Jakarta (ANTARA) - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkomdigi menyebutkan 30.017 titik lokasi di Indonesia telah terpasang perangkat penerima sinyal satelit SATRIA-1 per 7 Desember 2025, dengan kecepatan internet hingga 10 Mbps per lokasi.
Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada pada sektor pendidikan (69,24 persen atau 20.785 lokasi), diikuti kantor pemerintahan (19,48 persen atau 5.846 lokasi) serta layanan kesehatan (5,63 persen atau 1.689 lokasi).
"Kita harapkan bahwa konektivitas di seluruh layanan publik ini bisa membantu kita untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, transparansi, dan tentu kepada hal-hal lain yang membaik misalnya ekonomi yang bertumbuh, aspek-aspek sosial yang semakin membaik," kata Direktur Utama BAKTI Kemkomdigi Fadhilah Mathar atau akrab disapa Indah di Cikarang, Jabar, Rabu.
Satelit SATRIA-1, yang diluncurkan pada 2023 dan mulai beroperasi sejak 2024, merupakan satelit dengan kapasitas terbesar di Asia dengan total kapasitas transmisi 150 Gbps dan menggunakan teknologi very high-throughput satellite (VHTS) di frekuensi Ka-Band.
Infrastruktur pendukung SATRIA-1 dilengkapi dengan 11 gateway yang tersebar di Batam, Pontianak, Banjarmasin, Cikarang, Manado, Ambon, Kupang, Manokwari, Timika, Jayapura, dan Tarakan.
Gateway ini berfungsi sebagai penghubung utama antara satelit dan jaringan internet nasional.
Service level agreement (SLA) SATRIA-1 periode Mei 2024 hingga Agustus 2025 mencapai lebih dari 99,5 persen atau melampaui standar minimum yang dipersyaratkan, menunjukkan capaian kinerja layanan yang positif.
Indah menegaskan pihaknya terus berkomitmen untuk mewujudkan pemerataan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di seluruh Indonesia.
Penyediaan SATRIA-1 ini merupakan salah satu wujud konkret komitmen Kemkomdigi dalam memperkuat konektivitas nasional di lokasi layanan publik.
"Kehadiran SATRIA-1 diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan pendidikan, kesehatan, pemerintah serta mendorong percepatan transformasi digital yang inklusif di seluruh Indonesia," kata Indah.

SATRIA-1 adalah proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), dengan total investasi sekitar Rp 6,42 triliun dan skema build-operate-transfer (BOT).
Proyek ini dilaksanakan oleh PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) sebagai badan usaha pelaksana (BUP), dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) selaku penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK) yangmana sebagian wewenangnya didelegasikan kepada BAKTI.
Proyek SATRIA-1 memperoleh dukungan penjaminan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII, dengan masa penjaminan 12 tahun dan masa konsesi 15 tahun.
Cakupan penjaminan terbagi menjadi dua jenis. Pertama, risiko nonterminasi yakni risiko yang muncul ketika proyek tetap berjalan, misalnya keterlambatan pembayaran availability payment, dengan nilai penjaminan hingga Rp2,67 triliun.
Kedua, risiko terminasi yaitu risiko jika kerja sama harus dihentikan lebih awal. Terminasi A berlaku apabila penghentian proyek diputuskan oleh pemerintah, dengan nilai penjaminan maksimal Rp7,2 triliun.
Sementara itu, terminasi C berlaku apabila penghentian proyek terjadi karena keadaan kahar, dengan nilai penjaminan maksimal Rp3,6 triliun.
Plt Direktur Utama PT PII Andre Permana berharap pihaknya dapat memberikan dampak optimal bagi seluruh pemangku kepentingan melalui dukungan penjaminan pemerintah serta capacity building terkait proyek KPBU SATRIA-1.
Kepercayaan pasar diharapkan menguat melalui adanya penjaminan, sehingga investasi pada sektor telekomunikasi semakin kuat dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
"Selain itu, dukungan kami harapkan juga mampu memberikan dampak yang lebih luas lagi kepada masyarakat melalui kehadiran konektivitas jaringan digital yang andal dan inklusif di seluruh Indonesia, sejalan dengan perluasan akses digital nasional," kata Andre.
Baca juga: Komdigi Bangun Posko Trauma Healing di Hamparan Perak
Baca juga: Komdigi Melaksanakan Monev PSO Bidang Pers di ANTARA Biro Kaltara
