Jakarta (ANTARA) - Indonesia diminta untuk melakukan antisipasi terhadap ancaman resesi ekonomi di tengah kondisi politik dalam negeri yang dinilai belum stabil.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, mengatakan langkah preventif yang dilakukan pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi perekonomian nasional dari gejolak ekonomi global.
"Kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih tergolong cukup realistis dengan target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3 persen di tengah kondisi riil saat ini yang masih bertengger pada level 5,08 persen. Walaupun demikian, pemerintah tetap perlu terus mewaspadai ancaman resesi global yang mungkin terjadi pada tahun depan," katanya.
Pingkan mengungkapkan setidaknya ada dua faktor utama yang perlu diantisipasi oleh pemerintah dalam menyikapi gejolak ekonomi global yang berada di ambang resesi ini.
Pertama adalah faktor internal yang mencakup stabilitas kondisi sosial-politik yang berdampak pada pertumbuhan investasi. Hal itu dilihat dari dinamika sosial-politik dalam negeri dalam beberapa minggu belakangan ini yang ditandai dengan masih adanya gelombang demonstrasi menuntut parlemen meninjau kembali beberapa RUU yang dinilai mengandung pasal-pasal kontroversial dan merugikan masyarakat.
Masyarakat dari berbagai lapisan turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Sayangnya, beberapa di antara demonstrasi tersebut berujung ricuh dan mendorong sentimen negatif dalam pasar sehingga membuat investor mengambil langkahwait and see.
"Faktor berikutnya adalah faktor eksternal yang mencakup kondisi perekonomian dari negara-negara mitra dagang maupun para penanam modal asing. Hal ini tentu mengancam iklim investasi di Indonesia. Pemerintah harus waspada karena resesi ekonomi dapat menyebar dengan cepat," tambah Pingkan.
Ia menuturkan memasuki kuartal terakhir tahun2019, perekonomian global masih kian melesu. Lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) hingga Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pun kerap mengoreksi pertumbuhan ekonomi global sejak dua kuartal belakangan.
Baca juga:Bursa Wall Street jatuh, dipicu dampak perang dagang atas ekonomi AS
Baca juga:Harga minyak lanjut turun, tertekan kenaikan stok dan data ekonomi AS
Baca juga:Presiden Jokowi: hati-hati potensi resesi ekonomi 1,5 tahun ke depan
Batam berpotensi jadi pilihan investor merelokasi pabrik
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah