Kenaikan Tarif BPJS, Pemprov Konsiliasi dengan BPJS

id Konsiliasi, Pemprov, BPJS

Kenaikan Tarif BPJS, Pemprov Konsiliasi dengan BPJS

KESEHATAN : Gubernur Kaltara, Dr H Irianto Lambrie saat menyerahkan kartu JKN-KIS melalui program Kaltara Sehat, belum lama ini. (humasprovkaltara)

Tanjung Selor (ANTARA) - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019, tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat. Demikian dikatakan Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr H Irianto Lambrie berdasarkan rilis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kota Tarakan, Senin (4/11). Adapun perubahan tersebut, yakni untuk kategori Peserta Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp 42 ribu, berlaku 1 Agustus 2019. Sementara, untuk PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah atau PBI-APBD mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 19 ribu per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus hingga 31 Desember 2019.

Sementara untuk tahun depan, berdasarkan informasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kaltara, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara mengalokasikan anggaran senilai Rp 16 miliar untuk program ini. Diungkapkan Gubernur, mengenai jumlah PBI yang akan ditanggung akan direkonsiliasikan dengan BPJS Kesehatan. “Perlu direkonsiliasikan dulu dengan BPJS, karena dengan adanya kenaikan tarif tersebut, pastinya anggaran yang telah disediakan Pemprov Kaltara tersebut akan kurang,” kata Irianto. Artinya, BPJS Kesehatan akan melakukan rekalkulasi ketersediaan anggaran dengan kenaikan tarif lalu disesuaikan dengan jumlah PBI yang dapat ditanggung. “Kalau sebelumnya iuran yang ditanggung Pemprov Kaltara sebesar Rp 23 ribu, maka dengan adanya kenaikan tarif ini menjadi Rp 42 ribu. Artinya, ada kenaikan sebesar Rp 19 ribu per PBI. Ini yang menjadi tambahan untuk ditanggung Pemprov pada tahun depan,” urai Gubernur.

Pada 2019, Pemprov Kaltara melalui APBD 2019 mengalokasikan anggaran sebesar Rp 10 miliar untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan bagi warga kurang mampu di Kaltara. Hingga Juli 2019, sesuai laporan Dinkes Kaltara, secara total Pemprov akan mengcover sebayak 37.480 warga kurang mampu yang dalam daftar PB yang ada di daerah.

Alokasi sebesar itu disalurkan melalui pagu anggaran Dinkes Kaltara, digunakan untuk membayar premi seabesar Rp 23 ribu per bulan per orang. Alokasi ini, merupakan bentuk konsistensi Pemprov Kaltaran memenuhi komitmen proporsi pembiayaan program JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) 40 berbanding 60. Di mana, dari total kebutuhan anggaran premi PBI JKN-KIS di Kaltara, 40 persen menjadi tanggung jawab Pemprov Kaltara. Sementara 60 persen lagi, jatah pemerintah kabupaten/kota.

Sementara itu, kepala BPJS Kesehatan Cabang Tarakan Wahyudi Putra Pujianto menyatakan, untuk total anggaran yang perlu ditanggung pemerintah daerah akan dikoordinasikan terlebih dulu dengan pihak terkait. “Prinsipnya, kalau kuota yang ditanggung tetap maka kenaikan anggarannya mencapai 82 persen dari sebelumnya,” urainya. Pun demikian, Wahyudi mengakui bahwa saat beraudiensi dengan Gubernur Kaltara belum lama ini, diharapkan anggaran yang dialokasikan untuk iuran PBI-Daerah tetap. “Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menambah cakupan tanggungan tersebut, tanpa harus membebani APBD,” jelasnya. Salah satunya, adalah melakukan validasi PBI lalu dialihkan ke APBN. “Cara lainnya, adalah mengandalkan CSR (Coorporate Social Responsibility) badan usaha swasta atau bekerjasama dengan BAZNAS (Badan Amil dan Zakat Nasional),” ucapnya.

Lebih jauh, Wahyudi menyebutkan bahwa melihat ketentuan penyesuaian iuran dalam Perpres No. 75/2019, pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar. Dimana, pemerintah menanggung 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran yang akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah, TNI, dan Polri. Kontribusi pemerintah tersebut sangat membantu peserta mandiri sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya. “Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” kata Wahyudi.

Diakui Wahyudi, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak. “Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, yang terdampak yaitu yang berpenghasilan 8 juta sampai dengan 12 juta, penyesuaian iuran hanya menambah sebesar rata-rata Rp 27.078 per bulan per buruh, angka ini sudah termasuk untuk 5 orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan (suami/istri) dan 3 orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp5.400 per jiwa per bulan. Ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang dikabarkan,” kata Wahyudi.

Sebagai informasi, untuk kenaikan tarif untuk kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp 12 juta, dengan komposisi 5 persen dari gaji atau upah per bulan, dan dibayar dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja; dan 1 persen dibayar oleh peserta. Kriterianya, peserta PPU tingkat pusat yang merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), PNS, prajurit, anggota Polri, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019. Lalu, peserta PPU tingkat daerah yang merupakan kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD daerah, PNS daerah, kepala desa, perangkat desa, dan pekerja swasta, berlaku mulai 1 Januari 2020. Dan, untuk peserta PPU yang merupakan pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Januari 2020.Sementara itu, iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020, yakni untuk Kelas III menjadi Rp 42 ribu, Kelas II menjadi Rp 110 ribu, dan Kelas I menjadi Rp 160 ribu.

Gambar Infografis (humasprovkaltara)