Teluk Balikpapan Kian Merana

id ,

Teluk Balikpapan Kian Merana

Stanislav Lhota (dok)

Oleh Iskandar Z Datu

Tanjung Selor, 24/1 (Antara) - Di antara sejumlah kawasan korvervasi yang begitu berharga di Bumi Kalimantan karena keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya karena menjadi habitat berbagai satwa langka --bukan hanya di Indonesia namun dunia-- maka agaknya Teluk Balikpapan yang paling memprihatinkan.
Ironisnya, letak kawasan korservasi bukan di belantara Borneo atau di tengah samudera akan tetapi hanya beberapa puluh menit dari perjalanan darat atau laut dari jatung Kota Balikpapan, Kaltim sudah bisa menuju Teluk Balikpapan.
Kehidupan di ekosistem hutan tropis dataran rendah (mangrove) dan perairan Teluk Balikpapan sangat bernilai bagi pelestarian lingkungan hidup karena terdapat satwa langka, Bekantan atau monyet hidung belalai ((Nasalis larvatus), maupun di perairannya, yaitu duyung (Dugong Dugon) dan pesut Mahakam ((Orcaella brevirostris)
Namun, ternyata posisi strategis karena dekat dengan pengawasan baik secara hukum --bagi tindakan perusakan lingkungan sesuai UU Lingkungan Hidup maupun secara "political will" dari pemangku kebijakan, bukan jaminan bagi keselamatan Teluk Balikpapan.
Buktinya, kata Stanislav Lhota --peneliti dari Universitas Life Scences Ceko di Praha, yang telah bekerja di Teluk Balikpapan selama lebih dari tujuh tahun-- dalam siaran persnya yang diterima di Tanjung Selor, akhir pekan ini bahwa kondisi Teluk Balikpapan bukannya membaik namun terus terancam setiap saat.
Ia mengungkapkan data kondisi terbaru atau per Desember 2014 berdasarkan data monitoring oleh kelompok pengawas masyarakat Gusung Lestari yang menyebutkan bahwa di Teluk Balikpapan, PT Semen Indonesia membangun jetty di kawasan mangrove yang dilindungi
PT Semen Indonesia (Semen Gresik) melanjutkan pembangunan dermaga (jetty) di kawasan mangrove di Sungai Puda (kelurahan Kariangau, Kota madya Balikpapan), yang dilindungi berdasarkan peta RTRW 2013-2032. Komunitas peduli lingkungan di kota Balikpapan sampai saat ini tidak mempunyai akses ke AMDAL, RKL dan RPL mengenai kegiatan tersebut.
Ada kekhawatiran bahwa selain melawan RTRW dan peraturan-peraturan yang melindungi kawasan mangrove, PT Semen Gresik juga tidak mempunyai dokumen-dokumen AMDAL yang berlaku. Investigasi kegiatan ini adalah salah satu prioritas utama!
Aktivitas lain yang dilaporkan Gusung Lestari adalah pemuatan batubara di terminal PT Singlurus menyebabkan pencemaran perairan hulu Teluk Balikpapan
Sementara ini, PT Singlurus (dimonitoring pada tanggal 18 Desember 2014) adalah satu-satunya antara beberapa terminal batu bara di hulu Teluk Balikpapan, yang sedang aktif memuat batubara ke ponton. Kegiatannya memuat batu bara ke ponton-ponton di sekitar muara sungai Sabut, Daub,Tembuni, dan Sekambing (kelurahan Mentawir, kabupaten PPU); ada 7 ponton yang stand by (berlabuh). Cara memuat batubara yang digunakan oleh PT Singlurus menyebabkan limbah debu yang sangat besar yang berakhir di perairan Teluk Balikpapan.
Ancaman lain, Rencana membangun Jembatan Pulau Balang dan jalan penghubungnya terus mengancam Teluk Balikpapan
Pada bulan Desember tidak ada kegiatan pembangunan di lokasi bentang panjang Jembatan Pulau Balang di Air Putar Besar dan jalan penghubungnya diatas Sungai Tengah (di monitoring tanggal 21 Desember 2014). Tetapi pembangunan berlanjut terus di bentang pendek jembatan di Air Putar Kecil (kegiatan masih mengerjakan badan jalan jembatan). Selain itu ada banyak promosi mengenai pembangunan Jembatan Pulau Balang oleh pemerintah di media cetak (Koran) yang membuktikan bahwa pemerintah sangat ingin melanjutkan megaproyek ini. Dimana aktifitas pembangunan ini merupakan ancaman terbesar terhadap seluruh ekosistem Teluk Balikpapan.
Kasus lain yang Lhota kutif adalah Beberapa kasus-kasus perusakan lingkungan sedang diam di daerah perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK).
Beberapa kasus perusakan lingkungan dalam skala besar di daerah hutan dengan nilai konservasi tinggi yang diinginkan oleh pemerintah setempat menjadi perluasan KIK sementara ini masih diam: situasi tidak berubah, pembukaan lahan sementara ini tidak berlanjut tetapi belum ada perbaikan apapun dari kerusakan yang telah terjadi dan masih ada banyak proposal untuk melanjutkan pembangunan lahan dan perusakan hutan.
Kasus yang paling penting adalah dua pabrik penumpukan dan pengelolaan minyak sawit mentah, yaitu PT WINA (Wilmar Group) dan PT DKI (Kencana Agri Ltd. Grop), yang dua-duanya telah membuka daerah hutan mangrove dan hutan di daratan yang luas serta mencemari terumbu karang dan padang lamun disekitarnya.
Aktivitas lain yang dikatakan Lhota adalah kegiatan perusahaan PT Pelindo yang membuka hutan mangrove di Sungai Puda untuk memperluas pelabuhan peti kemas.
Hal lain yang mengancam kelestarian Teluk Balikpapan adalah rencana membangun jalur PLT dari Teluk Waru ke arah Pulau Balang, kemudian pembukaan hutan pantai diantara Sungai Beranga dan Sungai Tempadung oleh sebuah perusahaan baru yang identitasnya masih belum terekspos.


