Kegagalan bukan akhir, kuncinya bangkit dengan perencanaan

id Nina kurnia dewi

Kegagalan bukan akhir, kuncinya bangkit dengan perencanaan

Nina Kurnia Dewi, Direktur Keuangan MSDM dan Umum Perum LKBN Antara, sebelumnya pejabat Kepala Divisi Pemeringkatan UMKM & Konsultasi Manajemen pada Perum Jamkrindo (Istimewa)

Jakarta (ANTARA) - Pernah mendengar atau mencicipi produk oleh-oleh khas Bogor, yaitu Lapis Talas Bogor merk “Sangkuriang”?

Bila belum, sangat direkomendasikan untuk dicoba. Enak rasanya, beragam jenis variannya.

Ingatan saya menerawang ke beberapa tahun yang lalu, saat saya berkesempatan bertemu dengan Bu Riska --sang pengusaha-- dalam sebuah acara Talk Show muslimah di Bogor.

Dimulai dari kegagalan menjadi penjual bakso, Bu Riska ini berganti fokus menjadi produsen lapis talas Bogor.

Hal ini karena talas sebagai buah khas Bogor jumlahnya cukup melimpah, serta hobby-nya membuat kue.


Baca juga: Gubernur Buka Pelatihan Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM

Baca juga: Kaltara Pilot Project Pengelolaan UKM Oleh Koperasi


Walau beberapa kali ditolak oleh toko oleh-oleh namun usahanya terus ditekuni dan kreativitasnya dalam membuat produk kue tersebut berhasil --seperti sukses yang ia nikmati saat ini.

Kuenya yang enak dengan banyak rasa menjadi ide-ide baru yg terus mengalir. Termasuk ide kemasan produk kue yang “eye catching”, warna menyala dan diberikan gambar tempat-tempat wisata di Bogor dg sedikit keterangan.

Hal itu tentu saja selanjutnya memancing pembeli untuk melihat, membaca info bermanfaat, membeli dan menikmati citarasa yang nikmat.

Apa yang saya ingat hingga saat ini dari Bu Riska, adalah naluri dan adanya pengetahuan tentang perencanaan usaha.

Di saat produk lapis talasnya mulai laris, dirinya sampai harus membatasi pembeli untuk hanya membeli 2 (dua)box kue.

Namun, niat dan rencana pembeli untuk membeli sejumlah box, dicatatnya dengan baik.

Termasuk para pembeli yang kehabisan kuenya, terus dicatat berapa box dan rasa apa saja yang ingin dibeli.

Dari kegiatannya ini, Bu Riska sudah melakukan pencatatan potensi pasar. Catatannya adalah dengan satuan box dalam sepekan, kemudian diperkirakan kebutuhan dalam sebulan, dan sebagainya.

Juga catatan tentang rasa produk yang disasar calon pembeli karena dari sini rencana dan volume produksi ditulis dengan baik.

Dari pencatatan ini, Bu Riska kemudian bisa mengukur kemampuan usahanya, dan mencari solusi untuk menambah kapasitasnya.

Data pembeli yang kehabisan kue pun dicatat, untuk bisa dihubungi kembali saat produk baru pada esok harinya sudah siap.

"Pencatatan dan perencanaan usaha". Dua kata penting, yang kadang-kadang sulit diterjemahkan dalam praktek oleh para UMKM kita.

Semoga apa yang dilakukan Bu Riska--saat ini sukses dengan produk kue khas Bogor dan melaju dengan beberapa outlet di kota-kota besar-- dapat menginspirasi pengusaha lain untuk terus gigih dan fokus dalam mengembangkan usaha masing-masing.

(Catatan Nina Kurnia Dewi,
Direktur Keuangan MSDM dan Umum Perum LKBN Antara, sebelumnya pejabat Kepala Divisi Pemeringkatan UMKM & Konsultasi Manajemen pada Perum Jamkrindo).

Lapis Talas Bogor (Google)