Beras produk lokal Nunukan butuh keterlibatan pihak ketiga

id beras, produk lokal, nunukan, dinas pertanian

Beras produk lokal Nunukan butuh keterlibatan pihak ketiga

Beras produk lokal Kabupaten Nunukan yang membutuhkan keterlibatan pihak ketiga (pengusaha) untuk menampungnya dari petani

Nunukan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kaltara terus mendorong meningkatnya produksi beras untuk kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat di daerah itu, namun membutuhkan keterlibatan pengusaha setempat untuk menjadi pengumpul dan distributor.

"Sebenarnya produk lokal khususnya beras Kabupaten Nunukan ini sudah mulai menggeliat tetapi dibutuhkan adanya pengusaha lokal yang menjadi pengumpul yang membeli pada petani," harap Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Nunukan Masniadi di Nunukan, Senin.

Ia mengungkapkan produksi beras petani Kabupaten Nunukan saat ini sudah mencapai 19.000 ton gabah kering. Lahan persawahan yang tersedia di daerah itu, kini terus berproduksi namun belum bisa terdistribusi secara maksimal kepada masyarakat.

Masniadi menambahkan musim tanam di Kabupaten Nunukan khususnya Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik masih dua kali dalam setahun. Sedangkan petani yang bermukim di daratan Pulau Kalimantan hanya satu kali setahun seperti di Krayan.

Khusus beras adan produksi petani di Kecamatan Krayan sendiri, Masniadi menyatakan harganya cukup mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat lainnya termasuk aparatur sipil negara (ASN) sendiri.

Beras Adan Krayan memang telah diberikan sertifikasi non organik dengan harga yang mencapai Rp100.000 per kilogram dibutuhkan pihak ketiga untuk menampungnya. Sedangkan beras lokal lainnya yang diproduksi petani Pulau Sebatik dan Pulau Nunukan, harganya masih cukup terjangkau tetapi dibutuhkan pembeli yang melibatkan pengusaha setempat.

Oleh karena itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Nunukan mengharapkan ada pihak ketiga (pengusaha) yang bersedia membeli pada petani secara langsung dan didistribusikan kepada masyarakat.

Masniadi mengaku pernah berkoordinasi dengan bulog tetapi harga penawaran terlalu rendah pada kisaran Rp9.000 per kilogram. Sementara petani menginginkan Rp9.500 per kilogram. Akhirnya, rencana keterlibatan bulog untuk menampungnya dibatalkan.