tetap menjadi prioritas yang diantisipasi pemerintah," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, melalui pernyataan tertulisnya, yang diterima Sabtu.
Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, (BMKG), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Juni-Juli, terutama di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.
Baca juga: Pejabat TNI/Polri dicopot jika ada karhutla, sebut Presiden Jokowi
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kata dia, walaupun kondisi sulit dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini, pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. "Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap berjalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan,'' kata Siti Nurbaya.
Menurut Siti Nurbaya, Tim Satgas lapangan ini tidak hanya bekerja di titik terdepan saat terjadi karhutla, juga rutin melakukan sosialisasi bahaya karhutla dan penyebaran COVID-19 dari rumah ke rumah warga.
''Untuk karhutla kita tidak bisa menunggu, harus diantisipasi dari sekarang seperti melakukan TMC (Tekhnologi Modifikasi Cuaca). Kita sudah menyurati para kepala daerah pada awal Maret lalu dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada karhutla,'' kata Siti Nurbaya.
Baca juga: Pemegang konsesi diwajibkan cegah kawasan konsesinya dari karhutla
Hal terpenting lainnya, lanjut dia, memberikan peringatan lebih tegas kepada pemegang izin yang lokasinya secara berulang terjadi karhutla.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Conf. Level =80 persen, hotspot per tanggal 1 Januari sampai 23 April 2020 ada sebanyak 737 titik. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.177 titik. Artinya terjadi penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik atau 37,38 persen.
Baca juga: BNPB: Indonesia hadapi kemarau dengan suhu terpanas, karhutla marak
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Risbiani Fardaniah