Fernando Sinaga Gambarkan Evaluasi UU Desa

id DPD

Fernando Sinaga Gambarkan Evaluasi UU Desa

Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga. Antara/Susylo Asmalyah

Tarakan (ANTARA) - Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah asosiasi pemerintah desa pada Senin (24/5) lalu secara virtual.

RDP ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga dan dihadiri oleh Ketua Umum DPP Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi), Wargiyati.

Serta Sekretaris Jenderal DPP Apdesi, Agung Heri Susanto; Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PP PPDI), Mujito dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI), Widi Hartono.

Dalam sambutan pengantarnya, Fernando Sinaga menggambarkan mengenai poin–poin penting dalam evaluasi UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang telah dilakukan oleh Komite I DPD RI.

“Harus kita akui bersama, UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa telalh membawa perubahan yang sangat besar bagi dinamika pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan desa selama 7 tahun terakhir ini," kata Fernando.

Namun demikian, di Komite I DPD RI telah mempunyai tujuh catatan evaluasi pelaksanaan UU Desa, ditambah satu dari Fernando jadi delapan yang perlu dibahas bersama.

Terutama bersama dengan para asosiasi pemerintah desa yang hadir pada pagi ini.

Dia mengapresiasi kehadiran para Kepala Desa dan Perangkat Pemdes yang masih aktif, karena memang sejatinya asosiasi pemerintah desa haruslah diisi dengan keanggotaan para Kepala Desa yang aktif dan perangkat Pemdes yang aktif juga.

Fernando kemudian memaparkan delapan catatan evaluasi Komite I mengenai UU Desa. Pertama, UU Desa membuat penyeragaman sistem dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.

Otonomi desa sesuai hak asal-usul dan hak tradisional kurang mendapat tempat, sebagai mana porsi yang semestinya. Kedua, pada aspek hubungan kelembagaan di tingkat pusat, desa dinaungi dua institusi.

Yaitu Kemendagri yang bertanggungjawab menyangkut pemerintahan dengan Kemendes-PDTT yang bertanggungjawab mengenai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Ketiga, lanjut Fernando, terkait keuangan, pengelolaan keuangan desa masih rumit karena pengelolaan keuangan desa tidak dipaksa untuk menggunakan pola dan sistem pengelolaan keuangan negara dan malah jauh dari asas rekognisi dan subsidiaritas.

Keempat, kurangnya Kerjasama Pemdes dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat Desa.

Kelima, BUMDes seringkali jauh dari semangat sosial dan kebersamaan, terlebih kini sudah ada PP 11/2021 tentang BUMDes yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Di PP ini BUMDes harus berbadan hukum. Keenam, soal Pilkades. Ketujuh, soal penyelesaian konflik di desa.

"Kedelapan, ini tambahan dari saya, yaitu soal Dana Desa yang pengaturannya saat ini bukan hanya di UU Desa tetapi juga di UU nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perpu Nomor 1/2020," kata Fernando.

Yakni tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID–19 dan atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian dan atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU. Di Undang–Undang ini Dana Desa telah menjadi BLT Dana Desa," ujarnya.

Fernando yang juga Ketua Tim Kerja (Timja) Desa Komite I DPD RI ini menambahkan, dengan 8 catatan evaluasi yang dimiliki oleh Komite I, yang jelas UU Desa memang perlu disempurnakan secara terbatas.

Terutama soal BUMDes karena ada pengaturan lain di UU Cipta Kerja dan soal Dana Desa yang sudah diatur juga di UU 2/2020 dalam bentuk BLT Dana Desa.

“Soal catatan yang lainnya, semoga di forum pagi ini kami bisa mendapatkan masukan dari para pimpinan asosiasi yang akan sangat berguna bagi kami di Komite I DPD RI dan Tim Ahli evaluasi UU Desa yang sudah kami bentuk," kata Fernando.

Kemudian soal BUMDes ini juga dari DPD RI telah mengajukan RUU BUMDES yang telah masuk dalam long list Prolegnas DPR RI. Ini tentu saja akan menjadi pertimbangan bagaimana kemudian pengaturan BUMDes didalam revisi UU Desa.

“Kami ingin mengevaluasi dahulu pelaksanaan UU nya, karena selama ini permasalahan pelaksanaan UU Desa lebih banyak pada aturan dibawah UU Desa yaitu PP, Permendes, Permendagri, Permenkeu, Perda dan lain–lain," katanya.
Baca juga: Kesultanan Bulungan Kalimantan Utara Titipkan Aspirasi ke Ketua DPD RI