Jangan biarkan anak-anak bermain "make up"

id bermain mark up

Jangan biarkan anak-anak bermain "make up"

Ilustrasi (Pixabay)

Jakarta (ANTARA) - Dulu, anak-anak perempuan mungkin pernah berpura-pura memakai riasan dengan mainan, atau diam-diam memakai lipstik milik ibu.


Namun, kini banyak anak kecil sudah tak asingdenganmake up,bahkan pandai berdandan, dan memamerkan keahliannya di media sosial.

Walaubeauty vloggercilik sudah banyak bermunculan, orangtua sebaiknya tidak serta merta membiarkan buah hati bermain-main dengan make up terlalu dini.

Baca juga:Jangan lupakan tabir surya saat akan merias wajah

Dilansir CNA, ada beberapa alasan medis mengapa make up tidak bagus saat terpapar pada anak kecil.

Menurut dokter Lynn Chiam, pakar kulit dari Children & Adult Skin Hair Laser Clinic, kulit anak lebih tipis sehingga fungsi penghalangnya tidak sebesar kulit orang dewasa.

Fungsi kulit sebagai penghalang merujuk pada kemampuannya menjaga kelembapan dan melindungi tubuh dari elemen yang merusak, sehingga "kulit anak lebih rentan terhadap bahan yang mengiritasi."

Jika terpapar bahan kimia dalammake upyang bisa menyebabkan kulit kering, merah, gatal dan iritasi, kulit anak bisa jadi lebih sensitif pada hal lain, seperti air, sabun, keringat dan panas.

Proses yang penting dalam memakaimake upadalah membersihkannya secara menyeluruh sehingga kulit bisa kembali "bernafas". Bila anak tidak membersihkanmake upsecara optimal, pori-porinya bisa tersumbat dan berujung pada jerawat.

Bagaimana dengan sedikitlip glossdan pemulas pipi?

Dokter menegaskan riasan bisa berujung pada dermatitis pada kulit dan bibir, menyebabkan merah-merah dan gatal. Anak bisa terkena iritasi meski kuantitasnya sedikit.

Dokter menyarankan agar orangtua menunggu hingga anak berusia 16 tahun sebelum memberinya izin berdandan.

Tapi jika anak punya kegiatan yang mengharuskannya berdandan, misalnya untuk pentas tari, dia merekomendasikan riasan berbabahan dasar bedak yang pada umumnya tidak terlalu mengiritasi kulit seperti riasanliquid.

Hal serupa berlaku pada cat rambut. Jika anak merengek-rengek ingin rambutnya diwarnai, orangtua harus mengingat bahwa kulit kepala anak lebih sensitif dan rambutnya pun lebih halus.

Prosesbleachingrambut sebaiknya baru dilakukan setelah anak puber, setidaknya 16 atau 17 tahun.

Bila memang terpaksa, pakailah pewarna non-permanen yang mudah luntur dalam bentuk semprotan dan kapur. Pewarna ini tidak meresap seperti cat rambut, tapi hanya ada di permukaan.

Bagaimana dengan cat kuku?

Bahan-bahan kimia dalam cat kuku membuat orangtua harus menahan diri untuk tidak membiarkan buah hati mewarnai kukunya, terutama bila si anak punya kebiasaan menggigit kuku atau makan dengan tangan.

Jika orangtua memberi izin, dokter merekomendasikan untuk tidak berlama-lama membiarkan cat kuku itu ada di tangan anak, setidaknya tidak lebih dari sepekan.

Baca juga:Sociolla: Produk kecantikan lokal tumbuh pesat

Baca juga:"Real skin", tren "make up" terkini
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto

Natural, trend make up terkini


00:00
00:00




COPYRIGHT © ANTARA 2019