Jakarta (ANTARA) - Dokter Paru Rumah Sakit (RS) Persahabatan Dr. Andika Chandra Putra, PhD, SpP menduga fenomena klinis happy hipoxiadapat terjadi pada semua panderita COVID-19, baik penderita COVID-19 dengan gejala berat, sedang maupun ringan.
"Semuanya bisa," kata Andika melalui sambungan telepon dengan ANTARA Jakarta, Senin.
Seseorang terinfeksi Virus Corona Baru atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) penyebab Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) kini ada sejumlah gejala yang muncul.
Gejala terbaru adalah "happy hypoxia", yakni syndrometerdeteksi sebagai gejala COVID-19.
Happy hypoxiamerupakan kondisi pasien mengalami tingkat saturasi oksigen dalam darah rendah yang bisa menyebabkan ketidaksadaran hingga kematian.
Celakanya, saat itu pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kesulitan bernapas atau tanda lain yang mengisyaratkan terjangkit virus corona.Padahal dalam kondisi itu bisa mengakibatkan kehilangan kesadaran bahkan kematian.
Ia mengatakan bahwa penderita COVID-19 yang terkena happy hipoxia cenderung memiliki kadar oksigen yang rendah di dalam darahnya.
"Jadi, normalnya saturasi oksigen dalam darah kita itu di atas 95 persen. Tetapi pada pasien-pasien dengan happy hipoxia ini kadar saturasinya bisa di bawah 80 persen, bisa di bawah 85 persen," katanya.
Namun demikian, meski memiliki kadar oksigen rendah, penderita happy hipoxia tersebut cenderung tidak menunjukkan gejala seperti sesak napas, akibat kekurangan oksigen yang dialaminya.
Baca juga:Dokter paru: Pasien sembuh dari COVID-19 berisiko alami fibrosis
Baca juga:Dokter paru klasifikasi 3 kelompok OTG yang perlu masyarakat ketahui
"Jadi enggak ada keluhan yang terkait dengan respirasi. Jadi mungkin pasien mengeluh batuk-batuk. Tetapi pasien enggak mengeluh sesak napas. Tapi kalau kita periksa oksigen dalam darahnya rendah sekali," ujar dia lebih lanjut.
Andika melihat ada ketidaksesuaian antara kadar oksigen yang rendah dalam darah dengan kondisi klinis pasien COVID-19 yang mengalami happy hipoxia. Orang yang mengalami happy hipoxia tersebut cenderung memiliki kesadaran yang baik meskipun saturasi oksigennya rendah sekali.
"Jadi pasien tidak mengeluh sesak napas. Pasien kesadarannya baik. Tetapi kalau kita periksa saturasi oksigennya itu rendah sekali. Dan sering kali pasien-pasien ini, kalau kita enggak waspada karena kita anggap kondisinya baik, tetapi kemudian secara cepat terjadi penurunan oksigen yang cepat sehingga bisa menyebabkan kematian," kata Andika.
Untuk itu, pasien COVID-19 yang mengalami happy hipoxia tersebut perlu mendapatkan penanganan segera agar kekurangan oksigen dalam darahnya dapat diatasi lebih cepat sehingga tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk.
Baca juga:Dokter paru: Sumbatan pada proses respirasi sebabkan "happy hypoxia"
Baca juga:Dokter paru perkirakan COVID-19 tidak menempel pada partikel asap
Pewarta: Katriana
Berita Terkait
IDI imbau perketat protokol kesehatan antisipasi kasus COVID-19
Rabu, 6 Desember 2023 19:25
Catatan Ilham Bintang - Tiada lagi Jenderal Doni Monardo
Rabu, 6 Desember 2023 9:59
Satgas sebut rencana akhiri PPKM bentuk penyesuaian kebijakan
Jumat, 23 Desember 2022 5:53
Ini ciri Varian XBB, di antaranya gejala ringan dan cepat menyebar
Sabtu, 12 November 2022 10:59
Presiden Jokowi luncurkan IndoVac, vaksin COVID-19 buatan dalam negeri
Kamis, 13 Oktober 2022 11:17
WHO sebut akhir pandemi COVID "di depan mata"
Jumat, 16 September 2022 15:31
40,2 juta vaksin COVID-19 kedaluwarsa segera dimusnahkan
Rabu, 31 Agustus 2022 7:57
Indovac dan Inavac, nama vaksin COVID-19 buatan Indonesia
Minggu, 28 Agustus 2022 16:37