Kaltara susun renstra pengelolaan Delta Kayan Sembakung

id Penyusunan, Renstra, Pengelolaan, DKS

Kaltara susun renstra pengelolaan Delta Kayan Sembakung

Gambar Ilustrasi (humasprovkaltara)

Tanjung Selor (ANTARA) - Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki potensi sumberdaya alam luar biasa, utamanya pada wilayah perairan dan kawasan mangrove di Delta Kayan Sembakung (DKS).


DKS sendiri merupakan kawasan strategis provinsi Kaltara yang menbentang di Kabupaten Bulungan, Tana Tidung, Nunukan dan Kota Tarakan serta sedikit bagian di Malinau.

Kawasan DKS telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi utama di Kalimantan sejak sebelum masa kemerdekaan, dan pada masa pemberian izin konsesi hutan pada perusahaan logging sekala kecil pada 1950, kemudian beralih ke skala logging yang lebih besar dan kegiatan ekstraktif seperti tambang pada 1970 hingga sekarang.

Sementara itu, pembukaan lahan menjadi tambak terjadi sejak 1991 tercatat seluas 15.870 hektare, proses ini terus berjalan dan meningkat menjadi 10 kalinya pada 2016 (149.958 ha).

Dalam lingkup regional, sektor perikanan tambak di Provinsi Kaltara memberikan kontribusi yang paling tinggi. Beberapa produk yang dihasilkan yakni, udang windu, kepiting, ikan, bandeng dan mujair.

Seiring waktu, DKS yang awalnya merupakan kawasan ekonomi dengan produksi hasil perikanan yang besar, sekarang mulai mengalami penurunan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas.

Pada 2013, DKS mampu menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp 45 triliun dan pada 2014 turun menjadi Rp 32,5 triliun.

Melihat kondisi tersebut, maka melalui kerjasama PT Hatfield Indonesia (PTHI) dengan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Propeat dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda-Litbang) Kaltara, dilakukanlah penyusunan rencana strategis (Renstra) pengelolaan dan revitalisasi kawasan DKS, Provinsi Kaltara.

Kepala Bappeda-Litbang Kaltara, Risdianto mengungkapkan adapun sistematika Renstra DKS bertujuan mewujudkan kawasan DKS sebagai Agromina-Ekoregion Berdaya Saing, Inklusif dan Berkelanjutan. Diantaranya menyusun zonasi kawasan berbasis potensi dan daya dukung lingkungan, mewujudkan tata kelola dan sistem akses sumberdaya yang inklusif dan berkeadilan bagi masyarakat lokal, serta mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif berbasis pedesaan yang memiliki keunggulan sistem produksi perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan wisata/jasa lingkungan.

Kawasan DKS merupakan bentang alam yang memiliki luas kurang lebih 842.321,8 hektare (dari semula ditetapkan 581.529,14 hektare). Dimana, luas berdasarkan kelompok ekosistem kubah gambut seluas 158.507,1 hektare, gambut (146.700,5 ha), mangrove kawasan lindung (71.657,9 ha), mangrove (299.815,6 ha), dan sungai, ekosistem lainnya (165.640,7 ha).

Hanya saja saat ini, kata Risdianto, untuk kegiatan baik yang telah dan sedang dilakukan meskipun telah cukup banyak tetapi masih bersifat parsial dan belum terintegrasi satu dengan lainnya.

“Padahal pengelolaan yang terintegrasi itu penting dalam memastikan keberlanjutan fungsi ekologi kawasan, dan pada saat yang sama mempertimbangkan posisi strategis delta untuk pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi Kaltara,” ucapnya.

Dengan disusunnya Restra DKS Provinsi Kaltara, diharapkan kedepan dapat mempermudah dalam menyepakati zonasi makro dan penyelesaian konflik zonasi/tata ruang, pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara produktif, pelestarian fungsi lindung ekosistem mangrove dan gambut.

Selain itu, memastikan legalitas akses lahan bagi masyarakat lokal melalui tata kelola efektif di DKS, pembentukan atau penguatan lembaga pengelola kawasan DKS, serta memastikan legalitas akses lahan bagi masyarakat lokal melalui tata kelola yang effektif di kawasan DKS. Seperti program perhutanan sosial pada 70.707 hektare tambak dalam kawasan hutan dapat diselesaikan, dan registrasi lahan tambak dan lahan pertanian rakyat di APL dapat diselesaikan.

Tak terkecuali, revitalisasi perikanan budidaya dan tangkap, revitalisasi perkebunan lestari dan kebijakan insentif, produktivitas lahan dan ketahanan pangan lokal dalam pengembangan usaha dan produk jasa lingkungan, dan pengembangan atau penguatan perekonomian perdesaan.