Fiskal Kaltara Masih di Atas Gorotalo dan Sulbar

id Kapasitas,Fiskal, Daerah

Fiskal Kaltara Masih di Atas Gorotalo dan Sulbar

Gambar Ilustrasi (humasprovkaltara)

Jakarta (ANTARA) - Dalam 3 tahun terakhir, Kapasitas Fiskal Daerah (KFD) dari 34 provinsi di Indonesia masih belum beranjak dari posisi yang ada. Terhitung sejak 2017, jumlah provinsi dengan kategori KFD sangat rendah tetap diduduki oleh 9 provinsi hingga 2019. Adapun jumlah provinsi dengan kategori KFD sangat tinggi tetap berjumlah 4 provinsi sejak 2017 hingga saat ini. Didominasi oleh provinsi di wilayah Pulau Jawa (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah). Hanya 5 provinsi yang menyandang kategori KFD tinggi, dan 16 provinsi sisanya masih menyandang kategori KFD sedang dan rendah masing-masing sebanyak 8 provinsi untuk kedua kategori tersebut.

Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), yang merupakan provinsi termuda di Tanah Air masih menempati posisi dalam kategori rendah. Sesuai data yang dirilis Kementerian Keuangan RI, KFD Provinsi Kaltara adalah 0,282. Meski termasuk kategori rendah, KFD Kaltara masih di atas Sulawesi Barat (Sulbar)- (0,189), Gorontalo (0,171), Bangka Belitung (0,264), Maluku Utara (0,252), Papua (0,179) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) - (0,275). Menanggapi hal itu, Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie mengakui jika Kapasitas Fiskal Daerah di Provinsi Kaltara masih rendah. Meski demikian, jika dibandingkan dengan provinsi lain yang usianya jauh di atasnya, KFD Kaltara masih terbilang bagus.

Sesuai data yang dirilis Kementerian Keuangan, Kaltara hanya sedikit berada di bawah Sulawesi Tenggara Tenggara (0,284) dan Sulawesi Tengah (0,300). Tetapi dibandingkan usia terbentuknya provinsi, maka Kaltara justru menjadi sangat unggul. Misalnya, Sulawesi Tenggara diresmikan sebagai provinsi pada tahun 1967, sementara Kaltara 2013, selisih waktu lahir 46 tahun. Artinya, Kaltara telah mampu bekerja cerdas dan bergerak cepat. Bahkan bukan hanya bergerak cepat, tetapi telah "berlari cepat" sejak usianya masih "balita". “Dengan kata lain, Kaltara bisa disebut "bayi ajaib", karena begitu dilahirkan, langsung berlari, tanpa menangis dan tanpa mengeluh,” ungkap Irianto memberikan perumpamaan bagi Kaltara yang sudah bisa mampu sejajar bahkan melampaui provinsi lain, meski usianya masih sangat belia.

Capaian ini, tegas Irianto, salah satu bukti nyata hasil kerja keras Pemprov Kaltara yang baru berusia jalan 7 tahun. “Semestinya, masyarakat Kaltara dan jajaran pemerintahan wajib bersyukur atas anugerah Allah SWT yang memberkahi upaya kerja keras jajaran Pemprov Kaltara. Juga mampu berpikir jernih, dengan hati bersih, bisa menghargai pencapaian ini,” kata Irianto.

“Jangan mudah mengeluh,” tegasnya. Gubernur pun mengajak seluruh jajarannya untuk bekerja lebih keras lagi. Termasuk kepada masyarakat, diharapkan untuk senantiasa bersyukur dan mendukung kebijakan-kebijakan dan program dari pemerintah. Utamanya program-program pemerintah provinsi, yang memang tujuannya untuk memberikan manfaat kepada masyarakat.

Menyikapi masih rendahnya kapasitas fiskal daerah, lanjut Gubernur, selain berupaya meningkatkan kapasitas fiskal dengan menggenjot pendapatan daerah, Pemerintah Provinsi juga berusaha keras untuk bisa mendapatkan support pendanaan dari pemerintah pusat. “Untuk mendapatkan dukungan dana dari pusat, tidak bisa hanya dengan duduk di belakang meja. Tapi harus ada upaya, bagaimana kita berkomunikasi, bagaimana kita mengusulkan program yang didukung dengan data-data dan argumentasi yang jelas,” urainya.

Seperti diketahui, merujuk pada PMK No.126/2019 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah, KFD dihitung dengan rumus pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu. Komponen dari pendapatan mencakup pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain yang sah. Adapun yang dimaksud dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya antara lain pajak rokok, Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT), DBH SDA Dana Reboisasi, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Nonfisik, Dana Otonomi Khusus, Dana Tambahan Infrastruktur, dan Dana Keistimewaan DIY.

Belanja tertentu meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah untuk daerah otonomi baru, dan belanja bagi hasil. Merujuk pada data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dapat ditemukan bahwa pendapatan provinsi dari 2017 menuju 2018 meningkat yakni dari Rp319 triliun menuju Rp331,4 triliun. Belanja pegawai, salah satu belanja yang tercatat sebagai pengurang dalam penentuan KFD, juga tercatat masih dominan dengan rasio belanja pegawai terhadap total belanja secara rata-rata mencapai 26,8 persen pada 2018. Provinsi-provinsi seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo tercatat memiliki rasio belanja pegawai terhadap belanja secara keseluruhan di atas 35 persen. Ketiga daerah tersebut tercatat memiliki kategori KFD sangat rendah pada 2019 ini.