Patok perbatasan dibantah bergeser

id Mariner sebatik

Patok perbatasan dibantah bergeser

Pamtas mariner sebatik (Datiz)

Dialog intraktif (Datiz)
Sebatik (Antaranews Kaltara)- TNI membantah khabar adanya patok perbatasan antara Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kaltara bergeser.

Komandan Satgas Marinir Ambalat XXIII Kapten (Mar) Yusuf Muchram di Sebatik, Jumat membantah hal itu.

Hal itu ia ungkapkan dalam acara intraktif Indonesia Menyapa dengan tema "TNI/Polri Kuat Bersama Rakyat", kerja sama RRI, Perum LKBN Antara dan Kemenkominfo.

Ia menjelaskan logikanya setiap patok perbatasan memiliki chip yang dipantau secara langsung Mabes TNI di Jakarta.

"Tugas kami hanya mengawasi, memantau dan memeriksa dan melaporkan jika chipnya rusak," ujar dia dalam acara bertepatan juga rangkaian menyambut HUT Mariner 2018.

Jumlah patok di perbatasan ada 19, yakni 17 patok perbatasan darat dan dua di laut, salah satunya di Karang Unarang.

Adanya khabar patok yang tergeser, seperti disampaikan oleh camat induk Sebatik dalam dialog itu, Yusuf menduga hanya masalah lama tentang perbedaan persepsi pihak Indonesia dengan Malaysia.

Malaysia melihat garis batas imajiner itu berdasar hukum Inggris sedang Indonesia hukum Belanda.

Menjawab tentang rencana pembangunan infrastruktur atau pos pengawasan di Karang Unarang, Yusuf menbenarkan sudah ada usulan tinggal keputusan final untuk alokasi dana pembangunan ada di pusat.

Karang Unarang sangat strategis bukan hanya bagi Kaltara namun bagi Indonesia karena untuk wilayah utara di sana titik 0.

Jika wilayah itu direbut oleh negara lain maka sangat merugikan Indonesia karena teritorial Indonesia berkurang.

"Seandainya ada 25 jam, maka Maniner tidak pernah tidur menjaga Karang Unarang ini," tegasnya.

Hubungan Indonesia sempat memanas pada 2005, terkait mencuatnya klaim sepihak Malaysia atas Karang Unarang atau sekitar blok Ambalat.


Perang Konvensional

Dalam acara itu baik Yusup maupun narasumber dari Sebatik Timur AKP Susilo
diwakili Ipda Suwoko dan tokoh masyarakat Muhammad Nurdin (Bang Buaya) sepakat bahaya yang dihadapi perbatasan bukan perang konvensional.

Tapi, perang non konvensional, yakni maraknya peredaran Narkoba dan minuman keras, kemiskinan serta masalah kelemahan pada sektor pendidikan.

TNI dalam membantu kelemahan sektor pendidikan melalui "Sekolah Tapal Batas" bagi anak-anak TKI dengan melibatkan prajurit TNI sebagai guru.

Hal itu diakui Kapolres bahwa perang terhadap peredaran narkoba berat karena banyak jalan tikus dan jumlah personil terbatas dihadapkan dengan kelemahan infrastuktur.