"Ke depan kita ingin menempatkan perbatasan menjadi salah satu objek wisata, karena potensi alam, budaya dan etnik ada disana," ujar Irianto. Di wilayah perbatasan, seperti Krayan, Long Apung, dan lain-lain dianggap memiliki potensi besar yang dapat dikenalkan ke masyarakat luas. Di perbatasan juga terdapat tanaman dan binatang-binatang langka.
Budaya di perbatasan sangat terjaga. Masyarakat setempat melestarikan budaya leluhurnya secara turun temurun hingga saat ini. Bahkan di setiap panen buah-buahan maupun hasil pertanian lain, penduduk setempat melakukan upacara adat. Di Kaltara juga terdapat kawasan konservasi yang masuk dalam jantung Kalimantan yang diakui dunia, Kayan Mentarang.
"Ini adalah kawasan konservasi yang luasnya 1,3 juta hektare. Ditambah kawasan hutan lindung jadi 1,6 juta hektare. Dan Alhamdulillah Kaltara diterima dalam anggota GCF (Governors Climate and Forests)," ucap Irianto. GCF, lanjutnya, merupakan organisasi perkumpulan gubernur se dunia dari negara yang tergabung dalam PBB.
Tujuan dari adanya organisasi ini adalah untuk mencegah terjadinya efek negatif gas rumah kaca dan juga pelestarian lingkungan. Kaltara merupakan anggota baru ICR yang dinyatakan resmi gabung belum lama ini di Meksiko. Ditunjuknya gubernur Kaltara gabung dalam organisasi ini karena keberadaan kawasan konservasi Kayan Mentarang yang cukup luas.
"Pertimbangannya selain itu juga karena Kaltara terdapat minyak, gas, emas, batu bara. Bahkan batu bara di sini diakui dunia termasuk yang terbaik, karena kandungan kalorinya di atas 7000, jika dibuat energi listrik bisa sangat hemat," jelas Irianto.
Upaya menjadikan perbatasan salah satu objek wisata salah satunya ditunjukkan dengan pengolahan batik berbahan dasar alami. Setiap tahun masyarakat Kaltara dari 5 kabupaten/kota mengadakan pameran di Malinau tepatnya pada bulan Agustus. Seluruh batik yang dipamerkan mengambil bahan dasar warna dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Kaltara.