Mengapa Harus Dilestarikan

Kelestarian Teluk Balikpapan sangat penting, kata Lhota karena bukan saja menjadi habitat berbagai satwa langka namun juga penting bagi upaya menjaga ketersediaan sumber air bersih bagi warga Balikpapan dan Penajam.
Kelestarian Teluk Balikpapan menjadi sangat startegis karena menjadi habitat terbesar populasi Bekantan di dunia.
Hasil survei Stanislav Lhota menunjukan bahwa populasi bangsa Primata, suku Cercophitecidae, dan anak suku Colobinae di Teluk Balikpapan mencapai 1.400 ekor (sekitar 1.000 ekor di pesisir Kabupaten Penajam Paser Utara dan 400 ekor di pesisir Balikpapan).
"Dengan populasi seperti itu, maka jumlah Bekantan di Teluk Balikpapan mewakili lima persen dari populasi total di dunia, termasuk beberapa wilayah yang masih banyak populasi primata ini di antaranya di wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam," imbuh dia.
Di perairannya, Teluk Balikpapan juga ternyata menjadi habitat beberapa jenis satwa yang dianggap benar-benar terancam punah, yakni Duyung. Bahkan, satwa ini sempat diusulkan telah punah di Bumi Kalimantan pada 1996 namun empat tahun kemudian, Yayasan RASI (Rare Aquatic Species Indonesia) menemukan denyut kehidupan liar mamalia itu di Teluk Balikpapan.
Keunikan Teluk Balikpapan kian mencengangkan karena di perairannya terjadi menjadi habitat satwa langka yang selama ini diketahui hanya hidup di ekosistem air tawar, yakni Pesut Mahakam.
Pesut adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, populasi hewan tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah. Secara taksonomi, pesut mahakam adalah subspesies dari pesut (Irrawaddy dolphin).
Populasi satwa langka itu selama ini diketahui hanya terdapat di Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady.
penting bagi pesut, sebagai daerah pencarian ikan dan migrasi.


Perlu Pengawasan


Niel Makinuddin, pemerhati sosial dan lingkungan hidup Kaltim menilai bahwa permerintah pusat dan daerah ikut "berdosa" terkait kian kuatnya tekanan terhadap keberadaan ekosistem Teluk Balikpapan.
"Mengapa, karena pemerintah karena tidak selektif dalam memberikan izin usaha. Seharusnya, jangan mudah memberikan izin, terutama bagi kawasan yang memiliki keanegaragaman hayati luar biasa seperti Teluk Balikpapan," ujarnya.
Sikap pemerintah yang seenaknya mengeluarkan izin itu telah menuai berbagai persoalan seperti sedimentasi dan pencemaran air yg berdampak kepada menurunnya kualitas habitat kepunahan satwa khususnya satwa endemik Kalimantan," ujarnya.
Padahal, dikemukakannya, tulang punggung kehidupan laut adalah ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Bila ketiga ekosistem vital ini dijaga, maka laut akan terus menghasilkan ikan yang melimpah.
"Informasi bahwa tidak ada upaya serius menghentikan aktivitas perusakan lingkungan di Teluk Balikpapan sangat memprihatinkan seharusnya hal ini ditangani serius oleh pemerintah," ujar dia.
Senada dengan Niel, Abrianto Amin, mantan Direktur Ekskutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai bahwa pemerintah harus segera menghentikan berbagai aktivitas merusak Teluk Balikpapan dan melakukan langkah strategis untuk menyelamatkan.
"Lagi-lagi persoalan lingkungan dihadapkan dengan masalah klasik, yakni lemahnya pengawasan dari pemerintah, tanpa ada control yang baik, maka upaya penyelamatan Teluk Balikpapan kian sulit," ujarnya.
Agaknya kondisi Teluk Balikpapan terus kian memprihatinkan, meskipun hal itu sangat ironis karena letak kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati luar biasa tersebut "di depan mata". ***4***